BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pesantern merupakan lembaga
pendidikan tertua di indonesia karena
kifrahnya jauh sebelum Bangsa Indoensia merdeka. Ribuan pesantren yang tersebar luas di kawasan
republik ini telah berhasil mengisi sebagian sebagian kekosongan pendidikan di
Indonesia .Lembaga pendidikan ini memiliki khazanah sejarah tersendiri keran
sudah ada lama sebelum lahirnya
proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945[1] Lembaga pendidikan ini begitu besar
Kontribusinya terhadap anak bangsa sebagai bentuk keikutsertaan mereka dalam
memajukan bangsa khususnya dalam dunia pendidikan sehingga tidak diragukan
lagi karena telah banyak menghasikan
para tokoh formal atau non formal yang berkecimpung dalam banyak aspek
kehidupan kemasyarakatan atau birokrasi pemerintahan. Namun demikian masih
banyak para tokoh terutama yang berpendidikan barat yang tidak mengetahuinya.[2]
Perjuangan komonitas keluarga besar pesantren boleh dikatakan
hampir tidak lepas dari perjalanan bangsa ini, baik pada masa penjajahan,
mereka berjuang di garda terdepan melawan bangsa belanda, jepang dan tentara
sekutu dengan perjuangan yang sangat heroik diantaranya KH. Hasyim As’ari dari
pesantren tebuireng Surabaya jawa timur dengan gagasan Revolusi Jihadnya. Sikap
ini mendapat respon dan diikuti juga
oleh pesantren atau setidaknya dari tokoh agama yang beraflisiasi dengan dunia
pesantren. Sebagai contoh Teuku Umar, Teuku Citditiro, Tjut Nya dien,Dipenogro,
Sultan Hasnanudin serta banyak lagi tokoh lainnya. Sehingga pada oktober 2015
di mulai dan dijadikan hari santri nasional sebagai salah satu penghargaan
pemerintah kepada dunia pesantren yaitu sebagai hari libur nasional.
Karena pada saat itu
keberadaan pesantren dengan kyai sebagai tokoh sentral. Seorang kyai dalam
pondok pesantren bukan sekedar berfungsi sebagai pemimpin tetapi juga sebagai
pemilik,bahkan lebih jauh kyai nampaknya sebagai pusat segala-galanya dalam
pondok[3].
Pengaruh ini yang
mampu mengobarkan dan memotifasi orang islam, baik dari ormas islam, ormas
kepemudaan, pribadi atau kelembagaan terutama dari unsur pesantren terus meluas
untuk berperang dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dari rongrongan dan disintegrasi penjajah, padahal dari kekuatan
senjata sangat tidak berimbang, tetapi dengan semangat jihad dan jiwa
nasionalisme yang tinggi mereka mampu mempertahankan republik ini.
Pesantren
pada mulanya tumbuh sebagai pusat penyiaran islam dan sekaligus berpungsi agen
pengkaderan penyebar agama islam yang dikenal kaum ulama.Misi ini mulai bergeser,
yakni umpanya sekarang mulai berubah dengan menyesuaikan diri kerena
perkembangan zaman dan atau tidak
sedikit yang dipengaruhi oleh gaya hidup dan perkembangan teknologi yang begitu
cepat berubah sehingga tuntutan masyarakat sebagai stekholder membuat pesantren
harus menyesuaikan diri. Dampak dari
ini, sepintas depinisi diatas mulai berubah arti dari inti fungsi pesantren,
namun demikian pesatren tetap tidak akan mengalami perubahan sebagai tugas
aslinya karena terus terpelihara sekalipun arus globaliasi dan perkembnagan
teknologi dan budaya hidup manusia terus mengalami perubahan secara cepat
bahkan tidak bisa terbendung.
Keberdaan
ini memang nampak dalam dunia pesantern seperti sistem pembelajaran, tenaga
pengajar,pelayanan administrasi termasuk penyajian kurikulum pesantren dan
banyak lagi perubahan pada internal, namun sekali lagi penulis katakan tidak
membawa perubahan signifikan.Inilah salah satu penyebabnya banyak pihak luar
yang tertegun walaupun terjadinya
perubahan medernisasi tetapi resistensi sosialnya tetap cukup kuat.
Pesantren adalah
sebuah lembaga pendidikan dan penyiaran agama islam.Itulah identitas pesantren
pada awal perkembangannya. Sekarang telah terjadi banyak perubahan dalam
masyarakat, sebagai akibat dari pengaruhnya, definisi diatas tidak lagi
memadai, walau pada intinya, pesantren tetap pada fungsunya yang asli, yang
selalu dipelihara di tengah-tengah arus perubahan yang deras. Bahkan karena
menyadari arus perubahan yang kerap kali tidak terkendali itulah, pihak luar justru
melihat keunikannya sebagai wilayah sosial yang mengandung kekuatan resistensi
terhadap dampak modernisasi, sebagai dahulu, lembaga ini sudah berperan dan
menentang penetrasi kolonialisme, walaupun dengan cara uzlah atau terhindar dan
menutup diri. Peran seperti ini masih berlanjut sampai dengan sesudah
kemerdekaan.[4]
Memang
terdapat perbedaan pandangan di kalangan tokoh islam mengenai pesantren
terutama yang berangkat
dari organisasi-organisasi islam, Seperti juga yang terjadi dikalangan para
tokoh pendidikan yang berasal dari barat atau organisasi keagamaan Muhammadiyah
umpamanya, Persatuan Muslimin Indoensia(Permi), Diniyah, Thawalib,Pendidikan
Islam Indonesia(PPI) yang mendirikan
lembaga pendidikan seperti madrasah yang bersifat klasikal seperti yang
terdapat di timur tengah atau juga belanda dengan pendidikan baratnya. Seperti
lembaga pendidikan atau sekolah yang
didirikan oleh tokoh modernis di minangkabau yang di wilayah jawa disebut
pesantren.
Istilah
pesantren sebagai lembaga pendidikan islam yang khas, setidak-tidaknya baru
memasyarakat yang digunakan oleh sejumlah lembaga pendidikan islam di Sumatera
barat dalam beberapa dasawarsa terakhir. Kelihatannya dimasa dulu fenomena
pesantren yang demikian berkembang di pulau Jawa, tidak banyak mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhan lembaga pendidikan islam semacam ini di
Minangkabau,setidaknya terjadi modernisasi dalam pesantren belakangan ini.[5]
Sampai dewasa
ini keberadaan pesantren di tengah masyarakat masih banyak yang belum
memahami termasuk dari
kalangan sarjana pendidikan. Pesantren bukanlah lembaga pendidikan yang
homogen, atau pada komonitas yang memisahkan diri dari kehidupan
masyarakat.Tentu saja alasan ini tidak argumentatif, sebagai bukti diantaranya
adalah mayoritas pesantren berdiri di tengah masyarakat pedesaan sehingga
dampak sosial dan ekonomi begitu terasa, disamping untuk membantu masyarakat
bahkan memperkenalkan dan sekaligus meningkatkan penduduk dalam ilmu
pengetahuan khususnya ilmu agama.Khsusnya pada masa penjajahan belanda bangsa
kita tidak mudah masuk sekolah kecuali orang pribumi yang membantu perjuangan
belanda, atau para tokoh masyarakat yang menguntungkan perjuangan bangsa
inlanden. Disinilah peran dan kehadiran
pesantren di tengah masyarakat pedesaan begitu penting bagi
masyarakat.Pemerintah belanda melalui para gubernurnya mulai merasa terganggu.
Pertimbangannya adalah takut adanya perlawanan karena pendidikan bangsa kita
mulai bagus, dan seberpa jauh kegiatan keilmuan ini mempengaruhi masyarakat.
Dengan suatu
keputusan tanggal 8 Maret 1819 , Gubernur Jenderal Van der Capellen
memerintahkan mengadakan suatu penelitian tentang pendidikan masyarakat Jawa,
dengan tujuan meningkatkan kemampuan membaca dan menulis dikalangan mereka.Dari
hasil penelitian tersebut diharapkan, pelaksanaan undang-undang dan peraturan
pendidikan dapat diperbaiki.Secara khusus diteliti juga,apakah sebaiknya guru
yang ada dimanpaatkan dan diberi motivasi melalui peraturan yang sesuai, atau
perlu menciptakan suatu keadaan yang berbeda sama sekali[6]
Penelitian
tersebut bisa juga dipahami sebagai upaya belanda menarik para pemerhati
dan pejuang pendidikan yang disponsori oleh
dunia pesantren agar mereka mengurangi kegiatan dengan seakan-akan mereka mulai
membaik terhadap bangsa indoensia dalam melayani pendidikan dengan cara
memberikan pendidikan yang sama dengan bangsa mereka bahkan guru yang kita
miliki bisa dipergunakan dalam proses belajar mengajar dengan aturan yang
disesuaikan.Dalih itu memang bukan barang baru sehingga tidak mendapat respon
positif, terutama dari kalangan pesantren.
