I. PENDAHULUAN
Setiap rasul dilengkapi dalam dakwahnya
dengan mukjizat. Di samping untuk menguatkan kerasulannya juga menambah kuat
dan percaya orang yang menerima dakwahnya. Mukjizat para rasul berbeda,
bukan saja kehebatan dan kekuatan, tetapi juga jumlahnya juga beragam. Semua
mukjizat berakhir sesuai dengan masa kerasulan, namun masih dapat dikenang
sampai sekarang. Jadi secara material tidak dapat dilihat lagi, lain halnya
dengan Al-Quran yang merupakan satu-satunya mukjizat yang sampai sekarang masih
dapat dilihat bahkan dirasakan sebagai pedoman hidup sampai dunia ini berakhir.
Namun watak manusia yang sombong dan angkuh terkadang menolak untuk tunduk
kepada manusia lain yang serupa dengannya selama manusia lain itu tidak membawa
sesuatu padanya yang tidak disanggupinya hingga ia mengakui, tunduk dan percaya
akan kemampuan manusia lain itu yang tinggi dan berada di atas kemampuannya
sendiri. Oleh karena itu rasul-rasul Allah di samping diberi wahyu, juga
merekan dibekali kekuatan dengan hal-hal luar bisa yang dapat menegakkan hujjah atas manusia sehingga mereka
mengakui kelemahannya di hadapan hal-hal laur biasa tersebut serta tunduk dan
taat kepadanya.[1]
Demikianlah Allah telah menentukan keabadian mukjizat
Islam sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya menandinginya, padahal
waktu yang tersisa cukup panjang dan ilmu pengetahuan pun telah maju pesat.
Pembicaraan tentang
kemukjizatan Al-Quran juga merupakan satu macam mukjizat tersendiri, yang di
dalamnya para penyelidik tidak bisa mencapai rahasia satu sisi daripadanya
sampai ia mendapatkan di balik sisi itu sisi-sisi lain yang disingkapkan
rahasia kemukjizatannya oleh zaman. Demikianlah persis sebagaimana dikatakan
oleh ar-Rafi’i: “Betapa serupa (bentuk pembicaraan) Quran, dalam susunannya
kemukjizatannya dan kemukjizatan susunannya dengan sistem alam, yang dikerumini
oleh para ulama dari segala arah serta diliputi dari segala sisinya. Segala
sisi itu mereka jadikan objek kajian dan penyelidikan, namun bagi mereka ia
senantiasa tetap menjadi makhluk baru dan tempat tujuan yang jauh”.
II. I’JAZUL QURAN
Ijaz menurut bahasa
artinya melemahkan. Dan mukjizat artinya sesuatu yang luar biasa, yang
ajaib, atau yang menakjubkan. Sedangkan menurut istilah mukjizat ialah sesuatu yang bernilai tinggi dan bisa
mengungguli semua masalah yang berkembang, di samping kedatangannya mukjizat
memang sedang dinanti oleh kaum.
Mukjizat itu hanya
diberikan oleh Allah kepada para Nabi atau Rasul Allah untuk menumbangkan
kepercayaan manusia yang telah mempertuhankan selain Allah SWT. Sebagai contoh
tentang mukjizat Nabi Ibrahim
AS. Ketika itu kaum Ibrahim
adalah orang-orang yang menyucikan berhala dan menjadikan berhala itu sebagai
sesembahan. Sewaktu meraka akan membakar Nabi Ibrahim, terlebih dahulu mereka
menghadap dan menyembah berhala itu dengan khidmat. Merekja mohon restu untuk
melemparkan Ibrahim ke tengah-tengah kobaran api.[2]
III. IJAZ DAN MUKJIZAT
Ilmu ini bernama ilmu I’jazil Qur’an. Suatu
nama yang terdiri dari tiga suku kata, yaitu kata ilmu, I’jaz, dan al-Quran.
- Pengertian Ijaz
Menurut bahasa kata i’jaz adalah mashdar adari
kata kerja a’jaza yang berarti
melemahkan. Kata a’jaza ini termasuk
fi’il ruba’i mazid yang bersal dari fi’il tsulatsi mujarrad ajaza yang berarti lemah, lawan dari qadara yang berarti kuat/mampu.
