Sabtu, 29 Oktober 2016

KEPEMIMPINAN KOLEKTIF PESANTREN



BAB  I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Pesantern merupakan lembaga pendidikan tertua di indonesia  karena kifrahnya jauh sebelum Bangsa Indoensia merdeka. Ribuan pesantren yang tersebar luas di kawasan republik ini telah berhasil mengisi sebagian kekosongan pendidikan di Indonesia .Pesantren atau pondok adalah lembaga yang mewujudkan proses wajar perkembangan sistim pendidikan Nasional.Seandainya negri kita tidak mengalami penjajahan, tentulah pertumbuhan sistem pendidikan di Indoensia akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren itu[1] Lembaga pendidikan ini memiliki khazanah sejarah tersendiri kerena sudah ada lama  sebelum lahirnya proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945[2] . Dalam perjalanannya, lembaga  pesantren selalu mengalami dinamika yang tidak pernah berhenti , sejalan dengan perubahan sosial yang terjadi [3].Lembaga pendidikan berbasis agama tersebut  mempunyai peran dan  kontribusi besar  terhadap peningkatan pendidikan anak bangsa  tidak diragukan lagi, banyak  para tokoh formal atau non formal yang berkecimpung dalam  kemasyarakatan atau birokrasi pemerintahan. Namun demikian masih banyak para tokoh terutama yang berpendidikan barat yang tidak mengetahuinya.[4]
Perjuangan  pesantren boleh dikatakan hampir tidak terhenti dan lepas dari perjalanan bangsa ini, seperti masa penjajahan, belanda dengan resolusi pada tahun 1825  membatasi jumlah jamaah haji.Pada sisi lain kerena  takut dan khawatir kekuasaannya hilang, mereka  terus menghalangi proses dan ruang -gerak pendidikan yang mayoritas dikelola para kyai. Tetapi dengan kegigihan dan kemauan besar untuk membangun bangsa, kususnya dalam dunia pendidikan dan penanaman karakter, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para tokoh pesantren bersama santri terus melakukan perlawanan mengusir penjajah.  Mereka terus berjuang di garda terdepan melawan bangsa belanda, jepang dan tentara sekutu dengan perlawanan  yang sangat heroik. Diantaranya KH. Hasyim As’ari dari pesantren tebuireng (1871-1947)  KH.Cholil dari Madura ( 1235-1343) KH Abbas dari Buntet ( 1879-1946) KH.Bisri Syamsuri dari Cirebon-Buntet ( 1886-1980) KH.Mahrus Ali dari  Denanyer-Jombang ( 1906-1985) dari lirboyo, Kediri dan lain-lain[5]
Pesantren juga banyak berjasa bagi negri ini, terutama dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan republik Indoensia (NKRI).Sejak awal negri ini terlahir dari pesantren yang pengawalannya dari waktu ke waktu, terutama pada saat genting. Para Tokoh pesantren terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan dan merumuskan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 45, serta menjaga komitmen  NKRI  sampai saat ini[6]      
Pada masa kemerdekaan pesantren secara internal  juga menghadapi ujian dan tantangan yang tidak ringan kerena harus berhadapan dengan pemerintah yang melakukan penyeragaman atau pemusatan pendidikan nasional yang tentu saja masih menganut sistem barat ala Snouck Hurgronje.Akibatnya pengaruh  pesantren pun menurun , jumlah pesantren berkurang, hanya pesantren besar yang mampu bertahan. Hal ini disebabkan pemerintah mengembangkan sekolah umum sebanyak-banyaknya. Hebatnya walau tertekan oleh kebijakan pemerintah tetapi semangat membangun dan membela negara ini dari paham komonis yang akan merusak kedaulatan republik ini tetap bergelora. Pada masa orde lama komonitas pesantern bersama Abri harus berhadapan dengan kaum komonis yang puncaknya meletus peristiwa G30 S PKI. Keberadaan pesantren terus teruji ketika memasuki masa reformasi dan terus berlanjut sampai sekarang. Diantaranya  pesantren harus menerapkan kurikulum nasional sebagai kompensasi diakuinya lulusan pesantren baik dalam pekerjaan atau melanjutkan studinya ke sekolah umum atau perguruan tinggi.   Karena pada saat itu keberadaan pesantren dengan kyai sebagai tokoh sentral  di pondok pesantren bukan sekedar berfungsi sebagai pemimpin tetapi juga sebagai pemilik,bahkan lebih jauh kyai nampaknya sebagai pusat segala-galanya dalam pondok[7]  termasuk penerapan kurikulum masuk wilayah otoritasnya yang baku.  
.Dalam kepemimpinannya seorang kyai, pesantren bukan saja memberikan pendidikan kepada masyarakat, terutama yang berkaitan dengan ilmu agama, tetapi juga menanamkan dan menumbuhkan kehidupan lintas kesukuan karena heteroginnya kehidupan di masyarakat yang jika tidak dipupuk dan disuburkan dengan nilai-nilai agama dan sosial maka sangat rentan dengan konplik dan perdebatan antar suku yang akhirnya merusak tatanan sosial di masyarakat.
Dalam banyak hal, pesantren secara sosiologis dapat dikatagorikan sebagai subkultur dalam masyarakat karena ciri-cirinnya yang unik, seperti adanya cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti secara hierarki kekuasaan tersendiri yang ditaati sepenuhnya[8]   
Sebagai sebuah lembaga yang mempunyai sistem kehidupan yang berbeda bahkan terlihat unik termasuk dengan simbol-simbolnya, terus berkembang dan terbenutuk secara alamiah. Semua unsur yang datang dan bergabung harus menyesuaikan diri walaupun bertolak belakang dengan kehidupan bahkan nilai-nilai yang selama ini dihormati dan dijalani dalam beriteraksi sosial.
Pola kehidupan di pesantren terbentuk secara alamiah melalui proses penanaman nilai-nilai yang lengkap dengan simbol-simbolnya, adanya daya tarik keluar, serta berkembangnya suatu proses pengaruh-mempengaruhi dengan masyarakat luarnya. Sebagaimana dapat diperlihatkan  dari gambaran lahiriahnya, simbil pisik pesantren yang terdiri atas masjid, pondok, dan rumah tinggal kyai, memperlihatkan pola kehidupan yang khas sebagai komonitas beragama yang beranggotakan para santri dengan kyai sebagai pemimpin utamanya  [9]
   