Pandangannya
terhadap sejarah pendidikan ini dipahami oleh sifat kurang senangnya terhadap
politik asosiasi dan oleh sikap positif mempertahankan unsur
ketimuran.Pandangan ini memang tidak dapat dipertahankan, jika membicarakan
usaha penggabungan pendidikan islam yang telah ada.Memang pada akhir abad yang
lalu, beberapa kali diusulkan agar lembaga pendidikan islam yang ada
dimanpaatkan pada kebijaksanaan untuk mengembangkan sistem pendidikan umum[7]
URGENSI KEPEMIMPINAN KOLEKTIF PONDOK
PESANTREN SERTA KONTRIBUSI PESANTREN
DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
( Studi Kasus Pondok Pesantren
Darunnajah dan Pondok Pesantren Assyafiiyyah )
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
b.
Identifikasi Masalah
c.
Rumusan Masalah
d.
Pembatasan
e.
Kajian Teori ( Grand Theory )
f.
Metode
g.
Sistematika Penulisan
BAB II KEPEMIMPINAN
DALAM ISLAM
a.
Epistimologi Kepemimpinan Dalam
Islam ( Qur’an Hadist)
b.
Kepemimpinan Dalam Pendidikan
Islam ( Rasul, Khalifah, Abasiah, Umayah)
c.
Kepemimpinan Kyia Dalam Pondok
Pesantren
BAB III KEPEMIMPINAN
DAN PESANTREN
a.
Kepemimpinan Dalam Pesantren awal
di Indonesia
b.
Kepemimpinan Dalam Pesantren Pra
Kemerdekaan
c.
Kepemimpinan Dalam Pesantren
Pasca Orde Lama
d.
Kepemimpinan Dalam Pesantren Masa
Orde Baru
e.
Kepemimpinan Dalam Pesantren Masa
Reformasi
BAB IV KONTRIBUSI
PESANTREN DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
a.
Pendidikan Pesantren Dalam
Pembangunan Pendidikan Nasional : Historitas
dan Perkembangan Pesantren
b.
Pesantren dan Perkembangan
Pendidikan Nasional : Menelusuri Kontribusi Pesantren Bagi Bangsa
c.
Pendidikan Pesantren dan peran
sertanya dalam menghasilkan Ulama dan Umaro
BAB V KEPEMIMPINAN
KOLEKTIF DAN KONTRIBUSI PESANTREN DALAM
PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA
a.
Konsep dan Implementasi
Kepemimpinan Kolektif Pesanten
b.
Dampak Kepemimpinan Kolektif
Pengembangan Pesantren
c.
Kontribusi Kepemimpian Dalam
Pembangunan Karakter Bangsa : Suatu Kontribusi Kepemimpian Kolektif
BAB VI KEPEMIMPINAN
KOLEKTIF PESANTREN DARUNNAJAH
a.
Sejarah Pesantren Darunnajah
b.
Model Kepemimpinan Pesantren
Darunnajah
c.
Periodesasi Kepemimpinan
Pasantren Darunnajah
BAB VII KEPEMIMPINAN
KOLEKTIF PESANTREN AS SYAFIIYYAH
a.
Sejarah Pesantren As Syafiiyyah
b.
Model Kepemimpinan Pesantren As
Syafiiyyah
c.
Periodesasi Kepemimpinan
Pesantren As Syafiiyyah
BAB VIII P E N U T U P
a.
Kesimpulan
b.
Saran-Saran
Eksistensi Pesantren
dalam Membangun Masyarakat
Abd. Basith
Program Doktoral
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Pesantren merupakan lembaga
pendidikan tertua yang berada di republik ini, bahkan jauh sebelum bangsa ini
merdeka. Keberadaan utamnya adalah sebagai penyiaran Islam, begitulah awal
perkembangannya. Seiirng dengan perkembangan zaman kini pesantren sudah banyak
menglamami perubahan, tetapi tidak menghilangkan jati dirinya, berada pada
fungsinya yang asli yang selalu terpelihara di tengah arus perubahan
globalisasi yang cepat. Sebagai lembaga pendidikan yang tokoh sentralnya
seorang kyai terus eksis dikontennya sebagai pembawa perubahan sosial di
masyarakat.
Bahkan dengan arus perubahan yang
terkadang tidak terkendali itulah, pihak luar melihatnya sebagai keunikan wilayah sosial yang mengandung resistensi
terhadap dampak modernisasi.Sejarah mencatata Kehadiran pesantren bukan saja
berkontribusi bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan bangsa, tetapi juga ikut membangun karakter
bangsa yang kokoh yang tidak tergoyahkan.Seperti ketika negara ini dijajah oleh
bangsa lain, kyai bersama santri dan masyarakat ikut berjuang mempertahankan
negara kesatuan Republik Indonesia.Demikian pula ketika negara ini dirongrong
oleh komonis, komonitas pesantren bergerak bersama abri menumpas paham yang
merusak, baik dari sisi idelogi negara terlebih urusan yang berkaitan dengan
agama, teruama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren telah menunjukkan
eksistensinya di masyarakat, bahkan sampai sekarang peran itu terus
ditingkatkan bukan saja mencerdaskan anaka bangsa, tetapi telah
menyelenggarakan pendidikan formal mulai pendidikan pra sekolah sampai
pendidikan tinggi. Disamping itu pendanaan pesantren tidak lagi bergantung dari
iuran masyarakat tetapi sudah mempunyai sumber dana tetap dengan mendirikan
unit-unit usaha. Perubahan yang signifikan ini dikarenakan pengelolaan
pesantren tidak lagi kepemimpinan yang mono personal yang terpusat pada seorang
kyai, tetapi sudah menggunakan kepemimpinan kolektif sehingga segala tugas
dikerjakan oleh personal yang profesional di bidangnya.Perubahan struktur
organisasi di lembaga pesantren diharapkan akan menambah peran dan eksistensi
pesantren di tengah masyarakat yang semakin global
Kata
Kunci: Eksistensi, Pesantren, masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pesantren merupakan
lembaga pendidikan tertua di indonesia
karena kifrahnya jauh sebelum bangsa Indoensia merdeka. Lembaga pendidikan Islam ini
mempunyai banyak variasi karena bukan saja mengajarkan ilmu keislaman seperti
fiqh ilmu yang mengajarkan kesempurnaan tata cara ibadah, tauhid ilmu yang
mempelajari tentang sifat Allah SWT , para Rasul, rukun iman dan islam dst.
ilmu tasawuf yang mengajarkan kebersihan hati dan tingkatan ibadah serta
ilmu-ilmu lain baik yang berhubungan dengan ketatabahasaan bahasa arab seperti
nahu,shorof, balaghoh dan lain ilmu yang berkaitan dengan kebutuhan hidup
manusia.Lembaga pendidikan islam yang pariatif adalah peasantren, megingat
adanya kebebasan dari kyai pendirinya untuk mewarnai pesantrennya itu dengan
penekanan pada kajian tertentu. Misalnya, ada pesantren ilmu alat, pesantren
fiqih, pesantren Al Qur’an, pesantren hadis, atau pesantren tasawuf.
Masing-masing penekanan itu didasarkan pada keahlian kyai pengasuhnya (Mujamil
Qomar,2007) Dengan demikian kahadiran
pesantren dalam masyarakat bukan sekedar memperkenalkan pengetahuan keagamaan,
tetapi membentuk para santri menjadi orang yang mempunyai kompetensi keilmuan
tinggi tertentu secara mendalam sehingga membentuk ilmuan yang mumpuni
dibidangnya.
Ribuan pesantren yang tersebar
luas di kawasan republik ini telah berhasil mengisi sebagian sebagian
kekosongan pendidikan di Indonesia .Lembaga pendidikan ini memiliki khazanah
sejarah tersendiri kerana sudah ada lama
sebelum lahirnya proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 (Husein Haikal, 1985) .