Kata
ijazul quran ialah melemahkannya al-Quran. Suatu kata makjud yang terdiri dari
dua kata yang dimudhafkan. Yaitu dimudhafkannya kata mshdar ijaz kepada pelakunya, yaitu al-Quran, sehingga berarti melemahkannya
al-Quran. Sedangkan ma’ulnya (objek yang
dilemahkan) dibuang/tersimpan. Bila didatangkan akan berbunyi:
إعجاز القرأن الناس عن الإتيان بما تحداهم به
(Dilemahkan kitab al-Quran
kepada manusia utnuk mendatangkan apa yang telah ditantangkan kepada mereka,
yaitu membuat kitab seperti ini)[3]
Sebab,
kitab al-Quran telah menantang para pujangga-pujangga Arab untuk membuat kitab
yang seperti al-Quran, tatpi dari dulu sampia sekarang tidak ada yang mampu
membuat tandingannya itu. Padahal tantangan al-Quran itu sudah berkali-kali
diturunkan, dan yang disuruh menandingi seluruh isi al-Quran, dikurangi hanya
supaya menandingi sepuluh surah saja, sampai terakhir hanya diminta membuat
tandingan satu surah saja pun tidak ada yang mampu menandinginya.
وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة من مثله
وادعوا شهدائكم من دون الله إن كنتم
صدقين
Dan jika kamu dalam keraguan tentang al-Quran yang
Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat yang semisal
al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah. Jika kamu adalah
orang-orang yang berpikir. (QS. Al-Baqarah:23)
Karena
itu, kitab al-Quran betul-betul ijaz atau benar-benar melemahkan manusia
seluruhnya, tidak ada seorang pun yang bisa menandingi tantangannya. mengenai
segi kemukjizatan al-Quran itu akan diterangkan kemudian.
- Pengertian Mukjizat
Arti mukjizat
secara etimologi ialah suatu hal
yang luar biasa, ajaib, atau menakjubkan. Menurut istilah ialah suatu yang luar biasa yang melemahkan manusia baik
sendiri maupun kolektif untuk mendatangkan sesuatu yang menyerupai/menyamainya
yang hanya diberikan kepada Nabi/Rasul Allah. Mukjizat itu merupakan hal yang
tidak sama dengan biasanya, yang menyebabkan orang tidak dapat mendatangkan
yang menyamainya.
Jadi,
mukjizat itu merupakan barang yang mu’jiz, atau yang melemahkan orang sehingga
tidak dapat menandinginya. ada yang berusaha menandinginya, tetapi tidak dapat
memenangkan pertandingan tiu. Mukjizat merupakan karunia Allah SWT. yang
diberikan kepada Nabi/Rasul, sehingga tidak mungkin ada manusia yang dapat
menandinginya.[4]
Jika ada
orang yang mengaku sebagai Nabi/Rasul dan berdakwah kepada manusia dengan
menegaskan bahwa dia diutus Allah SWT, maka bukti dari kebenaran ucapannya itu
adalah berupa mukjizat. Misalnya, seperti Nabi Musa AS. yang mengelurakna
tanganya dari saku bajunya, lal bercahaya dengan sinar terang , yang lain dari
tangan orang lain.
Lalu nabi
Musa AS. berkata, ”Saya datangkan dari sisi Allah hal yang luar biasa ini dalam
hal-hal yang kalian mahir dan sangat mengetahuinya. Saya tantang kalian meski
saya sendirian, untuk mendatangkan tandingan seperti ini. Dihadapan kalian
kesempatan terbuka luas, karena kalian juga punya keahlian dalam hal ini.
Silakan tandingi apa yang saya keluarkan tadi.”.
Orang yang
memiliki akal sehat, sudah barang tentu tidak ragu lagi, bahwa manusia jujur
yang disenjatai dengan mukjizat yang luar biasa tadi, tentulah benar-benar
seorang Nabi/Rasul. Segala yang disampaikannya adalah benar, apalagi bagi orang
yang sudah sejak lama mengetahui ihwal Nabi Musa tadi. Sedikitpun mereka tidak
akan menyangsikannya[5].
Dalam
pendapat dan pendangan ulama lain mengatakan, kata mukjizat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai ”kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kamampuan akal manusia”.
Pengertian ini tidak sama dengan pengrtian kata tersebut dalam istilah agama
Islam.
Kata
mukjizat terambil dari kata dalam bahasa Arab a’jaza yang berarti ”melemahkan atau menjadikan tidak mampu”.
Pelakunya (yang melemahkan) dinamakan mu’jiz
dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu
membungkam lawan, maka ia dinamai mu’jizat.