Bahkan dengan arus perubahan yang terkadang tidak terkendali itulah, pihak luar melihatnya  sebagai keunikan  wilayah sosial yang mengandung resistensi terhadap dampak modernisasi.Sejarah mencatat kehadiran pesantren bukan saja berkontribusi bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan  bangsa, tetapi juga ikut membangun karakter bangsa yang kokoh yang tidak tergoyahkan  baik dari sisi idelogi negara terlebih urusan yang berkaitan dengan agama, terutama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren telah menunjukkan eksistensinya di masyarakat, bahkan sampai sekarang peran itu terus ditingkatkan bukan saja mencerdaskan anaka bangsa, tetapi telah menyelenggarakan pendidikan formal mulai pendidikan pra sekolah sampai pendidikan tinggi.Hal ini membuktikan bahwa kontribusi pesantren dalam membangun bangsa dari berbagai aspek pendidikan,kepemimpinan, sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, seni budaya khususnya keagamaan (mental-spritual) tidak diragukan baik melalui pendidikan formal atau nonformal. Jumlah   abituren pesantren yang menjadi tokoh dimasyarakat atau berperan aktif di pemerintahan sangat banyak dan jumlahnya ribuan orang. Karena keihlasan mereka dan tanpa pamrih dalam bekerja serta berjuang demikian kultur yang berlaku dalam dunia pesantren, maka tidak terekam dalam data sejarah perjalanan perjuangan bangsa (ekspos)  yang sebenarnya layak bagi mereka menyandang pahlawan nasional. Satu diantaranya adalah KH.Idham Chalid orang pesantren murni yang kiprah dan perjuangannya sangat mempengaruhi perjalanan bangsa ini.[10]
Lembaga pendidikan ini begitu besar Kontribusinya terhadap anak bangsa sebagai bentuk keikutsertaan mereka dalam memajukan bangsa khususnya dalam dunia pendidikan sehingga tidak diragukan lagi  karena telah banyak menghasikan para tokoh formal atau non formal yang berkecimpung dalam banyak aspek kehidupan kemasyarakatan atau birokrasi pemerintahan. Namun demikian masih banyak para tokoh terutama yang berpendidikan barat yang tidak mengetahuinya[11]
            Menghadapi masa depan pesantren sudah pasti akan mengalami tantangan yang semakin besar dan sangat pariatif. Hal ini bukan saja dari perubahan zaman dengan semakin menglobalnya kebutuhan dan perubahan pola hidup manusia, tetapi semakin terbuka pola pikir masyarakat yang menyebabkan meningkatnya tuntutan mereka terhadap perbaikan manajemen organisasi dan administrasi yang semakin terbuka, dan model kepemimpinan yang tidak sentralistik, tetapi sebaliknya yakni pesantren harus menggunakan kepemimpinan kolektif sebagai realisasi keberlangsungan manajemen moderen dengan pembagian tugas yang jelas sesuai dengan bidang dan kompetensi masing-masing sehingga ada pertanggungjawaban yang sehat. Dengan demikian figur kyai di pesantren tidak terbebani segala macam persoalan pesantren seperti yang terjadi pada pesantrern tradisonal dan milik pribadi yang bercirikan mereka bebas merencanakan pola pengembangannya karena tidak ada ikatan kelambagaan atau sturktur organisasi. Semua bergantung pada kehendak perorangan yang sering kali kurang berbobot, tidak konsisten, lemah segi konsep dan tidak permanen dalam melaksanakan kebijakan.Hal ini terjadi karena tidak terstruktur dalam suatu pola yang dapat menerima masukan sehingga tidak menghasilkan tatanan sistem yang obyektif. Dengan demikian susah untuk dievaluasi baik pada aspek kemajuan atau kemunduran, disamping itu kepengurusan yang tidak mempunyai batas waktu, walaupun kyai sebagai pemilik pesantren selalu terbuka kepada siapa saja dan mempunyai jiwa demokratis tetapi akan menghadapi kendala dan kerentanan sosial.                 
Keberadaan dan suasana seperti ini tidak kaku dan diktator tetap terbuka ruang untuk berdiskusi, tentunya kudu sesuai dengan nalar dan rasional dalam pandangan dan pemikirannya.Kyai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren. Orang lain tidak diberikan akses untuk mengendalikan sesuatu. Ustadz, apalagi santri, baru berani melakukan suatu tindakan diluar kebiasaan setelah mendapat restu dari kyai. Dia ibarat raja, segala titahnya menjadi konstitusi- baik tertulis maupun konvensi yang berlaku bagi kehidupan pesantren [12]  