Lembaga pendidikan
ini begitu besar Kontribusinya terhadap anak bangsa sebagai bentuk
keikutsertaan mereka dalam memajukan bangsa khususnya dalam dunia pendidikan
sehingga tidak diragukan lagi karena
telah banyak menghasikan para tokoh formal atau non formal yang berkecimpung
dalam banyak aspek kehidupan kemasyarakatan atau birokrasi pemerintahan. Namun
demikian masih banyak para tokoh terutama yang berpendidikan barat yang tidak
mengetahuinya.( Mukti Ali,1972 )
Pesantren
pada mulanya tumbuh sebagai pusat penyiaran islam dan sekaligus berpungsi agen
pengkaderan penyebar agama islam yang dikenal kaum ulama.Misi ini mulai bergeser,
yakni umpanya sekarang mulai berubah dengan menyesuaikan diri kerena
perkembangan zaman dan atau tidak
sedikit yang dipengaruhi oleh gaya hidup dan perkembangan teknologi yang begitu
cepat berubah sehingga tuntutan masyarakat sebagai stekholder membuat pesantren
harus menyesuaikan diri. Dampak dari
ini, sepintas depinisi diatas mulai berubah arti dari inti fungsi pesantren,
namun demikian pesantren tetap tidak akan mengalami perubahan sebagai tugas
aslinya karena terus terpelihara sekalipun arus globaliasi dan perkembnagan
teknologi dan budaya hidup manusia terus mengalami perubahan secara cepat
bahkan tidak bisa terbendung.
Keberdaan
ini memang nampak dalam dunia pesantern seperti sistem pembelajaran, tenaga
pengajar,pelayanan administrasi termasuk penyajian kurikulum pesantren dan
banyak lagi perubahan pada internal, namun sekali lagi penulis katakan tidak
membawa perubahan signifikan.Inilah salah satu penyebabnya banyak pihak luar
yang tertegun walaupun terjadinya
perubahan modernisasi tetapi resistensi sosialnya tetap cukup kuat.
Pesantren
adalah sebuah lembaga pendidikan pengkaderan agama islam.Itulah yang melekat
pada setiap pesantren. Sekarang telah terjadi banyak perubahan dalam
masyarakat, sebagai akibat dari pengaruhnya, definisi diatas tidak lagi
memadai, walau pada intinya, pesantren tetap pada fungsinya yang asli, yang
selalu dipelihara di tengah-tengah arus perubahan yang deras. Bahkan karena
menyadari arus perubahan yang kerap kali tidak terkendali itulah, pihak luar
justru melihat keunikannya sebagai wilayah sosial yang mengandung kekuatan
resistensi terhadap dampak modernisasi, sebagai dahulu, lembaga ini sudah
berperan dan menentang penetrasi kolonialisme, walaupun dengan cara uzlah atau
terhindar dan menutup diri. Peran seperti ini masih berlanjut sampai dengan
sesudah kemerdekaan.(Dawam Raharjo,1985)
Istilah
pesantren sebagai lembaga pendidikan islam yang khas, setidak-tidaknya baru
memasyarakat yang digunakan oleh sejumlah lembaga pendidikan islam di Sumatera
barat dalam beberapa dasawarsa terakhir. Kelihatannya dimasa dulu fenomena
pesantren yang demikian berkembang di pulau Jawa, tidak banyak mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhan lembaga pendidikan islam semacam ini di
Minangkabau,setidaknya terjadi modernisasi dalam pesantren belakangan ini (
Azyumardi Azra, 1985 )
Sampai
dewasa ini keberadaan pesantren di tengah masyarakat masih banyak yang belum
memahami
termasuk dari kalangan sarjana pendidikan. Pesantren bukanlah lembaga
pendidikan yang homogen, atau pada komonitas yang memisahkan diri dari
kehidupan masyarakat.Tentu saja alasan ini tidak argumentatif, sebagai bukti
diantaranya adalah mayoritas pesantren berdiri di tengah masyarakat pedesaan
sehingga dampak sosial dan ekonomi begitu terasa, disamping untuk membantu
masyarakat bahkan memperkenalkan dan sekaligus meningkatkan penduduk dalam ilmu
pengetahuan khususnya ilmu agama.Khsusnya pada masa penjajahan belanda bangsa
kita tidak mudah masuk sekolah kecuali orang pribumi yang membantu perjuangan
belanda, atau para tokoh masyarakat yang menguntungkan perjuangan bangsa
inlanden. Disinilah peran dan kehadiran
pesantren di tengah masyarakat pedesaan begitu penting bagi
masyarakat.Pemerintah belanda melalui para gubernurnya mulai merasa terganggu.
Pertimbangannya adalah takut adanya perlawanan karena pendidikan bangsa kita
mulai bagus, dan seberapa jauh kegiatan keilmuan ini mempengaruhi masyarakat.
Dengan
suatu keputusan tanggal 8 Maret 1819 , Gubernur Jenderal Van der Capellen
memerintahkan mengadakan suatu penelitian tentang pendidikan masyarakat Jawa,
dengan tujuan meningkatkan kemampuan membaca dan menulis dikalangan mereka.Dari
hasil penelitian tersebut diharapkan, pelaksanaan undang-undang dan peraturan
pendidikan dapat diperbaiki.Secara khusus diteliti juga,apakah sebaiknya guru
yang ada dimanpaatkan dan diberi motivasi melalui peraturan yang sesuai, atau
perlu menciptakan suatu keadaan yang berbeda sama sekali ( Karel A.Steenbink,
1986 )
Penelitian
tersebut bisa juga dipahami sebagai upaya belanda menarik para pemerhati
dan pejuang pendidikan yang disponsori oleh
dunia pesantren agar mereka mengurangi kegiatan dengan seakan-akan mereka mulai
membaik terhadap bangsa indoensia dalam melayani pendidikan dengan cara
memberikan pendidikan yang sama dengan bangsa mereka bahkan guru yang kita
miliki bisa dipergunakan dalam proses belajar mengajar dengan aturan yang
disesuaikan.Dalih itu memang bukan barang baru sehingga tidak mendapat respon
positif, terutama dari kalangan pesantren.
Pandangannya
terhadap sejarah pendidikan ini dipahami oleh sifat kurang senangnya terhadap
politik asosiasi dan oleh sikap positif mempertahankan unsur
ketimuran.Pandangan ini memang tidak dapat dipertahankan, jika membicarakan
usaha penggabungan pendidikan islam yang telah ada.Memang pada akhir abad yang
lalu, beberapa kali diusulkan agar lembaga pendidikan islam yang ada
dimanpaatkan pada kebijaksanaan untuk mengembangkan sistem pendidikan umum (
Karel A. Steenkbink,1986 )
Pesantren berbicara dengan simbol
pendidikan alternatif telah memperoleh
tanggapan yang beragam yang konotasinya positif, khususnya dari kalangan
intelektual dan para pemerhati pendidikan.Sering kali mereka datang ke pondok
untuk mengadakan penelitian yang berupa
pemantauan langsung baik memperhatikan sistem pembelejaran, kurikulum, para
tenaga pengajar, ineteraksi sosial antara santri dengan masyarakat, interaksi
antar santeri, atau antar santri dengan para guru atau dengan kyai sebagai
pemegang otoritas penuh dalam pesantren.Tentu saja perhatian orang diluar pesantren
ini mendapat tanggapan positif dari pihak pesantren, sebab ini akan dijadikan
ajang bahan diskusi atau forum bertukar informasi perkembangan pendidikan guna
meningkatkan pelayanan pendidikan bagi bangsa refublik ini yang sangat baik
bagi para pimpinan pondok pesantren, juga bagi para intelektual, karena
pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang mempunyai segudang
pengalaman cocok sebagai kawan berpikir untuk mengevaluasi berbagai kebijakan
guna mengembangkan sistem yang telah dan akan diberlakakan agar adanya
peningkatan perbaikan sistem.Bertemu dengan para elit-elit intelektual ini,
tentu saja merupakan forum yang amat berharga dan bisa dimanfaatkan semaksimal
mungkin ( Komarudin Hidayat, 1986 )
.BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Pesantren merupakan
lembaga pendidikan tertua yang berada di republik ini, bahkan jauh sebelum
bangsa ini merdeka. Keberadaan utamnya adalah sebagai penyiaran Islam,
begitulah awal perkembangannya. Seiirng dengan perkembangan zaman kini
pesantren sudah banyak menglamami perubahan, tetapi tidak menghilangkan jati
dirinya, berada pada fungsinya yang asli yang selalu terpelihara di tengah arus
perubahan globalisasi yang cepat. Sebagai lembaga pendidikan yang tokoh
sentralnya seorang kyai terus eksis dikontennya sebagai pembawa perubahan
sosial di masyarakat.
