BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pesantern merupakan lembaga
pendidikan tertua di indonesia karena
kifrahnya jauh sebelum Bangsa Indoensia merdeka. Ribuan pesantren yang tersebar luas di kawasan
republik ini telah berhasil mengisi sebagian kekosongan pendidikan di Indonesia
.Pesantren atau pondok adalah lembaga yang mewujudkan proses wajar perkembangan
sistim pendidikan Nasional.Seandainya negri kita tidak mengalami penjajahan, tentulah
pertumbuhan sistem pendidikan di Indoensia akan mengikuti jalur-jalur yang
ditempuh pesantren-pesantren itu[1]
Lembaga pendidikan ini memiliki khazanah sejarah tersendiri kerena sudah ada
lama sebelum lahirnya proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945[2]
. Dalam perjalanannya, lembaga pesantren
selalu mengalami dinamika yang tidak pernah berhenti , sejalan dengan perubahan
sosial yang terjadi [3].Lembaga
pendidikan berbasis agama tersebut mempunyai peran dan kontribusi besar terhadap peningkatan pendidikan anak bangsa tidak diragukan lagi, banyak para tokoh formal atau non formal yang
berkecimpung dalam kemasyarakatan atau
birokrasi pemerintahan. Namun demikian masih banyak para tokoh terutama yang
berpendidikan barat yang tidak mengetahuinya.[4]
Perjuangan pesantren boleh dikatakan hampir tidak
terhenti dan lepas dari perjalanan bangsa ini, seperti masa penjajahan, belanda
dengan resolusi pada tahun 1825
membatasi jumlah jamaah haji.Pada sisi lain kerena takut dan khawatir kekuasaannya hilang, mereka
terus menghalangi proses dan ruang -gerak
pendidikan yang mayoritas dikelola para kyai. Tetapi dengan kegigihan dan kemauan besar
untuk membangun bangsa, kususnya dalam dunia pendidikan dan penanaman karakter,
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para
tokoh pesantren bersama santri terus melakukan perlawanan mengusir penjajah. Mereka terus berjuang di garda terdepan
melawan bangsa belanda, jepang dan tentara sekutu dengan perlawanan yang sangat heroik. Diantaranya KH. Hasyim
As’ari dari pesantren tebuireng (1871-1947)
KH.Cholil dari Madura ( 1235-1343) KH Abbas dari Buntet ( 1879-1946)
KH.Bisri Syamsuri dari Cirebon-Buntet ( 1886-1980) KH.Mahrus Ali dari Denanyer-Jombang ( 1906-1985) dari lirboyo,
Kediri dan lain-lain[5]
Pesantren juga banyak berjasa
bagi negri ini, terutama dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan republik
Indoensia (NKRI).Sejak awal negri ini terlahir dari pesantren yang
pengawalannya dari waktu ke waktu, terutama pada saat genting. Para Tokoh
pesantren terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan dan merumuskan ideologi
Pancasila dan Undang-undang Dasar 45, serta menjaga komitmen NKRI
sampai saat ini[6]
Pada
masa kemerdekaan pesantren secara internal juga menghadapi ujian dan tantangan yang tidak
ringan kerena harus berhadapan dengan pemerintah yang melakukan penyeragaman atau
pemusatan pendidikan nasional yang tentu saja masih menganut sistem barat ala
Snouck Hurgronje.Akibatnya pengaruh pesantren pun menurun , jumlah pesantren
berkurang, hanya pesantren besar yang mampu bertahan. Hal ini disebabkan
pemerintah mengembangkan sekolah umum sebanyak-banyaknya. Hebatnya walau
tertekan oleh kebijakan pemerintah tetapi semangat membangun dan membela negara
ini dari paham komonis yang akan merusak kedaulatan republik ini tetap
bergelora. Pada masa orde lama komonitas pesantern bersama Abri harus
berhadapan dengan kaum komonis yang puncaknya meletus peristiwa G30 S PKI.
Keberadaan pesantren terus teruji ketika memasuki masa reformasi dan terus
berlanjut sampai sekarang. Diantaranya pesantren harus menerapkan kurikulum nasional
sebagai kompensasi diakuinya lulusan pesantren baik dalam pekerjaan atau
melanjutkan studinya ke sekolah umum atau perguruan tinggi. Karena
pada saat itu keberadaan pesantren dengan kyai sebagai tokoh sentral di pondok pesantren bukan sekedar berfungsi
sebagai pemimpin tetapi juga sebagai pemilik,bahkan lebih jauh kyai nampaknya
sebagai pusat segala-galanya dalam pondok[7]
termasuk penerapan kurikulum masuk
wilayah otoritasnya yang baku.
.Dalam
kepemimpinannya seorang kyai, pesantren bukan saja memberikan pendidikan kepada
masyarakat, terutama yang berkaitan dengan ilmu agama, tetapi juga menanamkan
dan menumbuhkan kehidupan lintas kesukuan karena heteroginnya kehidupan di
masyarakat yang jika tidak dipupuk dan disuburkan dengan nilai-nilai agama dan
sosial maka sangat rentan dengan konplik dan perdebatan antar suku yang
akhirnya merusak tatanan sosial di masyarakat.
Dalam banyak
hal, pesantren secara sosiologis dapat dikatagorikan sebagai subkultur dalam
masyarakat karena ciri-cirinnya yang unik, seperti adanya cara hidup yang
dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti secara hierarki kekuasaan
tersendiri yang ditaati sepenuhnya[8]
Sebagai
sebuah lembaga yang mempunyai sistem kehidupan yang berbeda bahkan terlihat
unik termasuk dengan simbol-simbolnya, terus berkembang dan terbenutuk secara
alamiah. Semua unsur yang datang dan bergabung harus menyesuaikan diri walaupun
bertolak belakang dengan kehidupan bahkan nilai-nilai yang selama ini dihormati
dan dijalani dalam beriteraksi sosial.