            Model kepemipinan seperti ini banyak pengamat atau pakar pendidikan sebagai suatu kelemahan yang perlu diperbaiki dan membutuhkan solusi yang strategis khususnya dari aspek manajemen pengelolaannya. Oleh karena itu manajemen yang lemah merupakan satu sisi kelemahan pesantren tradisional. Padahal manajemen yang mapan untuk sebuah institusi semacam pesantren sangat diperlukan agar keberlangsungan proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan baik[13]. Untuk menembus ini bukanlah persoalan mudah karena sudah begitu mengakar khususnya yang terjadi di pesantren salafiyah sayangnya idealisme itu menjadi kandas lantaran pola-pola manajemen yang kontra produktif. Pengelolaan pesantren salafiyah acap kali tidak mengikuti kaidah-kaidah manajerial yang lazim berlaku di berbagai lembaga, termasuk lembaga pendidikan.masih banyak pesantren yang belum memiliki misi dan budaya kerja birokratis, akuntabel,dan siap meghadapi persaingan langsung .Karakter ini berdampak pada cara melakukan perubahan pada pesantren[14].Tetapi bukan berarti untuk melakukan perubahan dari manajemen tradisional (sentralistik) kepada manajemen profesional kolegial (kolektifitas) tertutup, karena kyai seorang yang mempunyai pandangan luas dan visioner, jadi tergantung bagaiaman pendekatan itu dilakukan. Penomena seperti ini tidak terjadi dan terlihat di pesantren moderen yang telah dikelola secara profesionalme yakni berdasarkan keahlian (skill)  baik human skill, conceptual skill maupun tehnical skill secara terpadu.Akibatnya ada perencanaan yang matang,distribusi kekuasaan yang terbatas dan kewenangan yang tidak diktator. kerana kepemimpinan pesantren tidak lagi perpusat pada satu orang kyai (sentralistik) tetapi sudah menganut kepemimpinan kolektif yaitu sebuah kepemimpinan dengan struktur organisasi komprehensif berupa pembagian dan pendelegasian tugas yang jelas, sehingga masing-masing defisi mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada atasannya dalam menajalankan tugas.Semua kebijakan diambil melalui keputusan rapat, demokratis dan profesional sehingga menghasilkan kerja  kolektif tetapi tetap terkoordinasi.
            Jadi kelembagaan dikendalikan secara bersama yang di motori oleh dewan seperti yang terjadi pada manajmen perusahaan dimana ketua dewan sebagai pimpinan, sekeretaris, bendahara yang masing-masing bagian dipimpin oleh ketua bagian.bahkan dalam kasus tertentu jabatan itu tidak dengan satu orang, tetapi lebih. Hal ini dilakukan dalam rangka semua pekerjaan dapat berjalan efektif, efisien dan ada tanggungjawab moral yang besar, disamping ada perasingan positif ( positif competation )   antar bagian ( section ) .Dengan demikina otoritas kepemimpinan bisa berjalan sesuai dengan forsi wewenang yang dimiliki seperti meliputi kekuasaan untuk memaksa (coersive ) , memberikan penghargaan kepada yang berpresatsi baik ( reword )  atau bisa juga kewibawaan ( charisma ). Semua itu ditentukan oleh tingkat pendidikan dan kompetensi mereka sebagai pejabat yang diberi wewenang dan otoritas penuh ( amanah ) .
            Dengan demikian,  semua bagian bisa bekerja dengan baik, tidak ada satu bagian walau pada tahap bawah yang tidak berkontribusi, semua bekerja. Maka akan terlihat harmonisasi dan saling berkolabirasi untuk mencapai tujuan organisasi secara bersama sesuai dengan struktur sebagai bentuk tanggungjawab. Terjadinya perubahan kepemimpinan di pesantren yang terpusat pada satu orang kiai ( mono central )  menjadi kepemipinan kolektif yaitu dengan pembagian peran, tugas, fungsi serta kekuasaan otoritas terbatas, justru menambah dan mendatangkan figur kiai disebuah peasntren semakin vital karena berada dalam dewan kekiaian (majlis Masyayih )
Sekarang banyak pesantren yang melakukan konsolidasi kelembagaan, khususnya aspek kepemimpinan dan manajemen yang secara tradisional dipegang oleh satu atau dua orang kyai pendiri pesantren yang bersangkutan atau keturunannya.Perkembangan kelembagaan pesantren ini,terutama disebabkan adanya diserfikasi pendidikan yang diselenggarakan, sehingga kepemimpinan tunggal kyai tidak memadai lagi.Banyak pesantren kemudian mengembangkan kelembagaan yayasan, yang pada dasarnya merupakan kepemimpinan kolektif[15]  
Kesemua telah menggunakan manajemen pendidikan yang moderen dan profesional, bahkan tidak sedikit sekolah islam yang menjadi fovorite masyarakat walau terus membutuhkan perbaikan.Ada beberapa penomena yang menunjukkan kemajuan yang signifikan dan diminati masyarakat sehingga muncul penilaian” Dulu masyarakat malu memasukkan anaknya ke sekolah islam, tetapi sekarang malah memburu, khususnya sekolah yang telah maju[16]  Azyumardi Azra bahkan menyebut gejala-gejala kemajuan yang terjadi pada bebarapa lembaga pendidikan Islam itu sebagai bagian dari proses santrinisasi atau kebangkitan Islam[17]