Tambahan ta’ marbuthah pada akhir
kata itu mengandung makna mubalaghah
(superlatif).
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama Islam,
anaara lain, sebagai ”suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui
seseorang yang mengaku sebagai Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang
ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal yang
serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu”.[6]
IV. SYARAT-SYARAT MUKJIZAT
Syarat-syarat mukjizat menurut penjelasan para
ulama ada lima, bila kelima-limanya tidak terpenuhi maka tidak dapat dikatakan
sebagai mukjizat.
- Mukjizat
harus berupa sesuatu yang tidak bisa disanggupi oleh makhluk apapun.
Seandainya datang seorang pada suatu masa dimana kedatangan rasul-rasul
masih mungkin, lalu ia mengaku membawa risalah yang menjadikan
mukjizatnya berupa ”biza berdiri dan duduk”, makan dan minum, dan bisa
bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Maka apa yang diakuinya ini
bukan berupa mukjizat dan tidak menunjukkan kebenarannya, karena semua
makhluk bisa berbuat seperti itu. Tetapi hendaknya mukjizat itu harus
terdiri dari suatu yang yang dimana manusia atau makhluk apapun tidak
bisa mengerjakannya, seperti membelah lautan, membelah bulan,
menghidupkan orang yang sudah mati dan seterusnya[7].
- Tidak
sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengna hukum alam. Yaitu
bertentangan dnegan adat. Kalau ada ada seorang yang mengaku nabi
berkata: mukjizatku adalah matahari terbity dari timur dan terbenam di
barat, dan siang akan muncul setelah malam, amaka yang ia akui itu bukan
mukjizat, karena hal-hal seperti ini meskipun tidak ada yang bisa kecuali
Allah SWT, itu tidak dikerjakan oleh dirinya sendiri dan memang sudah ada
sebelumnya, di samping tidak ada bukti yang menunjukkan kebenarannya[8].
- Mukjizat
harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seornag yang mengaku mambawa
risalah Ilahi sebagai bukti atas kebenaran dari pengakuannya. Yaitu
dinyatakan oleh seseorang yang mengaku sebagai nabi dan mukjizat itu
terjadi ketika dituntutnya sebagai bukti kebenaran pengakuannya. Apabila
seseorang mengaku bahwa mukjizatnya itu adalah benda padat bisa berubah
menjadi binatang atau manusia kemudian tidak berubah, maka tidak
menunjukkan atas kebenaran kelakuannya[9].
- Terjadi
bertepatan dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding menggunakan
mukjizat tersebut. Yaitu adanya mukjizat timbul sesuai dengan pengakuan
tidak sebaliknya ata bertentangan, karena kalau mukjizat tidak sesuai
dengan pengakuannya berarti mendustakan orang yang mengakuinya.
Diceritakan bahwa Musailamah al-Kadzab (semoga dilaknat Allah) diminta
kawan-kawannya untuk meludahi sumur agar airnya menjadi banyak, tetapi
sumur itu malah menjadi kering. Maka hal ini menunjukkan atas
kedustaannya[10].
- Tidak
akan ada seorangpun yang dapat membuktikan dan menandingi dalam
pertandingan tersebut. Mukjizat itu tidak bisa ditentang/ditandingi.
Apabila mukjizat itu bisa ditandingi, maka batallah kedudukannya sebagai
mukjzat dan tidak menunjukkan atas kebenaran orang yang memilikinya.
Paabila ada seorang yang bisa membelah lautan atau bulan, maka hal itu
bukanlah lagi menjadi sebuah mukjizat. Oleh karena itu Allah berfirman:
فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صدقين
Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Quran jika
mereka orang-orang yang benar. (QS. Ath-Thur: 34)
Kelima
syarat tersebut di atas bila terpenuhi semuanya, maka suatu hal yang timbul
dari kebiasaan tersebut adalah mukjizat yang menyatakan atas kenabian orang
yang mengemukakannya dan menyatakan bahwa mukjizat akan muncul dari tangannya.
Sebaliknya, bila kelia persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka tidaklah
disebut mukjizat dan bukan pula sebagai dalil dari kebenaran seseorang yang
mengakunya.