Pola kehidupan di
pesantren terbentuk secara alamiah melalui proses penanaman nilai-nilai yang
lengkap dengan simbol-simbolnya, adanya daya tarik keluar, serta berkembangnya
suatu proses pengaruh-mempengaruhi dengan masyarakat luarnya. Sebagaimana dapat
diperlihatkan dari gambaran lahiriahnya,
simbil pisik pesantren yang terdiri atas masjid, pondok, dan rumah tinggal kyai,
memperlihatkan pola kehidupan yang khas sebagai komonitas beragama yang
beranggotakan para santri dengan kyai sebagai pemimpin utamanya [9]
Bahkan
dengan arus perubahan yang terkadang tidak terkendali itulah, pihak luar
melihatnya sebagai keunikan wilayah sosial yang mengandung resistensi
terhadap dampak modernisasi.Sejarah mencatat kehadiran pesantren bukan saja
berkontribusi bagi peningkatan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan bangsa, tetapi juga ikut membangun karakter
bangsa yang kokoh yang tidak tergoyahkan baik dari sisi idelogi negara terlebih urusan
yang berkaitan dengan agama, terutama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa
pesantren telah menunjukkan eksistensinya di masyarakat, bahkan sampai sekarang
peran itu terus ditingkatkan bukan saja mencerdaskan anaka bangsa, tetapi telah
menyelenggarakan pendidikan formal mulai pendidikan pra sekolah sampai
pendidikan tinggi.Hal ini membuktikan bahwa kontribusi pesantren dalam
membangun bangsa dari berbagai aspek pendidikan,kepemimpinan, sosial
kemasyarakatan, ekonomi, politik, seni budaya khususnya keagamaan (mental-spritual)
tidak diragukan baik melalui pendidikan formal atau nonformal. Jumlah abituren
pesantren yang menjadi tokoh dimasyarakat atau berperan aktif di pemerintahan sangat
banyak dan jumlahnya ribuan orang. Karena keihlasan mereka dan tanpa pamrih
dalam bekerja serta berjuang demikian kultur yang berlaku dalam dunia
pesantren, maka tidak terekam dalam data sejarah perjalanan perjuangan bangsa (ekspos)
yang sebenarnya layak bagi mereka
menyandang pahlawan nasional. Satu diantaranya adalah KH.Idham Chalid orang
pesantren murni yang kiprah dan perjuangannya sangat mempengaruhi perjalanan
bangsa ini.[10]
Lembaga pendidikan ini begitu
besar Kontribusinya terhadap anak bangsa sebagai bentuk keikutsertaan mereka
dalam memajukan bangsa khususnya dalam dunia pendidikan sehingga tidak
diragukan lagi karena telah banyak menghasikan
para tokoh formal atau non formal yang berkecimpung dalam banyak aspek
kehidupan kemasyarakatan atau birokrasi pemerintahan. Namun demikian masih
banyak para tokoh terutama yang berpendidikan barat yang tidak mengetahuinya[11]
Menghadapi masa depan pesantren
sudah pasti akan mengalami tantangan yang semakin besar dan sangat pariatif.
Hal ini bukan saja dari perubahan zaman dengan semakin menglobalnya kebutuhan
dan perubahan pola hidup manusia, tetapi semakin terbuka pola pikir masyarakat
yang menyebabkan meningkatnya tuntutan mereka terhadap perbaikan manajemen
organisasi dan administrasi yang semakin terbuka, dan model kepemimpinan yang
tidak sentralistik, tetapi sebaliknya yakni pesantren harus menggunakan
kepemimpinan kolektif sebagai realisasi keberlangsungan manajemen moderen
dengan pembagian tugas yang jelas sesuai dengan bidang dan kompetensi
masing-masing sehingga ada pertanggungjawaban yang sehat. Dengan demikian figur
kyai di pesantren tidak terbebani segala macam persoalan pesantren seperti yang
terjadi pada pesantrern tradisonal dan milik pribadi yang bercirikan mereka
bebas merencanakan pola pengembangannya karena tidak ada ikatan kelambagaan
atau sturktur organisasi. Semua bergantung pada kehendak perorangan yang sering
kali kurang berbobot, tidak konsisten, lemah segi konsep dan tidak permanen
dalam melaksanakan kebijakan.Hal ini terjadi karena tidak terstruktur dalam
suatu pola yang dapat menerima masukan sehingga tidak menghasilkan tatanan
sistem yang obyektif. Dengan demikian susah untuk dievaluasi baik pada aspek kemajuan
atau kemunduran, disamping itu kepengurusan yang tidak mempunyai batas waktu,
walaupun kyai sebagai pemilik pesantren selalu terbuka kepada siapa saja dan
mempunyai jiwa demokratis tetapi akan menghadapi kendala dan kerentanan sosial.
Keberadaan
dan suasana seperti ini tidak kaku dan diktator tetap terbuka ruang untuk
berdiskusi, tentunya kudu sesuai dengan nalar dan rasional dalam pandangan dan
pemikirannya.Kyai menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan
pesantren. Orang lain tidak diberikan akses untuk mengendalikan sesuatu.
Ustadz, apalagi santri, baru berani melakukan suatu tindakan diluar kebiasaan
setelah mendapat restu dari kyai. Dia ibarat raja, segala titahnya menjadi
konstitusi- baik tertulis maupun konvensi yang berlaku bagi kehidupan pesantren
[12]
Model kepemipinan seperti ini banyak
pengamat atau pakar pendidikan sebagai suatu kelemahan yang perlu diperbaiki
dan membutuhkan solusi yang strategis khususnya dari aspek manajemen
pengelolaannya. Oleh karena itu manajemen yang lemah merupakan satu sisi
kelemahan pesantren tradisional. Padahal manajemen yang mapan untuk sebuah
institusi semacam pesantren sangat diperlukan agar keberlangsungan proses
belajar-mengajar dapat berjalan dengan baik[13].