Setelah terjadinya perubahan pola kepemimpinan dan manajemen dalam pesantren,maka peran kyai yang begitu sentral dan penentu kebijakan tunggal karena sebagai  pemilik mulai berkurang seperti yang terjadi pada masa lalu dalam dunia pesantren.Pola ini berubah karena pesantren sudah milik institusi yang tidak lagi bergantung pada perorangan tetapi berpulang pada kebutuhan institusi, lengkap dengan instrumen mekanisme dan sistem yang jelas.
Perpesktif kepemimpinan kolektif di sebagian pesantren sebagai banyak ditemua hasil penelitian, kiranya telah menjawab kekhawatiran  masyarakat terhadap sistem kepemimpinan pesantren selama ini, [18]sebagaimana pandangan A’la bahwa selama ini perilaku kepemimpinan kolektif pesantren sebagaimana dalam organisasi dewan kiai diatas semakin meyakinkan[19]  
 Sehingga untuk mengukur maju dan mundurnya pesantren dalam menjalankan kebijakan terukur dengan obyektif sesuai hasil keputusan kolektif sebagai alat kontrolnya. Kenyataan ini merupakan satu indikator  dan faktor penting dunia dalam pesantren guna menghadapi perkembangan dan perubahan zaman yang begitu cepat khsusnya dalam dunia pendidikan.   
Tugas ini menjadi pekerjaan kolektif semua pengelola pendidikan islam untuk merumuskan strategi dan mengaflikasikannya guna terbentuknya pendidikan islam yang terus meningkat kwalitasnya, riel, visioner, bertanggungjawab  dan semakin jelas orientasi pengembangannya. Kemajuan dan perkembangan  teknologi, budaya masyarakat, gaya hidup, tuntutan karir, peradaban global, modernitas pergaulan,  disamping persaingan hidup yang semakin kompentitif berimbas pada semakin tinggi tuntutan masyarakat memperoleh pelayanan pendidikan yang semakin berkwalitas.Kondisi ini semakin menyadarkan bahwa pendidikan sebagai faktor penentu yang dominan terhadap kemajuan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa.Tampaknya pertimbangan dan minat masyarakat dalam memilih pendidikan sudah bergeser dari nilai ideologis ke pertimbangan rasional. Dengan kata lain untuk menyekolahkan putra-putrinya pertimbangannya bukan saja pada identitas keislaman, namun mereka melakukan proses seleksi ketat sehingga memperoleh sekolah yang keprofesionalannya bisa dipertanggungjawabkan.
Komonitas ini terdapat pada kelompok muslim menengah keatas.Kurangnya tertariknya masyarakat untuk memilih lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya bukan karena telah terjadi pergeseran nilai-nilai ikatan keagamaan yang mulai memudar,melainkan karena sebagian besar lembaga pendidikan Islam kurang menjanjikan dan kurang resfonsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini maupun mendatang[20].

Kecendrungan ini seharusnya disikapi positif oleh pemangku pelaksana pendidikan Islam khususnya pesantren dengan terus meningkatkan pelayanan dengan mutu menajemen sekolah yang terus meningkat sehingga mampu mempengaruhi menambah minat dan kepercayaan masyarakat  memilih pendidikan.Apabila faktor- faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan diidentifikasi, paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih suatu lembaga pendidikan, yaitu cita-cita, atau gambaran hidup masa depan, nilai-nilai (agama) dan status sosial[21]
Oleh karena itu yang harus dilakukan lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren mampu membaca selera masyarakat dengan terus melakukan pembenahan berupa orientasi yang terukur guna meningkatkan pelayanan dengan jaminan kepada masyarakat termasuk kepemimpinan kolektif di lembaga tersebut yang lebih prima baik dalam ilmu pengetahuan, ketrampilan atau kepribadian.Langkah ini membutuhkan keberanian karena melanggar atau keluar dari kebiasaan pesantren yang dalam memilih pemimpin secara turun-temurun.Abdurahman Wahid pemikir dari kalangan pesantren berujar “ Kepemimpinan yang ada sering tidak mampu mengimbangi kemajuan dan perkembangan pesantren yang dikelolanya[22]
Jadi Pesantren harus cepat membaca perubahan kultur masyarakat dan cerdas dalam bergerak menggunakan manajemen moderen dalam pengelolaan pesantren. Disamping terus melakuakn pembenahan dan perubahan organisasi dengan melibatkan banyak personil dan menempatkan pada kompetensinya sehingga sistem dapat berjalan  guna mencapai tujuan organisasi.  Langkah lain menjalin terus secara intens dengan lembaga swasta atau negri yang berhubungan dengan dunia pendidikan, termasuk dengan pihak luar negri khususnya dari negara timur tengah yang mempunyai perhatian lebih terhadap perkembangan dan kemajuan dunia islam.
Semua fakta yang penulis utarakan merupakan sebuah argumen utuk membuktikan bahwa pesantren sebuah lembaga pendidikan moderen dan demokratis, bukan sebaliknya seperti yang dilontarkan oleh segelintir komonitas yang tidak paham dengan pondok pesantren.Tentu kita berharap agar pesantren terus melakukan terobosan baru melalui program pengembangan masyarakat yang berorientasi pada penyelesaian masalah ( problem solving ) yaitu membantu masyarakat memecahkan masalahnya baik yang berhubungan dengan ekonomi, sosial kemasyarakatan, pendidikan, budaya bahkan terkadang yang menyangkut masalah konplik politik.Kesemuanya baru tercapai dengan baik, jika kepemimpinan di pondok pesantren tidak lagi bertumpu pada seorang kyia, tetapi kepemimpinan kologial yang bersifat kolektif.    .                      
  1. Fokus dan Sub Fokus
Fokus utama penelitian ini adalah profil kepemimpinan di Pondok Pesantren Darun Najah pusat ulujami yang akan dijabarkan pada sub Fokus sebagai berikut
1.      Kepemipinan di Pondok Pesantren Darun Najah Pusat Ulujami Jakarta selatan, yang meliputi model kepemimpinan, tugas dan fungsi pimpinan
2.      Ghirah kepemimpinan di Pondok Pesantren meliputi: tujuan kepemimpinan, Ketrampilan kepemimpinan, faktor yang mempengaruhi dan gaya kepemimpinan
3.      Perilaku kepemimpinan, pengambilan keputusan, penyelesesain konplik, membangun kinerja dan pembangunan tim
Penelitian ini menampilkan profil kepemimpinan di Pondok Pasantren Darun Najah, lebih jauh penelitian ini bertujuan untuk mendiskripiskan model, tugas, dan fungsi kepemimpinan di Pondok Pesantren Darun Najah, memahami ghirah dari kepemimpinan dan faktor yang berpengaruh di Pondok Pesantren, serta menemukan perilaku kepemimpinan refresentatif dalam memimpin Pesantren, pengambilan keputusan, penyelesain konflik, ketrampilan memimpin dan pembangunan kinerja tim Pondok Pesantren Darun Najah

.
  1. Perumusan Masalah
Setelah Penulis menjelaskan latar belakang masalah serta fokus penelitian dan sub fokus penelitian maka penulis dapat rumuskan “ Apakah Kepemimpinan Kolektif di Pesantren Darun Najah Pusat sudah berjalan dengan efektif “
  1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Kepemimpinan Kolektif berjalan di Pesantren Darun Najah pusat.
  1. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.      Hasil penelitian ini diharapakan menjadi sumbangan pemikiran produktif dan positif  kepada PondokPesantren Darun Najah pusat baik secara internal atau eksternal.
2.      Sebagai Penambah khasanah kekayaan model kepemimpinan yang terdapat dalam pondok pesantren di Republik ini
3.      Sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan serta bahan kajian bagi pondok pesantren dalam menggunkan model kepemimpinan koletif dalam pondok pesantren. .