Selain itu
ada juga ulama yang memberikan syarat-syarat lain yang berhubungan dengan
kebenaran dari suatu peristiwa yang dikatakan sebagai mukjizat. Yaitu antara
lain:
1. Sesuatu yang di luar
dari kebiasaan manusia mengenai sunnah alam dan kenyataan yang terjadi
2. Disertai oleh
penghadangan atau tantangan dari orang yang mendustakan atau ragu-ragu
terhadapnya.
3.
Suatu urusan yang tidak punya penghadangan, lalu
ada kesempatan bagi seseorang untuk menentangnya dan dia lakukan saingannyam
maka ia tidak dinamakan mukjizat[11].
IV. MACAM-MACAM MUKJIZAT DAN CONTOHNYA
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi
dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material inderawi lagi tak
kekal, dan mukjizat imaterial, logis, lagi dapat dibuktikans sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu kesemuanya merupakan
jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan inderawi dalam arti
keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra
oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyempaikan risalahnya.
Sebagai
contoh, perahu Nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan
dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat. Tidak terbakarnya Nabi
Ibrahim dalam kobaran api yang sangat besar, kemudian tongkat Nabi Musa yang
berubah menjadi wujud ular besar, penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa atas
izin Allah, dan lain-lain. Kesemuanya bersifat material indrawi, sekaligus
terbatas pada lokasi tempat nabi tersebut berada, dan berakhir dengan wafatnya
masing-masing nabi. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad SAW. yang
sifatnya bukan indrawi atau material, namun dpat dipahami oleh akal. Karena
sifatnya yang demikian, maka ia tidak dibatasio oleh suatu tempat atau masa
tertentu. Mukjizat al-Quran dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan
akalnya dimana dan kapanpun[12].
Musa
tampil dengan membawa mukjizat berupa tongkat dari kayu, yang tidak bernyawa
dan tidak bergeral, tidak lembek dan tidak basah, kemudian Musa melemparakannya
dengan menyebut nama yang mengutusnya, tiba-tiba menjadi ular yang dapat
berjalan, sedangkan umat yang diajakn bertanding adalah hebat dan pandai dalam
hal sihir . Dan dalam bertanding ini umat tersebut menampilkan sihir yang
paling hebat, apalagi mereka berkelompok sedangkan Musa sendirian. Mereka
pandai dalam persoalan sihir sedangkan Musa sekalipun hidup di kalangan mereka
tidak pernah diketahui sebagai tukang sihir. Apakah mashi terdapat keraguan
ketika Musa melemparkan tongkatnya kemudian menelan apa yang mereka kemukakan
dari kepandaian sihir mereka[13].
فوقع الحق وبطل ما كانوا يعملون وألقي السحرة سجدين قالوا
ءامنا برب العالمين رب موسى وهرون
Karena itu nyatalah yang benar, dan batallah yang
selalu mereka kerahkan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka
orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta-merta meniarapkan diri
dengan bersujud. Mreka berkata: Kami beriman kepada Tuhan semesta alam (yaitu)
Tuhan Musa dan Harun
Ulama lain
membagi mukjizat menajdi dua macam, namun dengan menmggunakan istilah yang
berbeda.
1.
Berbentuk Hissiyah (dapat diraba)
Umpamanya:
Mukjizat para Nabi seperti ke luar unta Nabi Saleh dari dalam batu, tongkat
Nabi Musa yang menjadi ular, menyembuhkan orang sakit canggu dan belang kulit
oleh Nabi Isa.
Mukjizat
para nabi yang bersifat Hissiyah ini dapat diraba. Oleh karena itu maka ia akan
habis oleh masa. Yang dapat menyaksikan mukjizat-kukjizat tersebt hanyalah
orang-orang yang hidup semasa dengan kejadian mukjizat tersebut.
2. Berbentuk ’Aqliyah
(mengenai akal)
Umpamanya:
al-Quran Karim dan mukjizat Rasul SAW yang tetap ada. Mukjizat Rasul SAW
bersifat ’aqliyah dan masih ada
sampai Hari Kiamat. Seperti apa yang telah disabdakan oleh Rasul SAW:
Tidak
seorang Nabi pun dari para Nabi, kecuali mereka yang diberi seumpamanya.
Manusia mengimaninya. Adapun yang diberikan Allah kepada saya sebagai wahyu,
maka saya harapkan agar saya lah yang lebih banyak berpengikut pada Hari
Kiamat. (HR. Bukhari dalam Fathul Bari).[14]
VI.