Bahkan dengan arus
perubahan yang terkadang tidak terkendali itulah, pihak luar melihatnya sebagai keunikan wilayah sosial yang mengandung resistensi
terhadap dampak modernisasi.Sejarah mencatata Kehadiran pesantren bukan saja
berkontribusi bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan bangsa, tetapi juga ikut membangun karakter
bangsa yang kokoh yang tidak tergoyahkan.Seperti ketika negara ini dijajah oleh
bangsa lain, kyai bersama santri dan masyarakat ikut berjuang mempertahankan
negara kesatuan Republik Indonesia.Demikian pula ketika negara ini dirongrong
oleh komonis, komonitas pesantren bergerak bersama abri menumpas paham yang
merusak, baik dari sisi idelogi negara terlebih urusan yang berkaitan dengan
agama, teruama Islam.
Hal ini menunjukkan
bahwa pesantren telah menunjukkan eksistensinya di masyarakat, bahkan sampai
sekarang peran itu terus ditingkatkan bukan saja mencerdaskan anaka bangsa,
tetapi telah menyelenggarakan pendidikan formal mulai pendidikan pra sekolah
sampai pendidikan tinggi. Disamping itu pendanaan pesantren tidak lagi
bergantung dari iuran masyarakat tetapi sudah mempunyai sumber dana tetap
dengan mendirikan unit-unit usaha. Perubahan yang signifikan ini dikarenakan
pengelolaan pesantren tidak lagi kepemimpinan yang mono personal yang terpusat
pada seorang kyai, tetapi sudah menggunakan kepemimpinan kolektif sehingga
segala tugas dikerjakan oleh personal yang profesional di bidangnya.Perubahan
struktur organisasi di lembaga pesantren diharapkan akan menambah peran dan
eksistensi pesantren di tengah masyarakat yang semakin global
BAB II
PEMBAHASAN
A.Model Kepemimpinan
Pesantren
1. Leadership Trait Theory
Kehadiran
seorang Kyai dalam pesantren merupakan suatu keharusan sebab sebagai tokoh
sentral atau Top Pemimpin dalam mengambil keputusan misalnya yang berhubungan
dengan proses belajar mengajar (akademik) atau penyelenggaraan
pengelolalan administrasi (manajmen)
atau yang berhubungan dengan kepemimpinan kelembagaan (struktur organisasi) bahkan sampai pada
estapert kepemimpinan ( regenerasi) dan hal lain yang behubungan dengan dunia
pesantren.Keberadaan Kyia dalam pesantren merupakan sosok penentu yang tidak
boleh dibantah oleh siapapun kerena sebagai pengambil kebijakan (decition
maker) tunggal baik kedalam atau keluar pesantern (internal-external)
sehingga pribadi kyai sangat mewarnai keberadaan pesantren. Dengan kata lain
maju dan mundurnya pesantren berhubungan erat dengan kyai sebagai tokoh
sentral. Di Kalangan pesantren, kyai merupakan aktor utama. Kyailah yang
merintis pesantren, mengasuh,menentukan mekanisme belajar dan kurikulum serta
mewarnai kehidupan pesantren sehari-hari sesuai dengan keahlian dan
kecendrungan yang dimilikinya. Karena itu, karakteristik pesantren dapat diperhatikan
melalui profil kyainya (Mujamil Qomar,
2007 )
Para pakar berbeda pendapat dalam
mendifinisika pemimpin.Namun secara substansif tidak nampak perbedaan yang
signifikan seperti yang diungkapkan dalam bukunya School Leadership and Administration
Pemimpin adalah orang yang berhasil
dalam memperoleh sesuatu yang diikuti oleh orang lain.(Richard Gorton ctc,
9,2007). Sementara itu dalam buku Education Administration dikatakan pemimpin
adalah seorang yang mampu melebihi pengaruh sosial pada orang lain untuk
mencapai cita-cita tinggi.Seorang pemimpin harus bekerjasama dalam mencari
keadaan atau tujuan secara obyektif ( Wayne K Hoy & Cecil
G.Miskel,465,2013)
Keberhasilan seorang kyia dalam
memimpin pesantren tidak diragukan lagi, buktinya masyarakat mempercayai
semakin tinggi seperti semakin tinggi minat masyarakat dalam menitipkan anak-anaknya ke
pasantren untuk mencari ilmu sekalipun dengan harga atau harus membayar yang
cukup mahal. Sisi lain masyarakat tidak merasa ragu mengkonsultasikan
permasalahan hidupnya dengan seorang kyai agar cepat atau berhasil dengan baik,
paling tidak masyarakat minta doa restunya.
Nanum begitu, masih kita dapati
sampai sekarang pesantren yang tapuk kepemimpinannya mengacu pada faktor nasab
atau keturunan yaitu jika orang tuanya meninggal sebagai kyai dalam satu
pesantren maka tapuk kepemimpinan otomatis turun kepada anaknya atau menantu
atau orang yang masih mempunyai hubungan darah yang kuat.Dalam teory
kepemipinan yang ditulis Taher A.Razik dan Austin D.Swanson ada tiga model
kepemimpinan pertama Leadership Trait Theories, Leadership Behavior dan
Leadership Styles.Dari tiga teori tersebut maka kepemimpinan Trait yaitu
kepemimpinan yang didasari oleh faktor bawaan atau bakat(keturunan)
terkadang disebut juga individu. Penerapan teori ini walau secara epistemologi
tidak dipahami, namun secara praktek (realitas) gaya kepemimpinan ini
menjadi dominan terjadi di dunia pesantren dan sangat penomenal sekali, kerena sampai sekarang type kepemimpinan seperti ini masih
mendominasi pesantren. Hal ini juga
bertolak dari ungkapan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dari dibuat (leader
is born not made).
Dalam teori trait dikatakan adalah study
kepemimpinan yang cepat didasari oleh asumsi bahwa kepemimpinan individual
mempunyai ciri khas dan karakteristik tersendiri secara pasti hal tersebut disebut
sebagai kepemimpinan bawaan dengan kemampuan individu.Pemimpin seperti itu
terlahir secara alami atau bakat (Taher A.Razik dan Austin D.Swarson, 41,1995)
Tugas seorang kyai memang multi
fungsi sebagai guru, mubaligh dan sekaligus manajer. Sebagai guru kyai
menekankan kegiatan pendidikan para santrti dan masyarakat sekitar agar
memiliki kepribadian muslim yang utama, sebagai mubaligh,kyai berupaya
menyampaikan ajaran islam kepada siapapun bedasarkan prinsip memerintahkan
kebaikan dan mencegah kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar) dan sebagai
manajer, kyai memerankan pengendalian dan pengaturan pada bawahannya (Hamdan
Farchan dan Syarifuddin, 2005)
Walaupun sosok seorang kyai sangat
mewarnai perkembangan pesantren baik ke dalam atau keluar seperti terkadang
dilakukan diluar strategi dan teori pembangunan yang dikeluarkan pemrintah,
tetapi berangkat dari penghayatan dan pengalaman yang kental didasari dengan
nilai keagamaan dan keihlasan dalam berjuang yang direalisasikan sebagai amal
kebajikan.Oleh karena itu melakukan kajian dan pendekatan dengan teoritis dan
ilmu sosial barat sulit untuk menembus realitas pesantren sebagai institusi
sosial keagamaan yang lebih mengedepankan nilai keislaman. Dipercaya bahwa
masyarakat mempunyai kepemimpinan bawaan atau bakat (leadreship trait
theories) yang mampu dan efektif tanpa memperdulikan situasi.Oleh karena
itu tidak ada dorongan yang lebih lama (Taher A.Razik,Austin D.Swanson)
Tetapi bukan berarti pesantren dengan figur
kyai, santri dan kelembagaannya tertutup bagi dunia luar dalam perkembangan
zaman terutama yang menyangkut pendidikan, bahkan tidak sedikit pesantren yang
menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan luar, perusahaan, intsatnasi
pemerintah atau swasta guna meningkatkan pelayanan dan peningkatan kwalitas
pondok baik dari segi manajmen akademik, administrasi, personalia, sumber daya
manusia dll. yang menyangkut kepentingan pondok.
Pesantren terbuka untuk dikaji korelasinya
dengan variabel-variabel yang ada, yang mempengaruhi suatu transformasi
sosial.Tetapi perlu diingat, gerak dan langgam sebuah pesantren sangatlah
diwarnai oleh watak dan kwalitas serta visi sang kyai dalam memberikan jawaban
terhadap alam sekelilingnya (Komaruddin Hidayat, 1985). Dalam perkembangan
berikutnya pesantren dalam ruang dan waktu tertentu semakin dinamis dalam
melayani masyarakat apalagi kemajuan teknologi dan peradaban manusia sangat
cepat berubah mereka para pengelola pesantren tampil memunyai ciri dan kekhsan
tersendiri yang dalam bahasa bisnis dikenal dengan prodak unggulan. Walaupun
tidak sedikit pesantren yang tampil tetap pada warna aslinya, karena ada etika
dikalangan kyai bahwa pesantrennya tidak ingin dibanding-bandingkan dengan
pesantren lainnya. Perjuaangan yang mereka lakukan semata karena keihlasan
serta kesanggupan tuntutan kewajiban
dalam bentuk ain atau kifayah yang
bernilai ibadah.