     





Daftar Pustaka
Ali, Mukti, ( 1972 ) Beberapa Masalah Pendidikan di Indonesia,Yogjakarta,Nida
 Azya, Azyumardi.(1989) Surah di Tengah krisis;Pesantren Dalam Perspektif  Masyarakat, Jakarta,LP3M
A.Steenbink, Karel.(1986) Pesantren, Madrasah, Sekolah,Jogjakarta, .
Dirjosanjoto,Pradjarta. (1999) Memelihara umat kyai Pesantren-Kyai Langgar di Jawa,Yogjakarta,LKIS
Fajar, A.Malik (2005 a ) Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta, Raja Grafindo Persada
Fajar, A, Malik (2005 b ) Strategi Pengembangan Pendidikan Islam dalam Era Globalisasi, Yogjakarta, Aditya Media dan UIN Press
Fachran,Hamdan & Syarifuddin ( 2005) Titik Tengkar Pesantren:Resolusi Konflik Masyarakat Pesantren, Yogjakarta,Pilar Religius
Hidayat Komarudin .(1985a) Pesantren Dalam Perubahan, Jakarta, LP3S
 Haikal, Husin .( 1985 ) Beberapa Metode dan Kemungkinan penerapannya di Pesantren,Jakarta, LP3ES
M.Sulton Masyhud&Moh.Khurasauridlo. (2003) Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta,Diva Pustaka
Nadj,E, Shobirin. (1985) Perspektif Kepemimpinan dan Manajmen Pesantren, Jakarta, LP3ES
Rahim, Husni. ( 2001) Arah Baru Pendidikan Islam di Indoensia, Jakarta, Logos Wacana Ilmu.
Rahardjo, Dawam. ( 1985 ) Perkembangan Pesantren  Dalam Perspektif Masyarakat, Jakarta, LP3ES
Qomar Muzamil. (2005 a ) Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju  Demokratisasi Institusi, Jakarta, Erlangga
Syahud Fatih, Santri Pesantren, Jakarta, Pustaka Al-Khairot
Qomar Muzamil.(2007b) Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga
Zuhri,Syarifudin. (t.t) Guruku Orang-orang Dari Pesantren,Bandung, PT Al Ma’rif
Rosidin, Pendidikan Karakter Pesantren,
Aly Abdullah, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren, Yogjakarta, Pustaka Pelajar.
Halim Abdul, Junaidi Khab, Modernisasi Pesantren, LKIS, Jogjakarta,
Fuad Fanani Ahmad, Fahroni Ahmad, Ijtihad Pesantren Tentang Toleransi dan Good Goverment, Icip, Jagjakarta, 2012
Masyhud Sulton et al, Manajemen Pondok Pesantren, Jogjakarta, Diva Pustaka, 2014
Musonif Karim, Pendidikan Karakter Khas Pesantren, Semarang, Genius, 2013
Musonif Karim, Pemikiran Pendidikan Menurut KH, Hasyim As’ari, Fahrurazi  Amir, 2008
M.Kholi, Kode Etik Guru, Jakarta, Pustaka Jaya, 2013
Musonif Karim, Standarisasi Pondok Pesantren,
Depag RI, Pedoman Pembinaan Pesantren, Jakarta, 2005
Depag Ri, Pesantren dengan jumlah 255, LP3ES, Jakarta, 2002
Surachmadi Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung, Jamara,tt
Ali Mukti, Beberapa Maslah Pendidikan di Indonesia, Jogjakarta, Nida, 1972
Primadi, Modernisasi, Pendidikan,Kreativitas, Jigjakarta, Prisma No.6
Dasuki Hafidz, The Pondok Pesantren An Account of its Developmen in Indevendent Indonesia, Jakarta
Mitsuo Nakamura, The Cresent Aries Over The Boyan Tree: A Study of  Muhammadiyah Movement is central Javanese Town, Jigjakarta, UGM Pers, 1987
Wahid Abdurahman, Pesantren sebagai Sub Kultural, LP3ES , Jakarta,1983
Dhofier, Zamkhsyari, Contenporary Features of Javanese Pesantren, Mizan No.2 Vol.1, 1984
Suryanegoro Ahmad Mansyur, Respon Pesantren Terhadap Expansi Politik Imperiatis Belanda, Bandung, Pusat Study Sejarah Unisba, 1981
Wahid Abdurrahman, Beberapa pemikiran Tentang Kepemimpinan Dalam Pengemmbangan Pesantren , Naskah Ceramah Latihan Pembina Ponpes, jakarta, Depag RI, 1978. Menggerakkan Tradisi : Esei-esei Pesantren, Yogjakarta, LKIS.cet.II, 2007.
Rahardjo Dawam, Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta, LP3ES, 1993- cet.II, hal.9
Abid al Gabiri Muhammad, al-Aqlu al-Ahkhlaqi al Arabiy, Beirut, Markaz Dirasat, al-Wardah al-arabiyah, cet.I, 2001.(hal.10-Pndidikan Karakter ...)
Ibn Muhammad al-Jurjani ibn Habib al-Mawardi ,Al-Syarif Ali, Kitab al-Ta’rifat, Beirut, Dar al kutub al-Ilmiyah cet,III,1988, (hal.11 idem...)
Ibn Muhammad ibn habib al Mawardi ,Abu al-Hasan, Tashil al Nazhar wa Ta’jil al-Zhafr fi Akhlaq al-Muluk wa Siyasah al-Muluk (ed, Ridwan al-Sayyid), Dar al Ulum al Arabiyah, 1987 ( hal.101-106 Idem)
Rahmat Jalaludin, Belajar Cerdas: Belajara Berbasis Otak, Bandung, Kaifa Lerning, cet.1, 2010
Purwadarminta WJS,Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet.III Jakarta, Balai Pustaka, 2006
Muhammad As-Syayid, al- Tahiliyah wa al-Tarhib fi al Tarbiyah wa al-Tahdzib, Kediri, al-Ma’had al-Islami Lirboyo kediri,tt.
Muhammad al-Qori Ali ibn Sultan, Miqrat al-Mafatih, Syarh Masykat al-Mashabih, Dar al Fikr,Beirut, 2002 (lihat pesantren karakter hal.99)
Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’allum (lihat idem hal 148)
Al-Ghalayaini Syekh Mustafa, Izhah al- Nasyi’in; Kitab Akhlaq , Adab wa Ijtima, Beirut, al Maktabah al- Ashariyah, cet 1, 1913, ( hal.157 – idem hal.184)
Imam Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulumu al-Din, Juz II (hal  211-idem)
A.Muthalib Zainal Abidin, ctc, KH.DR.Idham Khalid Dalam Pembangunan  Umat,Jakarta,Syndicate 23 Amuntai, cet I,2010 (hal.78 idem...)
Arsyad, Azhar,  Superioritas Konsep Pendidikan Islam:Fungsi dan Peranan IAIN “ Makalah Seminar Sehari Deawan Eksekutif Mahasiswa ( DEMA), Makasar IAIN, Alaudin , 2003
Ashraf Ali,Horison Baru Pendidikan Islam. Cet. III:tt, Pustaka Firdaus, 1996
AZrah, Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet.1 Jakarta, logos
Dauda, A, kube, Pembinaan Organisasi, Administrasi, dan Manajmen Madrasah/Pesantren,Makalah Musyawarah Kerja PB As’adiyah , Sengkang, Gedung, Yusbar, 2002