MACAM-MACAM KEMUKJIZATAN AL-QURAN
Al-Quran sebagai mukjizat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
terus dapat dirasakan manfaatnya. Tidak akan berubah satu ayat pun, tidak akan
ketinggalan hukum yang dikandungnya pada abad berapapun. Karena al-Quran
mukjizat yang langsung datang dari Allah SWT. Kemukjizatan al-Quran adalah:
- Susunan
yang indah, berbeda dengan setiap susunan yang ada dalam bahasa
orang-orang Arab.
- Adanya
uslub yang aneh dan berbeda dengan semua uslub-uslub bahasa Arab.
- Sifat
agung yang tidak mungkin bagi seorang makhluk untuk mendatangkan yang
sesamanya.
- Bentuk
undang-undang yang detil dan sempurna yang melebihi setiap undang-undang
buatan manusia.
- Mengabarkan
hal-hal yang gaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan wahyu.
- Tidak
bertentangan dengan pengathuan-pengetahuan umum yang dipastikan
kebenarannya.
- Menepati
janji dan ancaman yang dikabarkan al-Quran.
- Adanya
ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya (ilmu pengetahuan agama
dna umum).
- Memenuhi
segala kebutuhan manusia.
- Berpengaruh
kepada hati dan pengikut musuh.
·
Gaya Bahasa
Yaitu
adanya susunan yang indah yang berlainan dengan setiap susunan yang
diketauhinya dalam bahasa Arab. Al-Quran tidak bisa disamai oleh apapun dalam
susunannya., al-Quran bukan susunan syair atau prosa. Hal itu telah dibuktikan
oleh tokh-tokoh sastra dan orasi para ahli pidato yang fasih dan jelas seperti
Walid ibn Mughirah, Utbah ibn Rabiah dan sastrawan-sastrawan lainnya.
·
Susunan Kalimat (Uslub)
Segi yang
kedua dalam kemukjizatan al-Quran ialah dari segi uslub yang mengagumkan dan
berbeda dengan semua uslum bahasa Arab. Al-Quran muncul dengan uslub yang
begitu baik dan indah, yang mampu mengagumkan orang-orang Arab karena langgam
dan keindahannya, keasyikan dan kemanisan susunannya. Di dalamnya terkandung
nilai-nilai istimewa dimana tidak akan terdapat dalam ucapan manusia yang
menyamai isi yang terkandung dalam al-Quran. Nabu Muhammad SAW. pernah membuka
kesempatan untuk bertanding melawan al-Quran, terbuktu semua sastrawan tidak
mampu dan mereka kebingungan, dan para ahli-ahli pidato pun lidahnya menjadi
bungkam. Hal itu (tantangan tersebut) dikemukakakn pada masa dimana kemampuan
untuk menunjukkan dan merealisasikan bidang sastra sangat memungkinkan. Dan
bakat suatu bangsa dalam bidang ini sdang tumbuh dengan subur. Dalam hal ini
az-Zarqany mengatakan: ”Ketahuilah bahwa bahasa Arab sejak turunnya al-Quran
sampai saat ini telah dilalui dengan berbagai fase pasang-surut, meluas dan
menyempit, bergerak dan statis, modern dan konservatif, sedangkan al-Quran
dalam semua keadaan dan fase-fase tersebut berada pada kedudukan yang paling
atas yang akan menguasai semuanya. Al-Quran akan tetap memancarkan cahaya dan
hidayahnya, melimpahkan keaslian dan keagungannya, menaglirkan lekembutan dan
kebesarannya, serta mengeluarkan keindahan dan kemegahannya.
Al-Quran
senantiasa membawa bendera kemukjizatan dan mengajakn bertanding dengan
bangsa-bangsa dunia dengan penuh keyakinan dan keperrcayaan sambil mengatakan
kebenaran dengan jelas dan kuat serta mengatakan kekuatan dan kemukjizatannya.
قل لئن اجتمعت الإنس والجن على أن يأتوا بمثل هذا القرأن لا
يأتون بمثله ولو كان بعضهم لبعض ظهيرا
Katakalah: ”Sesungguhnya jika manusia dan jin
berkumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan
mampu membuat yang serupa dengan dia. Sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain”. (QS. al-Israa: 88)
Al-Quran
dalam uslubnya yang begitu menakjubkan dan berbeda dengan uslub/susunan ucapan
manusia mempunya bebrapa keistimewaan. Antara lain:
1. Kelembutan al-Qurab
secara lafadzhiyah yang terdapat dalam susunan suara dan keindahan bahasanya.