Kyai seperti yang penulis katakan
sebagai figur sentral, otoritatif, dan pusat seluruh perubahan dan kebijakan (
Masyhud dan Khusnuridho, 2003 ) Keidentikan kyai serjalan dengan kemajuan dan
kemunduran pesantern karena begitu kental kebijakan yang dilakukan seolah tidak
bisa orang lain mengintervensinya.Dalam pesantren kyai adalah pemimpin tunggal
yang memegang wewenang hampir mutlak, dalam hal ini tidak orang yang lebih
dihormati dari pada kyai (Pradjarta Dirdjosantojo, 1999). Keberadaan dan
suasana seperti ini tidak kaku dan diktator tetap terbuka ruang untuk
berdiskusi, tentunya kudu sesuai dengan nalar dan rasional dalam pandangan dan
pemikirannya.Kyai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan
pesantren. Orang lain tidak diberikan akses untuk mengendalikan sesuatu.
Ustadz, apalagi santri baru berani melakukan suatu tindakan diluar kebiasaan
setelah mendapat restu dari kyai. Dia ibarat raja, segala titahnya menjadi
konstitusi- baik tertulis maupun konvensi yang berlaku bagi kehidupan pesantren
( Mujamil Qomar,2005 ) meskipun demikian mantan mentri agama RI era orde lama Syaefudin Zuhri seorang tokoh
nasional yang besar di pesantren menilai dengan cara berbeda bahwa pesantren
justru memberi alam kebebasan dan demokratis sepanjang menyangkut proses
pembelajaran, pesantren memang melibatkan partisipasi orang lain, hampir tanpa
batas seperti tidak ada seleksi, tidak ada absen, tidak ada batas usia dan
tidak ada klasifikasi secara intelektual sehingga benar-benar demokratis
(Syaefudin Zuhri )
Model kepemipinan seperti ini banyak
pengamat atau pakar pendidikan sebagai suatu kelemahan yang perlu diperbaiki
dan membutuhkan solusi yang strategis.Untuk menembus ini bukanlah persoalan
mudah karena sudah begitu mengakar khususnya yang terjadi di pesantren
salafiyah, tetapi bukan berarti tertutup karena kyai seorang yang mempunyai
pandangan luas dan visioner, jadi tergantung bagaiaman pendekatan itu
dilakukan.
Penomena seperti ini tidak terjadi dan
terlihat di pesantren moderen yang telah dikelola secara profesional, kerana
kepemimpinan pesantren tidak lagi perpusat pada satu orang kyai (mono leadership) atau menggunakan kepemimpinan
keturunan atau bakat (trait leadership) tetapi sudah menganut
kepemimpinan kolektif (colektif leadership) yaitu sebuah kepemimpinan
dengan struktur organisasi komprehensif berupa pembagian dan pendelegasian tugas
yang jelas, sehingga masing-masing defisi mempunyai tugas dan tanggungjawab
kepada atasannya dalam menajalankan tugas.Semua kebijakan diambil melalui
keputusan rapat, demokratis dan profesional sehingga menghasilkan kerja yang
kolektif tetapi tetap terkoordinasi. Model kepemimpian seperti ini akan semakin
terlihat prestasi seorang dalam memimpin karena terus mendapat kontrol dari
yang lainnya, jika terdapat kesalahan maka dengan mekanisme yang ada bisa
diganti dengan yang lebih berprestasi. karena sifat dan dasar kepemimpinan
kolektif semua yang terlibat dalam organisasi tidak ada yang kebal aturan, lain
halnya pada kepemimpinan bawaan atau keturunan disamping tidak boleh diganti,
terasa tabu menegurnya sehingga susah untuk mengukur berhasil dan tidaknya dari
aspek menajemen.
Dengan
begitu kepemipinan yang didasari oleh keturunan semakin lama akan ditinggalkan
orang lain khususnya dalam dunia pesantren, kerena disamping tidak efektif
untuk mencapai tujuan organisasi, juga bisa menghambat perkembangan lembaga itu
sendiri khususnya dalam melayani tuntutan masyarakat yang semakin dipacu oleh
kebutuhan layananan pendidikan manajmen moderen yang mampu menghadapi
perkembangan zaman dan teknologi.
BAB III
KESIMPULAN
Pertumbuhan
pesantren dari masa ke masa terus mengalami perubahan yang terus meningkat
bahkan terkadang lebih cepat dari perkembangan lembaga pendidikan
lainnya.Tentunya alasan ini tidak subyektif, tetapi realitanya memang
demikian.Kemajuan dan perubahan pesantren bukan saja dari aspek manajmen dan
pengelolaan lembaga seperti kepemimpinan pesantren bukan lagi didasari oleh
menajemen keluarga yang turun menurun, tetapi sudah mengadopsi dan merekrut
tenaga diluar pesantren sehingga sudah terjadi pendelegasian tugas yang didapat
melalui proses administrasi dengan uji kemampuan dan kepatutan sehingga
menghasilkan tenaga yang profesional di bidangnya.
Dengan
demikian pengelolaan menajemen akademik atau kurikulum sudah tidak lagi
terpusat pada tokoh sentral tetapi lebih pada kebijakan yang berlaku yang
dikelurkan oleh pemerintah. Hasilnya memang menjadi ukuran dan jawaban bahwa
pesantren lebih cepart bergerak ketimbang lembaga pendidikan lain. Misalnya
banyak sekali siswa dan siswi pondok pesantren yang berhasil mengikuti lomba
fisika, matematika, biologi bahkan perakitan robot yang dimenangani dari pondok
pesantren, termasuk juga lomba atletik, penulisan karya ilmiyah,jambore pramuka
sampai pada penukaran siswa, mereka mampu bersaing dari sekolah unggulan baik
negri atau swasta.
Semua
fakta yang penulis utarakan merupakan bukti bahwa pesantren sebuah lembaga
pendidikan moderen dan demokratis, bukan sebaliknya seperti yang dilontrakan
oleh segelintir komonitas yang tidak paham dengan pondok pesantren.Tentu kita
berharap agar pesantren terus melakukan terobosan baru melalui program
pengembangan masyarakat yang berorientasi pada penyelesaian masalah ( problem
solving ) yaitu membantu masyarakat memecahkan masalahnya baik yang
berhubungan dengan ekonomi, sosial kemasyarakatan, pendidikan, budaya bahkan
terkadang yang menyangkut masalah konplik politik dari tingkat desa sampai
pusatyang dibangun oleh manajmen moderen khsusnya dalam model kepemimpinan
yakni dari kepemimpinan tunggal (mono leadership) menjadi kepemimpinan
Kolektif (colektif leadership)
Daftar
Pustaka
Dirjosanjoto,Pradjarta.
(1999) Memelihara umat kyai Pesantren-Kyai Langgar di Jawa,Yogjakarta,LKIS
Gorton,Richard,
A.Alston,Judy,Snowden Petra, Shcool Leadership& Administration, Mc Graw
Hill, USA, 2007
Hidayat
Komarudin .(1985a) Pesantren Dalam Perubahan, Jakarta, LP3S
K.Hoy,Wayne,
Miskel.G.Cecil, Educational Administration, Mc Graw Hill,USA, 2013
M.Sulton
Masyhud&Moh.Khurasauridlo. (2003) Manajemen Pondok Pesantren,
Jakarta,Diva Pustaka
Qomar
Muzamil. (2005 a ) Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta,
Erlangga
Qomar
Muzamil.(2007b) Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga
A.Razik,Taher,
D.Swanson ,Austin, Fundamental Concepts of
Educational and Manajment, Donnelley&Sons Company,USA, 1995
B.Manajemen Pendidikan
Islam
Mayoritas
penduduk indonesia beragama islam bahkan menjadi negara perbenduduk muslim
terbesar di dunia. Dengan kondisi seperti ini tentu saja tidak mudah memberikan
dan melayani semua kebutuhan hidup rakyat agar kesejahteraan penduduknya
benar-benar merata dan menyentuh semua kalangan khususnya dalam dunia
pendidikan.Karena diyakini bahwa kesejahteran dan taraf hidup suatu bangsa jika
sumber daya manusia yang dimiliki suatu bangsa sudah bagus. Melalui
pendidikanlah akan lahir ilmuan yang mampu membangun dunia ini dengan sebagal
potensinya untuk kesejahteraan manusia itu sendiri, baik yang berhubungan
kebutuhan hidup dunia terlebih kehidupan akhirat.