Depag, Pedoman Pembinaan Pesantren ,Jakarta, Dierjen Bimbingan Islam, 1985
Dep. Pendidikandan Kebudayaan RI, Pendidikan di Indonesia dari zaman ke zaman, Jakarta, LP3ES, 1979
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Cet.1 , Jakarta, PT, Raja Grafindo, 1995
Idem, Kapita Selecta Pendidikan Islam, cet.1, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1996
Mappangano, Eksistensi Madrasah dalam Sistem Pendidikan Nasional, Cet.1 Makasar, CV Berkat Utami, 1996
Rofiq, Ahmad, NU/Pesantren dan Tradisi Pluralisme dalam Konteks  Negara Bangsa” dalam Ahmad Suaedy (ed) Pergulatan Pesantren dan Demokrasi, Cet. 1, Yogyakarta, ,LKIS. 2000
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren, Cet. 1,Yogjakarta, LKIS, 2001
Aly, Abdullah, Pendidikan Islam Kultural di pesantren,
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam , Jakarta, Kencana, 2012
Burhanudin, Jajat, (penyunting) Mencetak Muslim Moderen, Jakarta, Raja Grafindo, 2006
Danim, Sudarwan, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, Cet.II, Yogjakarta,; Pustaka Pelajar,2006
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren ( Memandu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa) Jakarta, Newesa Press, 2009
Salman,Harun, Sistem Pendidikan islam, Cet. II, Bandung, ; Al Ma’rif, 1998
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,  Jakarta, Raja Grafindo Persada,2008
Sa’id, Hawwa, Tarbiyatuna Al- Ruhiyah , terjemahan,Khairul Rafi’e Jalan Ruhani Cet.V Bandung, Mizan, 1997
Anis, Masykur, Modernisasi Pesantren, Depok, Borneo Pustaka,2010
Qutub, Muhammad, Manhaj Al Tarbiyah Al Islamiyah, terj. Salman Harun, Sistem Pendidikan Islam cet.II ,Bandung, Alma’arif , 1988
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi, Cet.II, Yogjakarta,LKIS,2007
Zubaedi, Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren, Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2007    
 Arsyad Mazuki, Pesantren Darun Najah : Study kasus tentang usaha pesantren dalam pembinaan pengerajin peci ulujami jakarta selatan, Jakarta, PLPIS-YIIS-UI 1980
Greetz Cliford , Abangan, Santri Priyai Dalam Masyarakat Jawa , jakarta,Pustaka Jaya, 1981
Yunus Muhammad, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Mutiara, 1979
Abdullah Taufiq, Agama Dan Perubahan Sosial, Jakarta, CV, Rajawali, 1983
Musonif Karim, Laporan Hasil Penelitian, Pesantren Al Falah dan 8 Pesantren di Bogor, jakarta, LP3ES,1974
Marzuki Amri, et,al, Pengembangan dan Penyebaran Teknologi Tapat Guna Melalui Pesantren, Jakarta, The Asia Foundation,1984
Purwanto (terj) Membangun Rangka Islamisasi Ilmu, Bandung, Mizan, 1997
Azhari Muntaha, Dinamika Pesantren: KumpulanMakalah Seminar Internasional  The Role of  Pesantren in community Developmen Indoensia Terj.Sonhaj Soleh, Jakarta,P3M, 1988, hal.266  (Dalam tulisan Abdurahman Wahid Prospek Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan)
Mastuhu, Dinamika Sistim Pendidikan Pesantren, Jakarta, Gema Insani Pers, 1977, hal.70 Lihat juga Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Yogjakarta, LKIS, 2001, hal.55
Arifin Imron, Kiai : Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, Malang, Kalimasada Pers, 1993
Conger J,J.A, The Charismatic Leader : Behind the Mystique of Expection Leadership, San Fransisco: Jooseey- Bass,1989
Hadari, Amin dan M.Ishom El Saha, Peningkatakan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta, Diva Pustaka , 2004
Ismail, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogjakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Pustaka Pelajar, 2002
Qomar, Mujamil, Pesantren : Dari Transformasi Metodologhi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta, Erlangga,2004.
Rahardjo Dawam, Pergumulan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, Jakarta, P3M, 1985
Shaleh, Abdurrahman, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Jakarta, Depag RI
Wahid Marzuki, Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Bandung, Pustaka Hidayah, 1999
Wahjoetomo,  Perguruan Tinggi Pesantren, Jakarta, Gema Insani Pers, 1977
Irjo Sartono, Kepemimpinan Dalam Dimensi Sosial, Jakarta, LP3ES, 1984
Likert Rensis, The Human Oraganization Its Manajement and Value , New York, Mc Graw Hill, 1967
Soetopo Hidayat, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Surabaya, Bina Aksara, 1982
Sukamt, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren, Jakarta, LP3ES, 1999
Tyson, S; and Jackson, T. The Essence of Organizational  Behaviour , Prentice Hall Internasional, 1992
Wahid Abdurrahman, Dunia Pemikiran Kaum Santri, Yogjakarta, LK PSM NU Prentice Hall Internasional, 1992
Yulk A;G. Leadershsip in Organisation, (Terjemahan Yusup Udaya) Jakarta,Prenhalindo, 1994
A’La, Abd, Pembaruan Pesantren, Yogjakarta,Pustaka Pesantren, 2006
Abu Sin,al,Idaroh Fial IslamTerjemah, Dimayaudin Juwaini,Jakarta, Radja Grafindo Pesada, 2006 Borton, G.Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Paramadina, 1999
Djauhari Idris, Pondok Pesantren Sebagai Pendidikan Al ternatif, Simenep, Al Amien Printing,2003
Effendy, M, Manajemen, Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, Palembang, 1985
Hamzah, LA.Al I’lan fi Shadr al Islam , Dar al Fikr al Arabi, Kairo, Mesir, 1978
Hoy; W;K; & Miskel, G; C. Educational Administration, Theory, Research and Practice, Singapora; McGraw Hill, 2001





