2. Keserasian al-Quran
baik untuk orang awam maupun kaum cendikiawan dalam arti bahwa semua orang
dapat merasakan keagungan dan keindahan al-Quran.
3. Sesuai dengan akal
dan perasaan, dimana al-Quran memberikan doktrin pada akal dan hati serta
merangkum kebenran dan keindahan sekaligus.
4. Keindahan sajian
al-Quran serta susunan bahsanya, seolah-olah merupakan suatu bingkai yang dapat
memukau akal dan memusatkan tengapan serta perhatian.
5. Keindahannya dalam
lika-liku ucapan atau kalimat serta beaneka ragam dalam bentuknya, dalam arti
bawha satu makna diungkapkan dalam bebrapa lafadzh dan susunan yang
bermacam-macam yang kesemuanya indah dan halus.
6. Al-Quran mencakup dan
memenuhi persyaratan antara bentuk global dan bentuk yang terperinci (bayan).
7. Dapat dimengerti
sekaligus dengan melihat sagi yang tersurat.
·
I’jaz
Segi
kemukjizatan al-Quran yang ketiga adalah adanya sifat i’jaz yang indah, dan
kemegahan ucapan yang luar biasandi luar kemampuan manusia untuk menguasainya
dan mandatangkan persamaannya, karena hal itu berada di atas kemampuan serta kekuatan
manusia.
Pada suatu
ketika sorang Badui penggembala kambing mendengar al-Quran, tiba-tiba ia
menjatuhkan diridan bersujud kepada Allah SWT. Hal itu karena indahnya kitab
yang agung ini, dan aktifnya al-Quran mempengaruhi jiwa-jiwa pendengar. Ini menunjukkan
lembut dan halusnya perasaan para pengembala yang biasanya keras hati itu.
VII. TUJUAN I’JAZIL QURAN DAN SEJARAHNYA
Setelah
diketahui pengertian I’jazil Quran, perlu dijelaskan tujuannya, agar tidak
menimbulkan salah sangka. Sebab bukanlah menjadi tujuan al-Quran untuk
melemahkan manusia, tetapi ada tujuan yang khusus. Dan perlu pula dikaji
sejarahnya terutama perkembangan kitabnya.
Dari
pengertian I’jaz dan Mukjizat di atas, dapatlah diketahui bahwa tujuan I’jazil
Quran itu banyak, di antaranya yaitu:
a.
Membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW yang membawa mukjizat
kita al-Quran itu adalah benar-benar seorang Nabi/Rasul Allah. Berliau diutus
untuk menyampaikan ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusia dan untuk
mencanagkan tantangan supaya menandingi al-Quran kepada mereka yang ingkar[15].
b.
Membuktikan bahwa kitab al-Quran itu adalah
benar-benar wahyu Allh SWT, bukan buatan makhluk dan bukan juga tulisan Nabi
Muhammad SAW. Sebab seandainya al-Quran itu adalah buatan nabi Muhammad yang
seorang ummi (tidak pandai mambaca
dan menulis), tentu saja para pujangga Arab yang profesional dimana mereka
tidak hanya pandai menulis dan membaca, namun juga ahli dalam sastra, gramatika
bahasa Arab, dan balaghahnya akan bisa mmebuat seperti al-Quran. Kenyataannya
mereka tidak bisa membuat tandingan al-Quran, sehinga jelaslah bahwa al-Quran
itu bukan buatan makhluk[16].
c.
Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balahgha
bahsa manusia, karena terbukti para pakar pujangga dan seni bahasa Arab tidak
ada yang mempu mendatangkan kitab tandingan yang sama seeperti al-Quran, yang
telah ditantangkan kepeda mereka dalam berbagai tingkat dan bagian al-Quran[17].
d.
Menunjukkan dAya upaya dAn rekayasA umat manusIa
yang Tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongan dirinya. Mereka ingkar
tidak mau beriman mempercayai kewahyuan al-Quran dan sombong tidak mau menerima
kitab suci itu. Mereka menuduh bahwa kitab itu ahsil lamunan dan buatan Nabi
Muhamamd sendiri. Kenyataannya, para pujangga sastra Arab tidak mampu membuat
tandingan yang seperti al-Quran itu, walalupun hanya satu ayat saja[18].
Sedangkan
mengenai sejarah I’jazil Quran, ada ulama yang berpendapat orang yang pertama
kali menulis I’jazil Quran adalah Abu Ubaidah (w. 208 H) dalam kitabnya Majazul Quran. Lalu disusul oleh al-Farra
(w. 207 H) yang menulis kitab Ma’anil
Quran. Kemudian ada juga Ibnu Qithaibah yang mengarang Ta’wilu Musykilil Quran.
Pernyataan
tersebut dibantah oleh Abdul Qahir al-Jurjany dalam kitabnya dalilul I’jaz, bahawa semua kitab
tersebut di atas adalah bukan ilmu I’jazil Quran, melainkan sesuai dengan
nama-nama judulnya masing-masing.
Menurut Dr.
Shibhi ash-Shaleh dalam kitabnya Mabahis
fi Ulumil Quran, bahwa orang yang pertama kali membicarakan I’jazail Quran
adalah Imam al-Jahidh (w. 255 H), ditulis dalam kitab Nuzhumul Quran. hal ini seperti disyaratkan pada kitabnya yang
lain, al-Hawayan. Kemudian disusul
oleh Muhammad ibn Zaid al-Wasithy (w. 306 H) dalam kitabnya Í’jazul Quran, yang banyak mengutip isi
kitab al-Jahadhah. Selanjutnya dilanjutkan oleh Imam ar-Rumany (w. 384 H) dalam
kitab al-I’jaz, yang isinya mengupas
segi-segi kemukjizatannya. Kemudian disusul al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillany (w.
403 H) dalam kitab I’jazul Quran,
yang isisnya mengupas segi-segi kebalaghahan al-Quran, i samping dari segi
kemukjizatannya. Kitab ini sangat pupuler. Disusul Abd. Qahir al-Jurjany (w. 471 H) dalam kitab Dala’ilul I’jaz dan Asrarul Balaghah.
Para
pujangga modern seperti Musthafa Shadiq ar-Rafify menulis tentang ilmu ini
dalam kitab Tarikhul Adabil Arabi dan
Prof. Dr. Sayyid Quthub dalam bukunya at-Tashwirul
Fanni fil Quran dan at-Ta’birul Fanni fil Quran.
VIII. PENUTUP
Keagungan dan kesempuranaan al-Quran bukan hanya
diketahui atau dirasakan oleh mereka yang memepercayai dan mengharapkan
petujuk-petunjuknya, tapi juga oleh semua orang yang mengenal secara dekat
al-Quran. karena tiada suatu bacaan pun –sejak manusiamengenal baca-tulis
sekitar lima ribu tahun yang lalu– yang keadaannya sama dengan al-Quran. Bacaan
yang amat sempurna lagi mulia itu.
Tiada satu
bacaan pun yang dibaca oleh ratusan juta orang –baik mereka ynag mengerti
artinya maupun yang tidak– bahakan dihafal redaksinya, huruf demi huruf seperti
al-Quran. Lalu anehnya para juara pembacanya sering kali adalah mereka yang
bahasa ibunya buka bahasa al-Quran.
Tiada satu
bacaan pun yang mendapat perhatian sedemikian serius melebihi al-Quran,
perhatian yang tidak hanya tertuju kepada sejarahnya secara umum, tetapi
sejarahnya ayat-demi ayat, baik dari masa ketika Nabi Muhammad berada di tengah
para sahabat, namun jauh setelah masa Khulafatur Rasyidin, tabit tabi’in sampai
kepada kita sekarang ini, bahkan sampai hari kiamat. Umat Islam terus mengkaji
dan menggali makna yang terkandung di dalamnya. Satu hal yang membuktikan
al-Quran sesuatu mukjizat adalah membaca al-Quran. Mereka yang membaca al-Quran
bahkan sampai selesai (khattam) terus
bersemangat dan tidak pernah jenuh, walaupun tidak mengetahui arti dan
maksudnya. Banyak orang yang masuk Islam karena ketertarikan terhadap bahasa
dan iramanya. Sukar dicari dan ditemukan ada kalimay yang senang membacanya
tetapi tidak paham bahasanya, hanya al-Quran yang mampu meraih prestasi
tersebut. Apalagi memang bagi orang yang membacanya akan dicatat sebagai amal
ibadah.
Al-Quran
dipelajari redaksinya, dari segi penempatan kata demi kata, pemilihan kata
tersebut, baik yang tersurat, tersirat bahkan sampia kepada kesan-kesan yang
ditimbulkan oleh jiwa pembacanya (tafsir
isyari) yang kemudian pula dari al-Quran ditulis ratusan ribu jilid
tafsirnya generasi demi generasi hingga saat ini dan samapi pada masa yang jauh
ke depan.
Al-quran
tidak dibaca dengan asal bunyi saja, tapi diatur tata cara membacanya, seperti
mana yang harus dipanjangkan, dipendekkan, dipertebal atau diperhalus
ucapannya. Di mana tempat yang terlarang, boleh, atau harus bermula dan
berhenti, bahakn diatur pula lagu dan irama yang diperkenankan atau tidak,
sampai pada etika membacanya.
Di samping
itu, dihitung jumlahnya bukan hanya bagia terbesarnya (surah-surahnya), tetapi
sampai kepada ayat, kalimat, kata dan huruf-hurufnya sekalipun, dan kemudian
ditemukan rahasia-rahasia yang sangat mengagumkan dari perimbangan jumlah
bilangan kata-katanya.
Lalu bahasa yang digunakan yati bahasa
Arab, bukan semata Islam diturunkan dan Nabi dan keturunannya berbahasa Arab,
namun lebih dari itu. Misalnya bahasa Arab mempunyai dasar kata dari tiga huruf
mati yang dapat dimodifikasi dalam berbagai bentuk (turunan) dan mengandung
arti yang luas. Usman ibn Jinni (932 – 1002) seorang pakar bahasa Arab
menemukan bahwa pemilihan huruf-huruf kosakata oleh bahasa Arab bukanlah suatu
kebetulan, melainkan mengandung falsafah tersendiri. Jika kemukjizatan al-Quran
dapat ilihat dari banyak aspek, banyak para pakar yang terlibat di dalamnya.
Mereka tidak menemukan sesuatu yang meragukan di dalam al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
§ Al-Muzakkir. Studi
Ilmu-Ilmu Al-Quran (terjemahan). Jakarta. Litera. 2007
§ A. Syadzali, Ahmad. Ulumul
Quran II. Bandung. Pustaka Setia. 1997§ H. A. Jalal, Abdul. Ulumul Quran. Jakarta. Dunia Ilmu
§ Umar, H Moch Chudlori. Pengantar Studi Al-Quran (terjemahan). Bandung. Al-Ma’rif. 1984
§ Shihab, Quraisy. Mukjizat Al-Quran.
§ Masyhur, Kahar. Pokok-Pokok Ulumul Quran. Jakarta. Renika Cipta. 1992
§ Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya. Semarang. PT Putra. 1994
§ Nashiruddin al-Albani, Muhammad, Shahih al-Jami’ al-Shagir wa Ziyadatih, Beirut, Al-Maktab al-Islamiy, 1988
[1] Drs. Muzakkir, AS, Studi Ilmu-Ilmu
Al-Quran, Jakarta, Litera, 2007, hal. 370
[2] Drs. H.
Ahmad A\Syadzali ctc, Ulumul Quran II, Bandung ,
Pustaka Setia, 1997, hal. 9
[3] Prof. DR. H. Abdul Jalal HA, Ulumul
Quran, Jakarta, Dunia Ilmu, hal. 267
[4] Op. Cit, hal. 268
[5] Prof. DR. H. Abdul Djalal HA,
Op.Cit, hal. 269
[6] M. Quraisy Shihab, Mukjizat Al-Quran,
Jakarta, Mizan, 1997, hal. 23
[7] Drs. H. Moch. Chudlori Umar Ctc,
Pengantar Studi Al-Quran (Terjemahan), Bandung, Al-Ma’rif, 1984
[8] Ibid, hal. 114
[9] Ibid, hal. 114
[10] Ibid, hal. 114
[11] Drs. H. Kahar Masyhur, Pokok-Pokok Ulumul
Quran, Jakarta, Renika Cipta, 1992
[12] M. Quraisy Shihab, Op. Cit, hal. 36
[13] Drs. H. Moch Chudlory Umar, Op. Cit, hal.
112
[14] Drs. H. Kohar Masyhur, Op. Cit, Hal. 143
[15] H. Abd. Djalal, Op. Cit., hal. 270
[16] H. Abd. Djalal, Ibid., hal. 270
[17] H. Abd. Djalal, Ibid., hal. 270
[18] H. Abd. Djalal, Ibid., hal. 270
Tidak ada komentar:
Posting Komentar