Capaian pendidikan tersebut bisa
dicapai apabila dibarengi dengan pengelolaan manajemen pendidikan yang
baik.Sebagai aset yang tersebar di berbagai wilayah ini membuka kesempatan bagi
bangsa indonesia untuk menata dan mengelolanya sesuai dengan sistem pendidikan
nasional (Husni Rahim, 2001). Memang sudah banyak lembaga pendidikan islam yang
dikelola oleh umat islam terutama yang beraflisiasi dengan oramas islam seperti
yang dimotori Muhammadiyah ribuan
sekolah dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi.Disamping itu Nahdhatul
Ulama dengan ribuan pesantren telah menghiasi nusantara ini, serta ormas lain
seperti Al Irsyad atau jami’at Khair. Kesemua telah menggunakan manajemen
pendidikan yang moderen dan profesional, bahkan tidak sedikit sekolah islam
yang menjadi fovorite masyarakat walau terus membutuhkan perbaikan.Ada beberapa
penomena yang menunjukkan kemajuan yang signifikan dan diminati masyarakat
sehingga muncul penilaian” Dulu masyarakat malu memasukkan anaknya ke sekolah
islam, tetapi sekarang malah memburu, khususnya sekolah yang telah maju (Mujamil
Qomar 2002 ). Azyumardi Azra bahkan menyebut gejala-gejala kemajuan yang
terjadi pada bebarapa lembaga pendidikan Islam itu sebagai bagian dari proses
santrinisasi atau kebangkitan Islam (Azyumardi Azra, 1999)
Tugas
ini menjadi pekerjaan kolektif semua pengelola pendidikan islam untuk
merumuskan strategi dan mengaflikasikannya guna terbentuknya pendidikan islam
yang terus meningkat kwalitasnya, riil dan orientasi pengembangannya. Kemajuan
dan perkembangan teknologi, budaya
masyarakat, gaya hidup, tuntutan karir, peradaban global pergaulan disamping
persaingan hidup yang semakin kompentitif berimbas pada semakin tinggi tuntutan
masyarakat memperoleh pelayanan pendidikan yang semakin berkwalitas.Kondisi ini
semakin menyadarkan bahwa pendidikan sebagai faktor penentu yang dominan
terhadap kemajuan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa.Tampaknya pertimbangan
dan minat masyarakat dalam memilih pendidian sudah bergeser dari nilai
ideologis ke pertimbangan rasional. Dengan kata lain untuk menyekolahkan putra-putrinya
pertimbangannya bukan saja pada identitas keislaman, namun mereka melakukan
proses seleksi ketat sehinga memperoleh sekolah yang keprofesionalannya bisa
dipertanggungjawabkan sebelum sekolah juga menjadi pertimbangan utama, atau
sekolah yang benar-benar dapat menghantarkan anaknya memperoleh pendidikan yang
berkwalitas.
Komonitas
ini terdapat pada kelompok muslim menengah keatas.Kurangnya tertariknya
masyarakat untuk memilih lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya bukan
karena telah terjadi pergeseran nilai-nilai ikatan keagamaan yang mulai
memudar,melainkan karena sebagian besar lembaga pendidikan Islam kurang
menjanjikan dan kurang resfonsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini
maupun mendatang ( A.Malik Fajar, 2005 ). Kecendrungan ini seharusnya disikapi
positif oleh pemangku pelaksana pendidikan Islam dengan terus meningkatkan
pelayanan dengan mutu menajemen sekolah yang terus meningkat sehingga mampu
mempengaruhi menambah minat dan kepercayaan masyarakat memilih pendidikan.Apabila faktor- faktor
yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan diidentifikasi,
paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih
suatu lembaga pendidikan, yaitu cita-cita, atau gambaran hidup masa depan,
nilai-nilai (agama) dan status sosial (A.Malik Fajar, 2005)
Oleh
karena itu yang harus dilakukan lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren
mampu membaca selera masyarakat dengan terus melakukan pembenahan berupa
orientasi yang terukur guna meningkatkan pelayanan dengan jaminan termasuk
kepemimpinan kolektif di lembaga tersebut yang lebih prima baik dalam ilmu
pengetahuan, ketrampilan atau kepribadian.Langkah ini membutuhkan keberanian
karena melanggar atau keluar dari kebiasaan pesantren yang dalam memilih
pemimpin secara turun-temurun.Abdurahman Wahid pemikir dari kalangan pesantren
berujar “ Kepemimpinan yang ada sering tidak mampu mengimbangi kemajuan dan
perkembangan pesantren yang dikelolanya ( E.Sobirin Nadj, 1985 )
C.Existensi
Pesantren
Pesantren merupakan
lembaga pendidikan tertua yang berada di republik ini, bahkan jauh sebelum
bangsa ini merdeka. Keberadaan utamnya adalah sebagai penyiaran Islam,
begitulah awal perkembangannya. Seiirng dengan perkembangan zaman kini
pesantren sudah banyak menglamami perubahan, tetapi tidak menghilangkan jati
dirinya, berada pada fungsinya yang asli yang selalu terpelihara di tengah arus
perubahan globalisasi yang cepat. Sebagai lembaga pendidikan yang tokoh
sentralnya seorang kyai terus eksis dikontennya sebagai pembawa perubahan
sosial di masyarakat.
Bahkan dengan arus
perubahan yang terkadang tidak terkendali itulah, pihak luar melihatnya sebagai keunikan wilayah sosial yang mengandung resistensi
terhadap dampak modernisasi.Sejarah mencatata Kehadiran pesantren bukan saja berkontribusi
bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan bangsa, tetapi juga ikut membangun karakter
bangsa yang kokoh yang tidak tergoyahkan.Seperti ketika negara ini dijajah oleh
bangsa lain, kyai bersama santri dan masyarakat ikut berjuang mempertahankan
negara kesatuan Republik Indonesia.Pesantren banyak berjasa bagi negri
ini,terutama dalam menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).
Sejak awal negri ini terlahir dari pesantern yang mengawalnya dar waktu ke
waktu,terutama pada saat-saat genting, para tokoh pesantern terlibat dalam
memperjuangkan kemerdekaan dan merumuskan idelogi Pancasila dan UUD 45 seta
menjaga komitmen NKRI sampai sampai saat ini.( Said Agil Siradj,2014)
Demikian pula ketika
negara ini dirongrong oleh komonis, komonitas pesantren bergerak bersama abri
menumpas paham yang merusak, baik dari sisi idelogi negara terlebih urusan yang
berkaitan dengan agama, teruama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren
telah menunjukkan eksistensinya di masyarakat, bahkan sampai sekarang peran itu
terus ditingkatkan bukan saja mencerdaskan anaka bangsa, tetapi telah
menyelenggarakan pendidikan formal mulai pendidikan pra sekolah sampai
pendidikan tinggi. Disamping itu pendanaan pesantren tidak lagi bergantung dari
iuran masyarakat tetapi sudah mempunyai sumber dana tetap dengan mendirikan
unit-unit usaha. Perubahan yang signifikan ini dikarenakan pengelolaan
pesantren tidak lagi kepemimpinan yang mono personal yang terpusat pada seorang
kyai, tetapi sudah menggunakan kepemimpinan kolektif sehingga segala tugas
dikerjakan oleh personal yang profesional di bidangnya.Perubahan struktur
organisasi di lembaga pesantren diharapkan akan menambah peran dan eksistensi
pesantren di tengah masyarakat yang semakin global
Dalam konteks sejarah
Indonesia, pesantren merupakan lembaga pendidikan dan sekaligus menjadi pusat
perubahan masyarakat melaui kegiatan penyebaran agama, terutama era pra
kolonial. Demikian halnya ketika memasuki era kolonialsasi bangsa-bangsa erofa
yang mengusai daerah-daerah di Nusantara, pesantren menjadi pusat perlawanan
terhadap kekuasaan perjajah.(Dawam Raharjo,1983) Dalam perjalanan sejarah bangsa indonesia dari
aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, hukum sampai dengan pertahanan negara
pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tidak pernah absen dalam membangun
bangsa dan kontribusi dan kecintaannya terhadap republik ini tidak perlu
diragukan lagi,meskipun lembaga ini besar dan mempunyai existensi kuat terlahir
dari masyarakat bawah yang kultur dan notabanenya budaya desa, namun rasa cinta
dan pembelaan terhadap bangsanya cukup besar oleh sebab perjuangan mereka yang
dilandasi rasa cinta tanah air, dan rasa bangga terhadap bangsa dan negara
tidak boleh terhenti (Habib Luthfi, 2014)
Dengan demikian
exsistensi pesantren di republik ini terus memperlihatkan peran sertanya yang
besar dalam membangun bangsa terutama dalam pendidikan sejak masa penjajahan,
pra kemerdekaan,orde lama, orde baru sampai sekarang memasuki masa reformasi tetap
survive dengan ciri hasnya tersendiri.