...............URGENSI KEPEMIMPINAN KOLEKTIF PONDOK PESANTREN SERTA  KONTRIBUSI PESANTREN DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
( Studi Kasus Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Pesanggrahan Jakarta Selatan)

BAB  I            PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
b.      Fokus dan Subfokus Penelitian
c.       Perumusan Masalah
d.      Tujuan dan Manfaat Penelitian

BAB II                        KAJIAN TEORITIK
            KEPEMIMPINAN DAN KONTRIBUSI PESANTREN
a.       Konsep dan Implementasi Kepemimpinan Kolektif Pesantren
b.      Dampak Kepemimpinan Kolektif Pengembangan Pesantren
c.       Kepemimpinan Kyia Dalam Pondok Pesantren
d.      Pesantren dan Perkembangan Pendidikan Nasional: Kontribusi Pesantren Bagi Bangsa
e.       Pendidikan Pesantren Dalam Pembangunan Karakter bangsa dan Life Skill Santri

BAB III    METODOLOGI PENELITAN
A.Metode dan Prosedur Penelitian
B.Tempat dan Waktu Penelitian
C.Latar Penelitian
D.Data dan Sumber Data
E.Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
F. Teknik Analisa Data
G. Validitas Data
1.      Kredibilitas Data
2.      Transferabilitas
3.      Dependibilitas
4.      Konfirmabilitas

BAB IV          HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.        Gambaran Umum Pesantren Darunnajah Pusat
B.        Temuan Penelitian
1.      Sejarah Pesantren Darun Najah
2.      Model Kepemimpinan Pesantren Darun Najah
3.      Periodesasi Kepemimpinan Pesantren Darun Najah
4.      Kelembagaan dan Personalia Pondok Pesantern Darun Najah
           
BAB    V  SIMPULAN DAN REKOMENDASI
a.       Simpulan
b.      Rekomendasi









  1. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan Kualitatif dengan model Studi Kasus. Dalam menggali data peneliti melakukan wawancara mendalam dengan para kyai atau pimpinan fungsionaris Dewan Riasah yang merupakan lembaga tertinggi di pondok pesatren moderen Darun Najah, Pengurus Harian, majlis A’wan ,Para Asatiz dan Asatizah, Alumni, Santri. Dismping itu juga peneliti akan melakukan observasi partisipan dan membuat kuesioner terutama kepada santri aktif atau bentuk lain guna mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut.Data-data tersebut kemudian dianalisa secara interaktif deskriptif.