Untuk menembus ini bukanlah persoalan mudah karena sudah begitu mengakar
khususnya yang terjadi di pesantren salafiyah sayangnya idealisme itu menjadi
kandas lantaran pola-pola manajemen yang kontra produktif. Pengelolaan
pesantren salafiyah acap kali tidak mengikuti kaidah-kaidah manajerial yang
lazim berlaku di berbagai lembaga, termasuk lembaga pendidikan.masih banyak
pesantren yang belum memiliki misi dan budaya kerja birokratis, akuntabel,dan
siap meghadapi persaingan langsung .Karakter ini berdampak pada cara melakukan
perubahan pada pesantren[14].Tetapi
bukan berarti untuk melakukan perubahan dari manajemen tradisional (sentralistik)
kepada manajemen profesional kolegial (kolektifitas) tertutup, karena
kyai seorang yang mempunyai pandangan luas dan visioner, jadi tergantung
bagaiaman pendekatan itu dilakukan. Penomena seperti ini tidak terjadi dan
terlihat di pesantren moderen yang telah dikelola secara profesionalme yakni
berdasarkan keahlian (skill) baik
human skill, conceptual skill maupun tehnical skill secara terpadu.Akibatnya ada
perencanaan yang matang,distribusi kekuasaan yang terbatas dan kewenangan yang
tidak diktator. kerana kepemimpinan pesantren tidak lagi perpusat pada satu
orang kyai (sentralistik) tetapi sudah menganut kepemimpinan kolektif
yaitu sebuah kepemimpinan dengan struktur organisasi komprehensif berupa pembagian
dan pendelegasian tugas yang jelas, sehingga masing-masing defisi mempunyai
tugas dan tanggungjawab kepada atasannya dalam menajalankan tugas.Semua
kebijakan diambil melalui keputusan rapat, demokratis dan profesional sehingga
menghasilkan kerja kolektif tetapi tetap
terkoordinasi.
Jadi kelembagaan dikendalikan secara
bersama yang di motori oleh dewan seperti yang terjadi pada manajmen perusahaan
dimana ketua dewan sebagai pimpinan, sekeretaris, bendahara yang masing-masing
bagian dipimpin oleh ketua bagian.bahkan dalam kasus tertentu jabatan itu tidak
dengan satu orang, tetapi lebih. Hal ini dilakukan dalam rangka semua pekerjaan
dapat berjalan efektif, efisien dan ada tanggungjawab moral yang besar, disamping
ada perasingan positif ( positif competation ) antar bagian ( section ) .Dengan
demikina otoritas kepemimpinan bisa berjalan sesuai dengan forsi wewenang yang
dimiliki seperti meliputi kekuasaan untuk memaksa (coersive ) ,
memberikan penghargaan kepada yang berpresatsi baik ( reword ) atau bisa juga kewibawaan ( charisma ).
Semua itu ditentukan oleh tingkat pendidikan dan kompetensi mereka sebagai
pejabat yang diberi wewenang dan otoritas penuh ( amanah ) .
Dengan demikian, semua bagian bisa bekerja dengan baik, tidak
ada satu bagian walau pada tahap bawah yang tidak berkontribusi, semua bekerja.
Maka akan terlihat harmonisasi dan saling berkolabirasi untuk mencapai tujuan
organisasi secara bersama sesuai dengan struktur sebagai bentuk tanggungjawab. Terjadinya
perubahan kepemimpinan di pesantren yang terpusat pada satu orang kiai ( mono
central ) menjadi kepemipinan
kolektif yaitu dengan pembagian peran, tugas, fungsi serta kekuasaan otoritas
terbatas, justru menambah dan mendatangkan figur kiai disebuah peasntren
semakin vital karena berada dalam dewan kekiaian (majlis Masyayih )
Sekarang
banyak pesantren yang melakukan konsolidasi kelembagaan, khususnya aspek
kepemimpinan dan manajemen yang secara tradisional dipegang oleh satu atau dua
orang kyai pendiri pesantren yang bersangkutan atau keturunannya.Perkembangan
kelembagaan pesantren ini,terutama disebabkan adanya diserfikasi pendidikan
yang diselenggarakan, sehingga kepemimpinan tunggal kyai tidak memadai
lagi.Banyak pesantren kemudian mengembangkan kelembagaan yayasan, yang pada
dasarnya merupakan kepemimpinan kolektif[15]
Kesemua
telah menggunakan manajemen pendidikan yang moderen dan profesional, bahkan
tidak sedikit sekolah islam yang menjadi fovorite masyarakat walau terus
membutuhkan perbaikan.Ada beberapa penomena yang menunjukkan kemajuan yang
signifikan dan diminati masyarakat sehingga muncul penilaian” Dulu masyarakat
malu memasukkan anaknya ke sekolah islam, tetapi sekarang malah memburu,
khususnya sekolah yang telah maju[16]
Azyumardi Azra bahkan menyebut
gejala-gejala kemajuan yang terjadi pada bebarapa lembaga pendidikan Islam itu
sebagai bagian dari proses santrinisasi atau kebangkitan Islam[17]
Setelah
terjadinya perubahan pola kepemimpinan dan manajemen dalam pesantren,maka peran
kyai yang begitu sentral dan penentu kebijakan tunggal karena sebagai pemilik mulai berkurang seperti yang terjadi
pada masa lalu dalam dunia pesantren.Pola ini berubah karena pesantren sudah milik
institusi yang tidak lagi bergantung pada perorangan tetapi berpulang pada
kebutuhan institusi, lengkap dengan instrumen mekanisme dan sistem yang jelas.
Perpesktif
kepemimpinan kolektif di sebagian pesantren sebagai banyak ditemua hasil
penelitian, kiranya telah menjawab kekhawatiran
masyarakat terhadap sistem kepemimpinan pesantren selama ini, [18]sebagaimana
pandangan A’la bahwa selama ini perilaku kepemimpinan kolektif pesantren sebagaimana
dalam organisasi dewan kiai diatas semakin meyakinkan[19]
Sehingga untuk mengukur maju dan mundurnya
pesantren dalam menjalankan kebijakan terukur dengan obyektif sesuai hasil
keputusan kolektif sebagai alat kontrolnya. Kenyataan ini merupakan satu indikator dan faktor penting dunia dalam pesantren guna
menghadapi perkembangan dan perubahan zaman yang begitu cepat khsusnya dalam
dunia pendidikan.
Tugas
ini menjadi pekerjaan kolektif semua pengelola pendidikan islam untuk
merumuskan strategi dan mengaflikasikannya guna terbentuknya pendidikan islam
yang terus meningkat kwalitasnya, riel, visioner, bertanggungjawab dan semakin jelas orientasi pengembangannya.
Kemajuan dan perkembangan teknologi,
budaya masyarakat, gaya hidup, tuntutan karir, peradaban global, modernitas pergaulan,
disamping persaingan hidup yang semakin
kompentitif berimbas pada semakin tinggi tuntutan masyarakat memperoleh
pelayanan pendidikan yang semakin berkwalitas.Kondisi ini semakin menyadarkan
bahwa pendidikan sebagai faktor penentu yang dominan terhadap kemajuan
peradaban dan kebudayaan suatu bangsa.Tampaknya pertimbangan dan minat
masyarakat dalam memilih pendidikan sudah bergeser dari nilai ideologis ke
pertimbangan rasional. Dengan kata lain untuk menyekolahkan putra-putrinya
pertimbangannya bukan saja pada identitas keislaman, namun mereka melakukan
proses seleksi ketat sehingga memperoleh sekolah yang keprofesionalannya bisa
dipertanggungjawabkan.
Komonitas
ini terdapat pada kelompok muslim menengah keatas.Kurangnya tertariknya
masyarakat untuk memilih lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya bukan
karena telah terjadi pergeseran nilai-nilai ikatan keagamaan yang mulai
memudar,melainkan karena sebagian besar lembaga pendidikan Islam kurang
menjanjikan dan kurang resfonsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini
maupun mendatang[20].
Kecendrungan
ini seharusnya disikapi positif oleh pemangku pelaksana pendidikan Islam khususnya
pesantren dengan terus meningkatkan pelayanan dengan mutu menajemen sekolah
yang terus meningkat sehingga mampu mempengaruhi menambah minat dan kepercayaan
masyarakat memilih pendidikan.Apabila
faktor- faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan
diidentifikasi, paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat
dalam memilih suatu lembaga pendidikan, yaitu cita-cita, atau gambaran hidup
masa depan, nilai-nilai (agama) dan status sosial[21]
Oleh
karena itu yang harus dilakukan lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren
mampu membaca selera masyarakat dengan terus melakukan pembenahan berupa
orientasi yang terukur guna meningkatkan pelayanan dengan jaminan kepada
masyarakat termasuk kepemimpinan kolektif di lembaga tersebut yang lebih prima
baik dalam ilmu pengetahuan, ketrampilan atau kepribadian.Langkah ini
membutuhkan keberanian karena melanggar atau keluar dari kebiasaan pesantren
yang dalam memilih pemimpin secara turun-temurun.Abdurahman Wahid pemikir dari
kalangan pesantren berujar “ Kepemimpinan yang ada sering tidak mampu
mengimbangi kemajuan dan perkembangan pesantren yang dikelolanya[22]
Jadi
Pesantren harus cepat membaca perubahan kultur masyarakat dan cerdas dalam
bergerak menggunakan manajemen moderen dalam pengelolaan pesantren. Disamping terus
melakuakn pembenahan dan perubahan organisasi dengan melibatkan banyak personil
dan menempatkan pada kompetensinya sehingga sistem dapat berjalan guna mencapai tujuan organisasi. Langkah lain menjalin terus secara intens
dengan lembaga swasta atau negri yang berhubungan dengan dunia pendidikan,
termasuk dengan pihak luar negri khususnya dari negara timur tengah yang
mempunyai perhatian lebih terhadap perkembangan dan kemajuan dunia islam.
Semua
fakta yang penulis utarakan merupakan sebuah argumen utuk membuktikan bahwa
pesantren sebuah lembaga pendidikan moderen dan demokratis, bukan sebaliknya
seperti yang dilontarkan oleh segelintir komonitas yang tidak paham dengan
pondok pesantren.Tentu kita berharap agar pesantren terus melakukan terobosan
baru melalui program pengembangan masyarakat yang berorientasi pada
penyelesaian masalah ( problem solving ) yaitu membantu masyarakat
memecahkan masalahnya baik yang berhubungan dengan ekonomi, sosial
kemasyarakatan, pendidikan, budaya bahkan terkadang yang menyangkut masalah konplik
politik.Kesemuanya baru tercapai dengan baik, jika kepemimpinan di pondok
pesantren tidak lagi bertumpu pada seorang kyia, tetapi kepemimpinan kologial
yang bersifat kolektif. .
- Fokus dan Sub Fokus
Fokus
utama penelitian ini adalah profil kepemimpinan di Pondok Pesantren Darun Najah
pusat ulujami yang akan dijabarkan pada sub Fokus sebagai berikut
1.
Kepemipinan di
Pondok Pesantren Darun Najah Pusat Ulujami Jakarta selatan, yang meliputi model
kepemimpinan, tugas dan fungsi pimpinan
2.
Ghirah
kepemimpinan di Pondok Pesantren meliputi: tujuan kepemimpinan, Ketrampilan
kepemimpinan, faktor yang mempengaruhi dan gaya kepemimpinan
3.
Perilaku
kepemimpinan, pengambilan keputusan, penyelesesain konplik, membangun kinerja
dan pembangunan tim
Penelitian
ini menampilkan profil kepemimpinan di Pondok Pasantren Darun Najah, lebih jauh
penelitian ini bertujuan untuk mendiskripiskan model, tugas, dan fungsi
kepemimpinan di Pondok Pesantren Darun Najah, memahami ghirah dari kepemimpinan
dan faktor yang berpengaruh di Pondok Pesantren, serta menemukan perilaku
kepemimpinan refresentatif dalam memimpin Pesantren, pengambilan keputusan,
penyelesain konflik, ketrampilan memimpin dan pembangunan kinerja tim Pondok
Pesantren Darun Najah
.
- Perumusan Masalah
Setelah
Penulis menjelaskan latar belakang masalah serta fokus penelitian dan sub fokus
penelitian maka penulis dapat rumuskan “ Apakah Kepemimpinan Kolektif di
Pesantren Darun Najah Pusat sudah berjalan dengan efektif “
- Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui sejauh mana Kepemimpinan Kolektif berjalan di Pesantren
Darun Najah pusat.
- Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat penelitian ini adalah :
1.
Hasil penelitian
ini diharapakan menjadi sumbangan pemikiran produktif dan positif kepada PondokPesantren Darun Najah pusat baik
secara internal atau eksternal.
2.
Sebagai Penambah
khasanah kekayaan model kepemimpinan yang terdapat dalam pondok pesantren di
Republik ini
3.
Sebagai bahan
pertimbangan dan perbandingan serta bahan kajian bagi pondok pesantren dalam
menggunkan model kepemimpinan koletif dalam pondok pesantren. .
Daftar Pustaka
Ali,
Mukti, ( 1972 ) Beberapa Masalah Pendidikan di Indonesia,Yogjakarta,Nida
Azya, Azyumardi.(1989) Surah di Tengah
krisis;Pesantren Dalam Perspektif
Masyarakat, Jakarta,LP3M
A.Steenbink,
Karel.(1986) Pesantren, Madrasah, Sekolah,Jogjakarta, .
Dirjosanjoto,Pradjarta.
(1999) Memelihara umat kyai Pesantren-Kyai Langgar di Jawa,Yogjakarta,LKIS
Fajar,
A.Malik (2005 a ) Holistika Pemikiran Pendidikan, Jakarta, Raja Grafindo
Persada
Fajar,
A, Malik (2005 b ) Strategi Pengembangan Pendidikan Islam dalam Era
Globalisasi, Yogjakarta, Aditya Media dan UIN Press
Fachran,Hamdan
& Syarifuddin ( 2005) Titik Tengkar Pesantren:Resolusi Konflik Masyarakat
Pesantren, Yogjakarta,Pilar Religius
Hidayat
Komarudin .(1985a) Pesantren Dalam Perubahan, Jakarta, LP3S
Haikal, Husin .( 1985 ) Beberapa Metode dan
Kemungkinan penerapannya di Pesantren,Jakarta, LP3ES
M.Sulton
Masyhud&Moh.Khurasauridlo. (2003) Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta,Diva
Pustaka
Nadj,E,
Shobirin. (1985) Perspektif Kepemimpinan dan Manajmen Pesantren, Jakarta, LP3ES
Rahim,
Husni. ( 2001) Arah Baru Pendidikan Islam di Indoensia, Jakarta, Logos Wacana
Ilmu.
Rahardjo,
Dawam. ( 1985 ) Perkembangan Pesantren Dalam Perspektif Masyarakat, Jakarta, LP3ES
Qomar
Muzamil. (2005 a ) Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta, Erlangga
Syahud
Fatih, Santri Pesantren, Jakarta, Pustaka Al-Khairot
Qomar
Muzamil.(2007b) Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga
Zuhri,Syarifudin.
(t.t) Guruku Orang-orang Dari Pesantren,Bandung, PT Al Ma’rif
Rosidin,
Pendidikan Karakter Pesantren,
Aly
Abdullah, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren, Yogjakarta, Pustaka
Pelajar.
Halim
Abdul, Junaidi Khab, Modernisasi Pesantren, LKIS, Jogjakarta,
Fuad
Fanani Ahmad, Fahroni Ahmad, Ijtihad Pesantren Tentang Toleransi dan Good
Goverment, Icip, Jagjakarta, 2012
Masyhud
Sulton et al, Manajemen Pondok Pesantren, Jogjakarta, Diva Pustaka, 2014
Musonif
Karim, Pendidikan Karakter Khas Pesantren, Semarang, Genius, 2013
Musonif
Karim, Pemikiran Pendidikan Menurut KH, Hasyim As’ari, Fahrurazi Amir, 2008
M.Kholi,
Kode Etik Guru, Jakarta, Pustaka Jaya, 2013
Musonif
Karim, Standarisasi Pondok Pesantren,
Depag
RI, Pedoman Pembinaan Pesantren, Jakarta, 2005
Depag
Ri, Pesantren dengan jumlah 255, LP3ES, Jakarta, 2002
Surachmadi
Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung, Jamara,tt
Ali
Mukti, Beberapa Maslah Pendidikan di Indonesia, Jogjakarta, Nida, 1972
Primadi,
Modernisasi, Pendidikan,Kreativitas, Jigjakarta, Prisma No.6
Dasuki
Hafidz, The Pondok Pesantren An Account of its Developmen in Indevendent
Indonesia, Jakarta
Mitsuo
Nakamura, The Cresent Aries Over The Boyan Tree: A Study of Muhammadiyah Movement is central Javanese
Town, Jigjakarta, UGM Pers, 1987
Wahid
Abdurahman, Pesantren sebagai Sub Kultural, LP3ES , Jakarta,1983
Dhofier,
Zamkhsyari, Contenporary Features of Javanese Pesantren, Mizan No.2 Vol.1, 1984
Suryanegoro
Ahmad Mansyur, Respon Pesantren Terhadap Expansi Politik Imperiatis Belanda,
Bandung, Pusat Study Sejarah Unisba, 1981
Wahid
Abdurrahman, Beberapa pemikiran Tentang Kepemimpinan Dalam Pengemmbangan
Pesantren , Naskah Ceramah Latihan Pembina Ponpes, jakarta, Depag RI, 1978.
Menggerakkan Tradisi : Esei-esei Pesantren, Yogjakarta, LKIS.cet.II, 2007.
Rahardjo
Dawam, Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta, LP3ES, 1993- cet.II, hal.9
Abid
al Gabiri Muhammad, al-Aqlu al-Ahkhlaqi al Arabiy, Beirut, Markaz Dirasat,
al-Wardah al-arabiyah, cet.I, 2001.(hal.10-Pndidikan Karakter ...)
Ibn
Muhammad al-Jurjani ibn Habib al-Mawardi ,Al-Syarif Ali, Kitab al-Ta’rifat,
Beirut, Dar al kutub al-Ilmiyah cet,III,1988, (hal.11 idem...)
Ibn
Muhammad ibn habib al Mawardi ,Abu al-Hasan, Tashil al Nazhar wa Ta’jil
al-Zhafr fi Akhlaq al-Muluk wa Siyasah al-Muluk (ed, Ridwan al-Sayyid), Dar al
Ulum al Arabiyah, 1987 ( hal.101-106 Idem)
Rahmat
Jalaludin, Belajar Cerdas: Belajara Berbasis Otak, Bandung, Kaifa Lerning,
cet.1, 2010
Purwadarminta
WJS,Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet.III Jakarta, Balai Pustaka, 2006
Muhammad
As-Syayid, al- Tahiliyah wa al-Tarhib fi al Tarbiyah wa al-Tahdzib, Kediri,
al-Ma’had al-Islami Lirboyo kediri,tt.
Muhammad
al-Qori Ali ibn Sultan, Miqrat al-Mafatih, Syarh Masykat al-Mashabih, Dar al
Fikr,Beirut, 2002 (lihat pesantren karakter hal.99)
Al-Zarnuji,
Ta’lim al-Muta’alim Thariqat al-Ta’allum (lihat idem hal 148)
Al-Ghalayaini
Syekh Mustafa, Izhah al- Nasyi’in; Kitab Akhlaq , Adab wa Ijtima, Beirut, al
Maktabah al- Ashariyah, cet 1, 1913, ( hal.157 – idem hal.184)
Imam
Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulumu al-Din, Juz II
(hal 211-idem)
A.Muthalib
Zainal Abidin, ctc, KH.DR.Idham Khalid Dalam Pembangunan Umat,Jakarta,Syndicate 23 Amuntai, cet I,2010
(hal.78 idem...)
Arsyad,
Azhar, Superioritas Konsep Pendidikan
Islam:Fungsi dan Peranan IAIN “ Makalah Seminar Sehari Deawan Eksekutif
Mahasiswa ( DEMA), Makasar IAIN, Alaudin , 2003
Ashraf
Ali,Horison Baru Pendidikan Islam. Cet. III:tt, Pustaka Firdaus, 1996
AZrah,
Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet.1
Jakarta, logos
Dauda,
A, kube, Pembinaan Organisasi, Administrasi, dan Manajmen Madrasah/Pesantren,Makalah
Musyawarah Kerja PB As’adiyah , Sengkang, Gedung, Yusbar, 2002
Depag,
Pedoman Pembinaan Pesantren ,Jakarta, Dierjen Bimbingan Islam, 1985
Dep.
Pendidikandan Kebudayaan RI, Pendidikan di Indonesia dari zaman ke zaman,
Jakarta, LP3ES, 1979
Hasbullah,
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, Cet.1 , Jakarta, PT, Raja Grafindo, 1995
Idem,
Kapita Selecta Pendidikan Islam, cet.1, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
1996
Mappangano,
Eksistensi Madrasah dalam Sistem Pendidikan Nasional, Cet.1 Makasar, CV Berkat
Utami, 1996
Rofiq,
Ahmad, NU/Pesantren dan Tradisi Pluralisme dalam Konteks Negara Bangsa” dalam Ahmad Suaedy (ed)
Pergulatan Pesantren dan Demokrasi, Cet. 1, Yogyakarta, ,LKIS. 2000
Wahid,
Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren, Cet. 1,Yogjakarta, LKIS,
2001
Aly,
Abdullah, Pendidikan Islam Kultural di pesantren,
Azra,
Azyumardi, Pendidikan Islam , Jakarta, Kencana, 2012
Burhanudin,
Jajat, (penyunting) Mencetak Muslim Moderen, Jakarta, Raja Grafindo, 2006
Danim,
Sudarwan, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, Cet.II, Yogjakarta,; Pustaka
Pelajar,2006
Dhofier,
Zamakhsyari, Tradisi Pesantren ( Memandu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa)
Jakarta, Newesa Press, 2009
Salman,Harun,
Sistem Pendidikan islam, Cet. II, Bandung, ; Al Ma’rif, 1998
Hasbullah,
Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta,
Raja Grafindo Persada,2008
Sa’id,
Hawwa, Tarbiyatuna Al- Ruhiyah , terjemahan,Khairul Rafi’e Jalan Ruhani Cet.V
Bandung, Mizan, 1997
Anis,
Masykur, Modernisasi Pesantren, Depok, Borneo Pustaka,2010
Qutub,
Muhammad, Manhaj Al Tarbiyah Al Islamiyah, terj. Salman Harun, Sistem
Pendidikan Islam cet.II ,Bandung, Alma’arif , 1988
Wahid,
Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi, Cet.II, Yogjakarta,LKIS,2007
Zubaedi,
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren, Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2007
Arsyad Mazuki, Pesantren Darun Najah : Study
kasus tentang usaha pesantren dalam pembinaan pengerajin peci ulujami jakarta
selatan, Jakarta, PLPIS-YIIS-UI 1980
Greetz
Cliford , Abangan, Santri Priyai Dalam Masyarakat Jawa , jakarta,Pustaka Jaya,
1981
Yunus
Muhammad, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Mutiara, 1979
Abdullah
Taufiq, Agama Dan Perubahan Sosial, Jakarta, CV, Rajawali, 1983
Musonif
Karim, Laporan Hasil Penelitian, Pesantren Al Falah dan 8 Pesantren di Bogor,
jakarta, LP3ES,1974
Marzuki
Amri, et,al, Pengembangan dan Penyebaran Teknologi Tapat Guna Melalui
Pesantren, Jakarta, The Asia Foundation,1984
Purwanto
(terj) Membangun Rangka Islamisasi Ilmu, Bandung, Mizan, 1997
Azhari
Muntaha, Dinamika Pesantren: KumpulanMakalah Seminar Internasional The Role of
Pesantren in community Developmen Indoensia Terj.Sonhaj Soleh,
Jakarta,P3M, 1988, hal.266 (Dalam
tulisan Abdurahman Wahid Prospek Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan)
Mastuhu,
Dinamika Sistim Pendidikan Pesantren, Jakarta, Gema Insani Pers, 1977, hal.70
Lihat juga Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Yogjakarta, LKIS, 2001,
hal.55
Arifin
Imron, Kiai : Kasus Pondok Pesantren Tebuireng, Malang, Kalimasada Pers, 1993
Conger
J,J.A, The Charismatic Leader : Behind the Mystique of Expection Leadership,
San Fransisco: Jooseey- Bass,1989
Hadari,
Amin dan M.Ishom El Saha, Peningkatakan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah
Diniyah, Jakarta, Diva Pustaka , 2004
Ismail,
Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogjakarta, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
Pustaka Pelajar, 2002
Qomar,
Mujamil, Pesantren : Dari Transformasi Metodologhi Menuju Demokratisasi
Institusi, Jakarta, Erlangga,2004.
Rahardjo
Dawam, Pergumulan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, Jakarta, P3M, 1985
Shaleh,
Abdurrahman, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Jakarta, Depag RI
Wahid
Marzuki, Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren,
Bandung, Pustaka Hidayah, 1999
Wahjoetomo,
Perguruan Tinggi Pesantren, Jakarta,
Gema Insani Pers, 1977
Irjo
Sartono, Kepemimpinan Dalam Dimensi Sosial, Jakarta, LP3ES, 1984
Likert
Rensis, The Human Oraganization Its Manajement and Value , New York, Mc Graw
Hill, 1967
Soetopo
Hidayat, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Surabaya, Bina Aksara, 1982
Sukamt,
Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren, Jakarta, LP3ES, 1999
Tyson,
S; and Jackson, T. The Essence of Organizational Behaviour , Prentice Hall Internasional, 1992
Wahid
Abdurrahman, Dunia Pemikiran Kaum Santri, Yogjakarta, LK PSM NU Prentice Hall
Internasional, 1992
Yulk
A;G. Leadershsip in Organisation, (Terjemahan Yusup Udaya) Jakarta,Prenhalindo,
1994
A’La,
Abd, Pembaruan Pesantren, Yogjakarta,Pustaka Pesantren, 2006
Abu
Sin,al,Idaroh Fial IslamTerjemah, Dimayaudin Juwaini,Jakarta, Radja Grafindo
Pesada, 2006 Borton, G.Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Paramadina, 1999
Djauhari
Idris, Pondok Pesantren Sebagai Pendidikan Al ternatif, Simenep, Al Amien
Printing,2003
Effendy,
M, Manajemen, Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, Palembang, 1985
Hamzah,
LA.Al I’lan fi Shadr al Islam , Dar al Fikr al Arabi, Kairo, Mesir, 1978
Hoy; W;K; & Miskel, G; C.
Educational Administration, Theory, Research and Practice, Singapora; McGraw Hill,
2001
...............URGENSI
KEPEMIMPINAN KOLEKTIF PONDOK PESANTREN SERTA
KONTRIBUSI PESANTREN DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
(
Studi Kasus Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Pesanggrahan Jakarta Selatan)
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
b.
Fokus dan Subfokus Penelitian
c.
Perumusan Masalah
d.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
BAB II KAJIAN
TEORITIK
KEPEMIMPINAN
DAN KONTRIBUSI PESANTREN
a.
Konsep dan Implementasi
Kepemimpinan Kolektif Pesantren
b.
Dampak Kepemimpinan Kolektif Pengembangan
Pesantren
c.
Kepemimpinan Kyia Dalam Pondok
Pesantren
d.
Pesantren dan Perkembangan
Pendidikan Nasional: Kontribusi Pesantren Bagi Bangsa
e.
Pendidikan Pesantren Dalam Pembangunan
Karakter bangsa dan Life Skill Santri
BAB III METODOLOGI PENELITAN
A.Metode
dan Prosedur Penelitian
B.Tempat
dan Waktu Penelitian
C.Latar
Penelitian
D.Data
dan Sumber Data
E.Teknik
dan Prosedur Pengumpulan Data
F.
Teknik Analisa Data
G.
Validitas Data
1.
Kredibilitas Data
2.
Transferabilitas
3.
Dependibilitas
4.
Konfirmabilitas
BAB IV HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Pesantren Darunnajah Pusat
B. Temuan Penelitian
1.
Sejarah Pesantren Darun Najah
2.
Model Kepemimpinan Pesantren
Darun Najah
3.
Periodesasi Kepemimpinan
Pesantren Darun Najah
4.
Kelembagaan dan Personalia Pondok
Pesantern Darun Najah
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
a.
Simpulan
b.
Rekomendasi
- Metode Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan
pendekatan Kualitatif dengan model Studi Kasus. Dalam menggali data peneliti
melakukan wawancara mendalam dengan para kyai atau pimpinan fungsionaris Dewan
Riasah yang merupakan lembaga tertinggi di pondok pesatren moderen Darun Najah,
Pengurus Harian, majlis A’wan ,Para Asatiz dan Asatizah, Alumni, Santri.
Dismping itu juga peneliti akan melakukan observasi partisipan dan membuat
kuesioner terutama kepada santri aktif atau bentuk lain guna mendapatkan data
yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut.Data-data tersebut kemudian dianalisa
secara interaktif deskriptif.
[1]
Nurcholis Madjid, Merumuskan Kembali Tujuan Pendidikan Pesantren, Jakarta,
LP3M, 1985, Hal.4.Lihat Dawam Rahardjo Dalam Pergulatan Dunia Pesantren,Jakarta,
P3M, 1985
[2]
Huseni Haikal, Beberapa Metode dan Kemungkinan Penerapannya di Pondok
Pesantren,Jakarta, P3M,1985 hal.25, Lihat Dawam Rahardjo dalam Pergulatan
Dunia Pesantren,Jakarta, P3M, 1985
[3]
Usia Pondok Pesantren telah mencapai 300-400 tahun yang lalu, dimana untuk
pertama kalinya didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana
Maghribi ( w.12 Rabiul Awal 822 H/ 8 April 1419) Beliau mendirikan pondok
pesantren di jawa pada tahun 1399 M untuk menyebarkan Islam. Lihat Robald Alan
Lukens Buli, A Peacceful Jihad: Javanese Education and Religion Identity Contruction. Michigan, Arizona State
University 1997, Hal.60.Lihat Lanny Octavia ctc dalam Pendidikan Karakter
Berbasis Tradisi Pesantren, Jakarta, Rumah Kitab, 2014, Hal.5
[4]
M.Dawam Raharjo, Perkembangan Masyarakat Pesantren mengatakan Sementara
itu masih banyak pemikir atau cendekiawan yang berpendidikan barat tidak banyak
pengetahuannya, apalagi yang memahami hakekat pesntren, kalau tidak akan
dikatakan tidak peduli (ignorant) terhadap pesantren, tidak sepadan
dengan eksistensi lembaga yang kolosal ini.Mereka seolah-olah tidak menyadari,
bahwa telah banyak cendekiawan, pemimpin masyarakatyang berpengaruh,
wiraswastawan yang berhasil dan pemimpin politik yang berkaliber nasional dan
internasional yang telah dihasilkan oleh lembaga yang lama tidak dikenal itu terutama
sesudah kemerdekaan.
[5]
Dr.Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU, Jogjakarta, LKIS,2004, Hal.26
[6]
Prof.Dr.Said Agil Siradj,MA, Pesantren, Pendidikan, Karakter, dan Keutuhan
NKRI, Jakarta, Rumah Kitab. 2014 Hal.12
[7]
Mukti Ali, Beberapa Masalah Pendidikan di Indoensia, Yogyakarta, Nidia,
1972, Hal.24
[8]
Dikalangan cendikiawan muslim, pesantren telah sudah dikenal sebagai
subkultur.Meski dalam kenyataannya ciri-ciri umum sebagai sebuah subkultur
tidak terpenuhi.Dalam penelitian ini, pesantren sebagai subkuktur merujuk pada
ciri-cirinya minimalis yang antara lain; pesantren merupakan lembaga yang
berbeda dari pola kehidupan umum di tengah masyarakat Indonesia, adanya proses
pembentukan nilai-nilai tersendiri dengan segala simbolnya dan adanya sistim
hirarki yang ditaati.Lihat Abdurahman Wahid dalam Pergulatan Agama, Negara dan
Kebudayaan, Jakarta, Desantera, 2001, Hal. 135. Lihat juga Abdurahman Wahid
Pesantren sebagai Subkultur dalam Dawam Raharjo Pesantren dan Pembaruan,
Jakarta, LP3ES, 1995, Hal.39-60.
[9]
Asep Saeful Muhtadi, Komonikasi politik Nahdhatul Ulama Pergulatan Pemikiran
Politik Radikal dan Akomodatif, Jakarta, LP3ES, 2004, Hal.82
[10]
Dr.Idham Khalid adalah tokoh besar bangsa dengan pemikira yang besar pula.
Alumni Pondok Pesantren Gontor,Ponorogo yang telah aktif bergelut di bidang
pemerintahan sejak usia muda dan dua kali menjadi sebagai Wakil Perdana Menteri
II pada masa pemerintahan Soekarno. Kemudian di era pemerintahan Soeharto, kyai
Idham Khalid melanjutkan perjuangannya kepada negara dengan menjabat sejumlah
posisi menteri, Ketua DPR/MPR dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Di bidang
pergerakan dan organisasi NU selama 28 tahun. Beliau juga merupakan tokoh yang
dengan kearifannya ikut menata kehidupan partai politik dan diterima dengan
ikhlas oleh semua kalangan. Semua kerja keras dalam upaya membangun bangsa ini
dilakukan oleh kyai Idham Khalid dengan wujud tanggungjawabnya terhadap Ibu
Pertiwi, tanah kelahirannya. Tanggungjawab bukan hanya dalam persoalan
–persoalan besar kenegaraan . Dalam hal kecil pun, Beliau menunjukkan
tanggungjawabnya. Lihat Zainal Abidin A.Muthalib ,Amir Husaini Zamzam, Dr.KH
Idham Khalid Dalam Pandangan Umat, Jakarta,Syndicat 23 Amuntai cet.1,
2010,hal.78.
[11]
Mukti Ali, Beberapa Masalah Pendidikan di Indonesia, Yogyakarta, Nida, Th.1972,
Hal.24
[12] Mujamil Komar, Manajemen
Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga, 2007, Hal. 13
[13]
Hamdan Farchan, Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren; Resolusi Konplik
Masyarakat Pesantren, Yogjakarta, Pilar Religia, 2005, Hal.110
[14]
Imas Maesaroh, Total Quality Managemen dalam Pengembangan SDM Pondok Pesantren,dalam
A,Halim et.al. Manajemen Pesantren, Jogjakarta, Pustaka Pesantren, 2005, Hal.91
[15]
Abdul Aziz Dahlan et al (ed) ensiklopedi Hukum Islam Jilid III, Jakarta,
IchtiarBaru Van Hoeve, 1999, Hal.950
[16] Mujamil Qomar, Op.cit, hal 25
[17]
Azyumardi Azra, Surau di tengah krisis, Pesantren dalam Perspektif
Masyarakat,Jakarta,LP3M,1989
[18]
Abu Sin, al-Idaroh Fiel Islam, Terjemah
Djamaludin Juwaini, Jakarta, Raja Grafindo Persada ,2006. Lihat Borton.G.Gagasan
Islam Liberal di Indoensia, Jakarta, Paramadina,199
[19]
A’la Abd, Pembaruan Pesantren, Yogjakarta, Pustaka Pesantren, hal. 75, 2006
[20]
A.Malik Fajar, Strategi Pengembangan Pendidikan Islam dalam Era Globalisasi,
Jogjakarta, Adytia Media dan UIN Pers, 2005, Hal. 25
[21]
Ibid, hal.25
[22]
Nadj E.Sobirin, Perspektif Kepemimpinan dan Masyarakat Pesantren, Jakarta, LP3S,
Hal.24