BAB
III
KESIMPULAN
Pertumbuhan
pesantren dari masa ke masa terus mengalami perubahan yang terus meningkat
bahkan terkadang lebih cepat dari perkembangan lembaga pendidikan
lainnya.Tentunya alasan ini tidak subyektif, tetapi realitanya memang
demikian.Kemajuan dan perubahan pesantren bukan saja dari aspek manajmen dan
pengelolaan lembaga seperti kepemimpinan pesantren bukan lagi didasari oleh
menajemen keluarga yang turun menurun, tetapi sudah mengadopsi dan merekrut
tenaga diluar pesantren sehingga sudah terjadi pendelegasian tugas yang didapat
melalui proses administrasi dengan uji kemampuan dan kepatutan sehingga
menghasilkan tenaga yang profesional di bidangnya.
Dengan
demikian pengelolaan menajemen akademik atau kurikulum sudah tidak lagi
terpusat pada tokoh sentral tetapi lebih pada kebijakan yang berlaku yang
dikelurkan oleh pemerintah. Hasilnya memang menjadi ukuran dan jawaban bahwa
pesantren lebih cepart bergerak ketimbang lembaga pendidikan lain. Misalnya
banyak sekali siswa dan siswi pondok pesantren yang berhasil mengikuti lomba
fisika, matematika, biologi bahkan perakitan robot yang dimenangani dari pondok
pesantren, termasuk juga lomba atletik, penulisan karya ilmiyah,jambore pramuka
sampai pada penukaran siswa, mereka mampu bersaing dari sekolah unggulan baik
negri atau swasta.
Pada
sisi lain keeksistensian pondok pesantren semakin dibutuhkan masyarakat bahkan
pemerintah selalu menaruh harapan besar kepada pesantren. Tidak sedikit kasus
yang pemerintah tidak bisa menyelesaikan seperti membasmi paham radikal,
kriminal, krisis mental sampai penyalahgunaan obat terlarang, sosial
kemasyarakatn bisa diselesaikan melalui peran pesantren lewat para kyai sebagai
orang yang paling disegani di masyarakat.
Dengan
menggunakan kemajuan manajemen moderen pengelolaan pesantren terus melakuakn
pembenahan dan perubahan termasuk peningkatan sentra ekonomi sebagai lahan
pendanaan operasional pesantren seperti pengelolaan unit-unit usaha dengan
super market, kantin sekola, percetakan, perpakiran, bazar, kerjasama dengan
dunia perbankan, disamping menjalin terus secara intens dengan lembaga swasta
atau negri yang berhubungan dengan dunia pendidikan, termasuk dengan pihak luar
negri khususnya dari negara timur tengah yang mempunyai perhatian lebih terhadap
perkembangan dan kemajuan dunia islam.
Semua
fakta yang penulis utarakan merupakan bukti bahwa pesantren sebuah lembaga
pendidikan moderen dan demokratis, bukan sebaliknya seperti yang dilontrakan
oleh segelintir komonitas yang tidak paham dengan pondok pesantren.Tentu kita
berharap agar pesantren terus melakukan terobosan baru melalui program
pengembangan masyarakat yang berorientasi pada penyelesaian masalah ( problem
solving ) yaitu membantu masyarakat memecahkan masalahnya baik yang
berhubungan dengan ekonomi, sosial kemasyarakatan, pendidikan, budaya bahkan
terkadang yang menyangkut masalah konplik politik dari tingkat desa sampai
pusatyang dibangun oleh manajmen moderen khsusnya dalam model kepemimpinan
yakni dari kepemimpinan tunggal (mono leadership) menjadi kepemimpinan
Kolektif (colektif leadership)
Daftar
Pustaka
Dirjosanjoto,Pradjarta.
(1999) Memelihara umat kyai Pesantren-Kyai Langgar di Jawa,Yogjakarta,LKIS
Gorton,Richard,
A.Alston,Judy,Snowden Petra, Shcool Leadership& Administration, Mc Graw
Hill, USA, 2007
Hidayat
Komarudin .(1985a) Pesantren Dalam Perubahan, Jakarta, LP3S
K.Hoy,Wayne,
Miskel.G.Cecil, Educational Administration, Mc Graw Hill,USA, 2013
M.Sulton
Masyhud&Moh.Khurasauridlo. (2003) Manajemen Pondok Pesantren,
Jakarta,Diva Pustaka
Qomar
Muzamil. (2005 a ) Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta,
Erlangga
Qomar
Muzamil.(2007b) Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga
A.Razik,Taher,
D.Swanson ,Austin, Fundamental Concepts of
Educational and Manajment, Donnelley&Sons Company,USA, 1995
Zuhri,Syarifudin.
(t.t) Guruku Orang-orang Dari Pesantren,Bandung, PT Al Ma’rif
Daftar
Pustaka
Ali,
Mukti, ( 1972 ) Beberapa Masalah Pendidikan di Indonesia,Yogjakarta,Nida
Azya, Azyumardi.(1989) Surah di Tengah
krisis;Pesantren Dalam Perspektif
Masyarakat, Jakarta,LP3M
A.Steenbink,
Karel.(1986) Pesantren, Madrasah, Sekolah,Jogjakarta, .
Dirjosanjoto,Pradjarta.
(1999) Memelihara umat kyai Pesantren-Kyai Langgar di Jawa,Yogjakarta,LKIS
Fajar,
A.Malik (2005 a ) Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta, Raja Grafindo
Persada
Fajar,
A, Malik (2005 b ) Strategi Pengembangan Pendidikan Islam dalam Era
Globalisasi, Yogjakarta, Aditya Media dan UIN Press
Fachran,Hamdan
& Syarifuddin ( 2005) Titik Tengkar Pesantren:Resolusi Konflik
Masyarakat Pesantren, Yogjakarta,Pilar Religius
Hidayat
Komarudin .(1985a) Pesantren Dalam Perubahan, Jakarta, LP3S
Haikal, Husin .( 1985 ) Beberapa Metode dan
Kemungkinan penerapannya di Pesantren,Jakarta, LP3ES
M.Sulton
Masyhud&Moh.Khurasauridlo. (2003) Manajemen Pondok Pesantren,
Jakarta,Diva Pustaka
Nadj,E,
Shobirin. (1985) Perspektif Kepemimpinan dan Manajmen Pesantren,
Jakarta, LP3ES
Rahim,
Husni. ( 2001) Arah Baru Pendidikan Islam di Indoensia, Jakarta, Logos
Wacana Ilmu.
Rahardjo,
Dawam. ( 1985 ) Perkembangan Masyarakat Dalam Perspektif Masyarakat,
Jakarta, LP3ES
Qomar
Muzamil. (2005 a ) Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta,
Erlangga
Qomar
Muzamil.(2007b) Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga
Zuhri,Syarifudin.
(t.t) Guruku Orang-orang Dari Pesantren,Bandung, PT Al Ma’rif
Agil
Siradj, Said, (2014) Pesantren,Pendidikan,Karakter,keutuhan NKRI, Matraman,
Rumah Kitab
Lutfi,
Habib, (2014) Cinta Tanah Air,Jakarta, Matraman,Rumah Kitab.
.Kyai Sebagai Pemimpin
Central
Kehadiran
seorang Kyai dalam pesantren merupakan suatu keharusan sebab sebagai tokoh
sentral dalam mengambil keputusan misalnya yang berhubungan dengan proses
belajar mengajar (akademik) atau penyelenggaraan pengelolalan ( manajmen) atau
yang berhubungan dengan kelembagaan
(adminitrasi) bahkan sampai estapert kepemimpinan ( regenerasi) dan hal
lain yang behubungan dunia pesantren.Oleh karena itu masyarakat tertarik untuk
mengirim anak dan sanak keluarganya belajar banyak yang mempertimbangankan
sosok kyainya, sehingga pribadi kyai sangat mewarnai keberadaan pesantren.