[1] Nurcholis Madjid, Merumuskan Kembali Tujuan Pendidikan Pesantren, Jakarta, LP3M, 1985, Hal.4.Lihat Dawam Rahardjo Dalam Pergulatan Dunia Pesantren,Jakarta, P3M, 1985
[2] Huseni Haikal, Beberapa Metode dan Kemungkinan Penerapannya di Pondok Pesantren,Jakarta, P3M,1985 hal.25, Lihat Dawam Rahardjo dalam Pergulatan Dunia Pesantren,Jakarta, P3M, 1985
[3] Usia Pondok Pesantren telah mencapai 300-400 tahun yang lalu, dimana untuk pertama kalinya didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Maghribi ( w.12 Rabiul Awal 822 H/ 8 April 1419) Beliau mendirikan pondok pesantren di jawa pada tahun 1399 M untuk menyebarkan Islam. Lihat Robald Alan Lukens Buli, A Peacceful Jihad: Javanese Education and Religion  Identity Contruction. Michigan, Arizona State University 1997, Hal.60.Lihat Lanny Octavia ctc dalam Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, Jakarta, Rumah Kitab, 2014, Hal.5  
[4] M.Dawam Raharjo, Perkembangan Masyarakat Pesantren mengatakan Sementara itu masih banyak pemikir atau cendekiawan yang berpendidikan barat tidak banyak pengetahuannya, apalagi yang memahami hakekat pesntren, kalau tidak akan dikatakan tidak peduli (ignorant) terhadap pesantren, tidak sepadan dengan eksistensi lembaga yang kolosal ini.Mereka seolah-olah tidak menyadari, bahwa telah banyak cendekiawan, pemimpin masyarakatyang berpengaruh, wiraswastawan yang berhasil dan pemimpin politik yang berkaliber nasional dan internasional yang telah dihasilkan oleh lembaga yang lama tidak dikenal itu terutama sesudah kemerdekaan.   
[5] Dr.Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU, Jogjakarta, LKIS,2004, Hal.26
[6] Prof.Dr.Said Agil Siradj,MA, Pesantren, Pendidikan, Karakter, dan Keutuhan NKRI, Jakarta, Rumah Kitab. 2014 Hal.12
[7] Mukti Ali, Beberapa Masalah Pendidikan di Indoensia, Yogyakarta, Nidia, 1972, Hal.24
[8] Dikalangan cendikiawan muslim, pesantren telah sudah dikenal sebagai subkultur.Meski dalam kenyataannya ciri-ciri umum sebagai sebuah subkultur tidak terpenuhi.Dalam penelitian ini, pesantren sebagai subkuktur merujuk pada ciri-cirinya minimalis yang antara lain; pesantren merupakan lembaga yang berbeda dari pola kehidupan umum di tengah masyarakat Indonesia, adanya proses pembentukan nilai-nilai tersendiri dengan segala simbolnya dan adanya sistim hirarki yang ditaati.Lihat Abdurahman Wahid dalam Pergulatan Agama, Negara dan Kebudayaan, Jakarta, Desantera, 2001, Hal. 135. Lihat juga Abdurahman Wahid Pesantren sebagai Subkultur dalam Dawam Raharjo Pesantren dan Pembaruan, Jakarta, LP3ES, 1995, Hal.39-60.
[9] Asep Saeful Muhtadi, Komonikasi politik Nahdhatul Ulama Pergulatan Pemikiran Politik Radikal dan Akomodatif, Jakarta, LP3ES, 2004, Hal.82
[10] Dr.Idham Khalid adalah tokoh besar bangsa dengan pemikira yang besar pula. Alumni Pondok Pesantren Gontor,Ponorogo yang telah aktif bergelut di bidang pemerintahan sejak usia muda dan dua kali menjadi sebagai Wakil Perdana Menteri II pada masa pemerintahan Soekarno. Kemudian di era pemerintahan Soeharto, kyai Idham Khalid melanjutkan perjuangannya kepada negara dengan menjabat sejumlah posisi menteri, Ketua DPR/MPR dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Di bidang pergerakan dan organisasi NU selama 28 tahun. Beliau juga merupakan tokoh yang dengan kearifannya ikut menata kehidupan partai politik dan diterima dengan ikhlas oleh semua kalangan. Semua kerja keras dalam upaya membangun bangsa ini dilakukan oleh kyai Idham Khalid dengan wujud tanggungjawabnya terhadap Ibu Pertiwi, tanah kelahirannya. Tanggungjawab bukan hanya dalam persoalan –persoalan besar kenegaraan . Dalam hal kecil pun, Beliau menunjukkan tanggungjawabnya. Lihat Zainal Abidin A.Muthalib ,Amir Husaini Zamzam, Dr.KH Idham Khalid Dalam Pandangan Umat, Jakarta,Syndicat 23 Amuntai cet.1, 2010,hal.78.      
[11] Mukti Ali, Beberapa Masalah Pendidikan di Indonesia, Yogyakarta, Nida, Th.1972, Hal.24
[12] Mujamil Komar, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga, 2007, Hal. 13
[13] Hamdan Farchan, Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren; Resolusi Konplik Masyarakat Pesantren, Yogjakarta, Pilar Religia, 2005, Hal.110
[14] Imas Maesaroh, Total Quality Managemen dalam Pengembangan SDM Pondok Pesantren,dalam A,Halim et.al. Manajemen Pesantren, Jogjakarta, Pustaka Pesantren, 2005, Hal.91
[15] Abdul Aziz Dahlan et al (ed) ensiklopedi Hukum Islam Jilid III, Jakarta, IchtiarBaru Van Hoeve, 1999, Hal.950
[16]  Mujamil Qomar, Op.cit, hal 25
[17] Azyumardi Azra, Surau di tengah krisis, Pesantren dalam Perspektif Masyarakat,Jakarta,LP3M,1989
[18]  Abu Sin, al-Idaroh Fiel Islam, Terjemah Djamaludin Juwaini, Jakarta, Raja Grafindo Persada ,2006. Lihat Borton.G.Gagasan Islam Liberal di Indoensia, Jakarta, Paramadina,199
[19] A’la Abd, Pembaruan Pesantren, Yogjakarta, Pustaka Pesantren, hal. 75, 2006
[20] A.Malik Fajar, Strategi Pengembangan Pendidikan Islam dalam Era Globalisasi, Jogjakarta, Adytia Media dan UIN Pers, 2005, Hal. 25
[21] Ibid, hal.25
[22] Nadj E.Sobirin, Perspektif Kepemimpinan dan Masyarakat Pesantren, Jakarta, LP3S, Hal.24