Dengan kata lain maju dan mundurnya pesantren berhubungan erat dengan kyai
sebagai tokoh sentral. Di Kalangan pesantren, kyai merupakan aktor utama.
Kyailah yang merintis pesantren, mengasuh,menentukan mekanisme belajar dan
kurikulum serta mewarnai kehidupan pesantren sehari-hari sesuai dengan keahlian
dan kecendrungan yang dimilikinya. Karena itu, karakteristik pesantren dapat
diperhatikan melalui profil kyainya ( Mujamil Qomar, 2007 )
Dalam pesantren tradisional (salafi)
yang mayoritas masih terdapat diseluruh republik ini umumnya dipimpin oleh
seorang kyai yang bersifat terun
menurun, artinya ketika seorang kyai sebagai pendiri (muasis) maka tapuk
kepemimpinan turun kepada anaknya atau mantunya atau orang lain tetapi masih
mampunyai silsilah keturunan kyainya. Dalam teori kepemimpinan yang ditulis
oleh Taher A.Razik dan Austin D.Swanson dalam bukunya Fundamental Concepts of Educational
Leadership and Management menyebutnya sebagai model Kepemimpinan turun menurun ,kepemimpinan indivu atau juga
dikatakan kepemimpin (Leadership Trait Theories)
Tugas seorang kyai memang multi
fungsi sebagai guru, mubaligh dan sekaligus manajer. Seabagai guru kyai
menekankan kegiatan pendidikan para santrti dan masyarakat sekitar agar
memiliki kepribadian muslim yang utama, sebagai mubaligh,kyai berupaya
menyampaikan ajaran islam kepada siapapun bedasarkan prinsip memerintahkan
kebaikan dan mencegah kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar) dan sebagai
manajer, kyai memerankan pengendalian dan pengaturan pada bawahannya (Hamdan
Farchan dan Syarifuddin, 2005)
Walaupun sosok seorang kyai sangat
mewarnai perkembangan pesantren baik ke dalam atau keluar seperti terkadang
dilakukan diluar strategi dan teori pembangunan yang dikeluarkan pemrintah,
tetapi berangkat dari penghayatan dan pengalaman yang kental didasari dengan
nilai keagamaan dan keihlasan dalam berjuang yang direalisasikan sebagai amal
kebajikan.Oleh karena itu melakukan kajian dan pendekatan dengan teoritis dan
ilmu sosial barat sulit untuk menembus realitas pesantren sebagai institusi
sosial keagamaan yang lebih mengedepankan nilai keislaman. Tetapi bukan berarti pesantren dengan figur
kyai, santri dan kelembagaannya tertutup bagi dunia luar dalam perkembangan
zaman terutama yang menyangkut pendidikan, bahkan tidak sedikit pesantren yang
menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan luar, perusahaan, intsatnasi
pemerintah atau swasta guna meningkatkan pelayanan dan peningkatan kwalitas
pondok baik dari segi manajmen akademik, administrasi, personalia, sumber daya
manusia dll. yang menyangkut kepentingan pondok.
Pesantren terbuka untuk dikaji
korelasinya dengan variabel-variabel yang ada, yang mempengaruhi suatu
transformasi sosial.Tetapi perlu diingat, gerak dan langgam sebuah pesantren
sangatlah diwarnai oleh watak dan kwalitas serta visi sang kyai dalam
memberikan jawaban terhadap alam sekelilingnya (Komaruddin Hidayat, 1985).
Dalam perkembangan berikutnya pesantren dalam ruang dan waktu tertentu semakin
dinamis dalam melayani masyarakat apalagi kemajuan teknologi dan peradaban
manusia sangat cepat berubah mereka para pengelola pesantren tampil memunyai
ciri dan kekhsan tersendiri yang dalam bahasa bisnis dikenal dengan prodak
unggulan. Walaupun tidak sedikit pesantren yang tampil tetap pada warna
aslinya, karena ada etika dikalangan kyai bahwa pesantrennya tidak ingin
dibanding-bandingkan dengan pesantren lainnya. Perjuaangan yang mereka lakukan
semata karena keihlasan serta
kesanggupan tuntutan kewajiban dalam bentuk ain atau kifayah yang bernilai ibadah.
Kyai seperti yang penulis katakan
sebagai figur sentral, otoritatif, dan pusat seluruh perubahan dan kebijakan (
Masyhud dan Khusnuridho, 2003 ) Keidentikan kyai serjalan dengan kemajuan dan
kemunduran pesantern karena begitu kental kebijakan yang dilakukan seolah tidak
bisa orang lain mengintervensinya.Dalam pesantren kyai adalah pemimpin tunggal
yang memegang wewenang hampir mutlak, dalam hal ini tidak orang yang lebih
dihormati dari pada kyai (Pradjarta Dirdjosantojo, 1999). Keberadaan dan
suasana seperti ini tidak kaku dan diktator tetap terbuka ruang untuk
berdiskusi, tentunya kudu sesuai dengan nalar dan rasional dalam pandangan dan
pemikirannya.Kyai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan
pesantren. Orang lain tidak diberikan akses untuk mengendalikan sesuatu.
Ustadz, apalagi santri baru berani melakukan suatu tindakan diluar kebiasaan
setelah mendapat restu dari kyai. Dia ibarat raja, segala titahnya menjadi
konstitusi- baik tertulis maupun konvensi yang berlaku bagi kehidupan pesantren
( Mujamil Qomar,2005 ) meskipun demikian mantan mentri agama RI era orde lama Syaefudin Zuhri seorang tokoh
nasional yang besar di pesantren menilai dengan cara berbeda bahwa pesantren
justru memberi alam kebebasan dan demokratis sepanjang menyangkut proses
pembelajaran, pesantren memang melibatkan partisipasi orang lain, hampir tanpa
batas seperti tidak ada seleksi, tidak ada absen, tidak ada batas usia dan
tidak ada klasifikasi secara intelektual sehingga benar-benar demokratis
(Syaefudin Zuhri )
Model kepemipinan seperti ini banyak
pengamat atau pakar pendidikan sebagai suatu kelemahan yang perlu diperbaiki
dan membutuhkan solusi yang strategis.Untuk menembus ini bukanlah persoalan
mudah karena sudah begitu mengakar khususnya yang terjadi di pesantren
salafiyah, tetapi bukan berarti tertutup karena kyai seorang yang mempunyai
pandangan luas dan visioner, jadi tergantung bagaiaman pendekatan itu
dilakukan. Penomena seperti ini tidak terjadi dan terlihat di pesantren moderen
yang telah dikelola secara profesional, kerana kepemimpinan pesantren tidak
lagi perpusat pada satu orang kyai ( sentralistik ) tetapi sudah menganut
kepemimpinan kolektif yaitu sebuah kepemimpinan dengan struktur organisasi
komprehensif berupa pembagian dan pendelegasian tugas yang jelas, sehingga
masing-masing defisi mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada atasannya dalam
menajalankan tugas.Semua kebijakan diambil melalui keputusan rapat, demokratis
dan profesional sehingga menghasilkan kerja yang kolektif tetapi tetap
terkoordinasi.
..........................................
[1]
Huseni Haikal, Beberapa Metode dan Kemungkinan Penerapannya di Pondok
Pesantren,Jakarta, P3M,1985 hal.25
[2]
M.Dawam Raharjo, Perkembangan Masyarakat Pesantren mengatakan Sementara
itu masih banyak pemikir atau cendekiawan yang berpendidikan barat tidak banyak
pengetahuannya, apalagi yang memahami hakekat pesntren, kalau tidak akan
dikatakan tidak peduli (ignorant) terhadap pesantren, tidak sepadan
dengan eksistensi lembaga yang kolosal ini.Mereka seolah-olah tidak menyadari,
bahwa telah banyak cendekiawan, pemimpin masyarakatyang berpengaruh,
wiraswastawan yang berhasil dan pemimpin politik yang berkaliber nasional dan
internasional yang telah dihasilkan oleh lembaga yang lama tidak dikenal itu
terutama sesudah kemerdekaan.
[3]
Mukti Ali, Beberapa Masalah Pendidikan di Indoensia, Yogyakarta, Nidia,
1972, Hal.24
[4]
M.Dawam Rahardjo, Perkembangan Masyarakat dalam Perspektif Pesantren, Jakarta,
LP3S, 1985
[5]
Azyumardi Azra, Surau di Tengah Krisis Pesantren Dalam Perspektif
Masyarakat, Jakarta, LP3S, 1989
[6]
Karel A.Steenbrink, Pesantren
madrasah sekolah, Jakarta, LP3ES, Tahun, 1986, Hal. 2
[7]
Op Cit, Hal. 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar