Penerapan Konsep Pendidikan Integratif
Pada Pendidikan Tinggi Islam Swasta
a Thesis by Abdul Basith
- Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang telah diciptakan dalam bentuk
paling sempurna, sebuah kenyataan yang sepatutnya disyukuri dan
dinikmati. Ayat Al-Quran menegaskan bahwa kesempurnaan manusia
tersbut karena dilatarbelakangi oleh berbagai macam karakter yang
tidak dimiliki makhluk lain. Sedikitnya ada empat karakter yang
melekat erat daam diri manusia, yaitu fitrah, nafs, qalb, dan
aql. Menurut Quraisy Shihab, sebagaimana disinyalir dari
pendapat Muhammad ibn Asyur dikemukakan bahwa fitrah adalah
bentuk dan system yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk.
Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang
diciptakan Allah pada diri setiap manusia yang berkaitan dengan aspek
jasmani dan akal (ruh) nya. Manusia berjalan dengan kaki, melihat
dengan mata, dan lain sebagainya menrupakan fitrah
jasadiyahnya, senang menerima nikmat dan sedih jika ditimpa musibah
juga sebagai fitrah ruhaniyah yang melekat erat pada diri
manusia1.
Oleh karena itu manusia dijadikan Allah SWT. sebagai khalifah, yaitu
sebagai subjek dan pelaku langsung dalam mengisi kehidupan dan
sekaligus menggali semua potensi alam ini dengan semaksimal mungkin
untuk kesejahteraan mereka. Tugas ini sangat berat, karenanya makhluk
lain menolak bahkan malaikat pun meragukan kemampuan manusia dalam
mengemban tugas sebagai khalifah di atas dunia. Sebab dengan berbekal
nafsu, mereka akan sukar mengontrol emosinya untuk berbuat curang dan
tindakan kriminal. Statement malaikat tersebut langsung direspon oleh
Allah dalam Al-Quran:
و واذ قال ربك للملا ئكة إ ني
جا عل في الارض خليفه قا لوا أ تجعل فيها
من يفسد
فيها و يسفك الد ما ء ونحن
نسبح بحمد ك ونقد س لك قال إ ني أعلم ما لا
تعلمون ( البقرة )
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi, mereka berkata, mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah
di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau Tuhan berfirman ‘Sesungguhnya Aku lebih
mengetahui apa yang kalian tidak ketahui2’.
Islam sebagai agama samawi yang telah diciptakan langsung oleh Allah
SWT. tentu saja mengetahui dengan pasti tentang kebutuhan hidup
pemeluknya baik yang berkaitan dengan urusan dunia terlebih urusan
akhirat. Guna mencapai dan memperoleh kehidupan keduanya dibutuhkan
sarana dan prasarana hidup yang lengkap dan memadai bagi manusia dan
itu bisa didapati jika ditopang oleh sumber daya manusia (SDM) yang
bisa diandalakan kemampuannya. Karena kebutuhan keduanya dipersiapkan
secara garis besar sehingga memerlukan pengkajian dan pemahaman yang
mendalam (syariat) sementara itu yang berhubungan dengan kebutuhan
hidup dunia harus mengikuti perkembangan Teknologi (science).
Disinilah faktor ilmu Pengetahuan berperan penting dalam peradaban
manusia, baik ilmu Syariat atau ilmu Umum (modern sciences).
Korelasi kedua Ilmu tersebut seperti dua sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan, artinya tidak adanya perbedaan dan yang lebih
penting, baik Al-Qur’an atau Hadist tidak memilih antara ilmu yang
wajib dipelajari dan yang tidak.Seperti Allah SWT. sudah
mengisyaratkannya dalam Al Qur’an, bahwa jika manusia ingin
mengetahui kekayaan alam ini baik yang dibumi, laut, udara, tidak
akan berhasil kecuali dengan ilmu pengetahuan. Jika kita memahami
secara dalam dapat dipahami bahwa ilmu itu mempunyai netralitas,
tidak melihat bangsa, ras, keturuuan bahkan status sosial. Oleh karna
itu Islam menghukum wajib kepada para umatnya mendalami ilmu
pengetahuan tanpa melihat dan membedakan apakah ilmu umum atau agama,
keduanya dibutuhkan.
ي يا معشر الجن والانس ان
استطعتم ان تنفذوا من اقطا ر السموات
والارض فا نفذوا لا تنفذون الا با السلطا
ن ( الرحمن )
Artinya: Hai golongan jin dan manusia, jika kamu
mampu untuk mangarungi sempadan-sempadan langit dan bumi silahkan
harungi, tetapi kamu tidak akan mampu mengarunginya, kecuali dengan
kekuatan ( QS. 55:33)3.
Dalam Hadist Nabi Muhammad SAW. telah memotivasi umatnya bahkan
menjadi kewajiban pribadi dalam mempelajari ilmu pengetahuan
diantaranya adalah beliau bersabda:
ا طلبوا العلم ولو با ا
لصين فا ن طلب العلم فريضه على كل مسلم (
رواه الديلمي عن ام سلمة )
Artinya : Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negri cina, sesungguhnya
mencari ilmu pengetahuan adalah wajib bagi setiap muslim4.
Dalam satu kesempatan Syaidina Ali beliau
memperingatkan kita bahwa untuk mencapai kesuksesan hidup yang prima
(dunia-akhirat) diperlukan pribadi yang berkualitas dan sarat dengan
ilmu pengetahuan (SDM).
من اراد الدنيا فعليه با العلم
ومن اراد الاخرة فعليه با العلم ومن اراد
هما فعليه با العلم ( قا
ل علي كرم الله وجه )
Artinya: Barang siapa yang menghendaki kebahagiaan dunia maka
haruslah dengan ilmu,barang siapa yang menghendaki kebahagiaan
akhirat maka haruslah dengan ilmu dan barang siapa menghendaki
keduanya haruslah juga dengan ilmu5
Dengan begitu dalam Islam tidak ada pemisahan ilmu agama dan ilmu
umum (dikotomi) jadi tidak ada perbedaan orang yang menuntut ilmu
agama ditinggikan derajatnya dan mereka yang menuntut ilmu umum tidak
diberi derajat oleh Allah SWT. Tentu saja yang dimaksud derajat
disini ulama juga memberikan batasan, namun pada prinsipnya yang
dimaksud derajat adalah nilai lebih yang tidak dirasakan dan dimiliki
oleh mereka yang tidak memperoleh ilmu pengetahuan. Diakui atau tidak
umat Islam sekarang mengalami kemunduran dan tertinggal dari dunia
barat, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena dalam
Pendidikan Islam sendiri masih menghadapi pola pikir dikotomik, yakni
dikotomisme antara urusan duniawi-ukhrawi, akal-wahyu, iman-ilmu,
Allah, manuisa-alam, dan antara ilmu agama dengan ilmu umum.
Seharusnya umat Islam lebih sensitif membaca penomena alam yang
sangat cepat bergerak dan berubah meniggalkan manusia jika tidak
dinamis. Coba kita lihat alam dengan sejuta dinamikanya tidak pernah
berhenti. Dengan kata lain Allah SWT. tidak pernah berhenti bekerja
dan berkarya dengan kesempurnaan ilmunya,sehingga tidak pernah
mengalami distorsi dan ketinggalan sesuai perkembangan dan kebutuhan
mahluk.Secara Institusi isyarat ini mestinya dicermati oleh umat
Islam khususnya dalam dunia penidikan. Ali Asyraf menyebutkan
pendidikan yang dikotomik tadi, menyebabkan umat Islam mengalami
kemunduran multi kompleks mulai dari kemunduran ekonomi, politik,
hukum, budaya, teknologi dengan disiplin keilmuannya.
Pendidikan dan seterusnya sebagai krisis yang dialami pendidikan
Islam, disebabkan pemisahan keilmuan yang cukup lebar, seolah-olah
ilmu pengetahuan dan teknologi dipandang tidak menyebabkan ketakwaan
dan kesalehan seseorang6.
Jika diamati secara seksama pernyataan tersebut menimbulkan akibat
umat Islam terjebak dalam pemaknaan yang tidak utuh terhadap struktur
ilmu, sehingga timbul anggapan bahwa yang wajib dipelajari hanyalah
ilmu agama, sementara ilmu umum dianggap sekuler dan tidak wajib
dipelajari. Dalam sejarah Universitas Islam tertua Al Azhar,
Al-Mushthanshiriyah di Bagdad, bahkan IAIN di Indonesia pun terkena
pola pikir, dalam masyarakat juga secara individu kesan orang sudah
terkavling oleh dikotomi ilmu, sehingga Pesantren dan Madrasah yang
mewakili Pendidikan umat Islam secara kelembagaan mendapat sorotan
sebelah mata karna dianggap lembaga pendidikan nomor dua (inferior)
yang tidak menjanjikan masa depan dan kurang mampu membaca kebutuhhan
dan tidak marketable. Masyarakat Islam banyak yang memilih Lembaga
Pendidikan Umum karena menjanjikan, membanggakan, superior dan
marketable. Kerugian ini bukan saja dari sisi regenerasi
tetapi juga dari Pembinaan dan Penyebaran dakwah. Dikotomi ilmu
menyebabkan ketertinggalan umat Islam amat jauh di bidang Sains, Ilmu
terapan dan Teknologi (IPTEK). Ketertinggalan ini hampir melanda
seluruh Negara yang mayoritas berpenduduk Islam. Sehingga dalam
persaingan ekonomi, budaya, politik kita tidak mampu mengalahkan
mereka bahkan selalu menjadi obyek sikap terjangnya. Eropa Utara,
Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru yang protestan, Eropa
Selatan dan Amerika Selatan yang katolik, Eropa Timur yang katolik
ortodoks, Israel yang Yahudi, India yang Hindu, Singapura, Cina,
Korea, Taiwan, Hongkong yang Bhuddis konfusialis, juga Jepang dan
Thailand yang Bhuddis terus melaju meninggalkan kita, terutama Umat
Islam Indonesia. Padahal Nabi pernah memberikan isyarat ketika
terjadi dialog dengan petani kurma, Beliau bertanya kenapa korma ini
bagus dan besar tidak seperti biasanya, petani tersebut menjawab
bahwa aku kawinkan antara satu jenis dengan jenis lainnya
(asimilasi). Mendengar jawaban ini bersabda:
انتم اعلم با امور
دنيا كم ( راوه مسلم )
Artinya: Anda lebih tahu dengan urusan dunia anda
sendiri
Kalimat singkat ini menggambarkan kepada umat Islam bahwa untuk
membangun dan mengelola bumi ini membutuhkan Teknologi yang bersumber
dari Ilmu Pengetahuan dan itu bagian dari kesalehan seorang muslim.
Dengan demikian Pendidikan Integratif dalam dunia Pendidikan Islam
yaitu menyatukan dan memadukan Ilmu Agama dan Ilmu Umum
(Syariah-Sains) terus dibangun jangan dipisahkan, dikotomi ilmu dalam
pendidikan Islam harus segera dihentikan, sehingga umat ini tidak
terus menerus berkubang dalam keterpurukan yang tidak berujung.Jadi
segala yang mengarah kepada integrasi ilmu dalam pendidikan Islam
harus disambut baik dan terus dikembangkan dan berkelanjutan mulai
dari pendidikan dasar sampai tingkat Pendidikan Tinggi. Hal ini
sebenarnya bukan dikarenakan perkembangan peradaban,tetapi didorong
oleh semangat Islam yang berangkat dari semangat Al Qur’an dan
Hadist dan praktek para Tokoh dan ilmuan Islam terdahulu. Umat Islam
perlu meninjau ulang format pendidikan Islam nondikotomik melalui
upaya pengembangan struktur keilmuan yang Integratif. Salah satu
bentuknya adalah berubahnya Institut Agama Islam Negri (IAIN) menjadi
Universitas Islam Negri (UIN) yang dimotori oleh Menteri Agama Dr. H.
Tarmizi Taher pada awal tahun 1996. Pertimbangan dengan langkah
cerdas dan cepat tsb.dengan alasan agar dalam Pendidikan Tinggi Islam
bukan saja ilmu agama yang dipelajari tetapi juga ilmu umum. Seperti
yang Penulis sampaikan diatas bahwa kemajuan teknologi tidak dapat
dibendung karma terus mengalir, tetapi harus dihadapi dengan sumber
daya manusia yang handal dan berpikir progresif. Inilah tugas para
cendikiawan muslim dengan melakukan Ijtihad pemikiran melalui
Pendidikan Tinggi Islam yang Integratif.
Jika ditarik benang merahnya maka nampak semakin jelas bahwa
Pendidikan Integratif sejalan dengan apa yang diamanahkan oleh
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, karena keduanya bertujuan
membangun peserta didik khususnya pada jenjang Pendidikan Tinggi
yaitu membentuk Insan Akademika yang prima baik kemampuan Agama
(Syariat) atau Teknologi (Kauniyat). Perpaduan Intelegensia Question
(IQ) dan Spritual Question (SQ) tidak bisa dipisahkan, inilah tujuan
akhir dari penyelenggaraan Pendidikan.
Bangsa kita yang dikenal religi. Jika generasi mendatang tidak
dipersiapkan secara cermat terutama produk Pendidikan Tinggi maka
sulit bagi bangsa ini bisa menyejajarkan dengan Negara lain, kuncinya
adalah semakin dirapatkan antara kelompok ilmu profan yaitu ilmu-ilmu
keduniaan yang kemudian melahirkan perkembangan Teknologi dan Sains
di hadapkan dengan Ilmu–ilmu Agama pada sisi lain.
Jabatan khalifah yang dibebankan kepada manusia sangatlah tepat
karena pada diri manusia terdapat potensi berpikir sebagai modal
mengembangkan dan mengolah dunia. Tentu saja semuanya baru berhasil
jika didukung oleh teknologi.
Ada satu hal yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yaitu kemampuan
akal. Dari sinilah manusia mampu berkreasi, berkarya dan berinovasi
sehingga memunculkan peradaban dan kebudayaan yang terus berkembang.
Kata aql dalam literature Al-Quran tidak dikemukakan secara
langsung, yang ada hanyalah bentuk kata kerja masa kini dan lampau.
Namun dari konteks ayat-ayat yang menggunakan kata aql dipahami
antara lain daya untuk memahami dan menggunakan sesuatu pekerjaan
yang dapat merubah suasana yang direncanakan7.
Terkadang seringkali akal juga digunakan pada hal yang negatif.
Jalaluddin Rahmat, dalam salah satu tulisannya mengemukakakn,bahwa
terdapat dua komponen pokok yang membedakan hakikat manusia dengan
hewan lainnya yaitu, potensi untuk mengembangkan iman dan potensi
untu mengembangkan ilmu. Dari sini dapat disimpulkan, manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial, makhluk biologis dan psikologis
(spiritual)8.
Oleh karenanya dalam konteks kehidupan, manusia mempunyai tingkat
kebutuhan dan peranan yang berbeda dari makhluk Allah yang lain
senantiasa berubah dan berkembang sesuai dengan keadaan dan tingkat
kebutuhan, kesemuanya itu diatur secara detail dalam nash
(Al-Quran dan Hadits). Ataupun kebijakan yang dibuat manusia.
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, tujuan pendidikan di
Republik ini adalah dalam rangka membentuk manusia yang sehat jasmani
dan rohani sebagaimana yang disebut dalam pasal 3 USPN.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi mansuia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
YME, berakhlak mulia, sehat, berbudi luhur, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab9.
Bila dicermati secara seksama, banyak sekali tindakan kriminal atau
asusila di negeri ini yang dilakukan justru oleh orang yang
berpendidikan seperti korupsi, kolusi, nepotisme (KKN),
penyalahgunaan jabatan, pengembangan anggaran (mark up) baik
pada lembaga Negara, DPR, pengadilan, kejaksaan, kepolisian bahkan
sudah merambah kepada dunia pendidikan. Pemandangan ini sangat
ironis, satu sisi tujuan pendidikan kita sangat bagus dan idealis,
namun pada kenyataannya, atau aplikasi lulusannya jauh panggang dari
api. Bila dibiarkan ini terus berlangsung, bisa jadi kita akan
mengalami kemunduran dan tertinggal dengan Negara berkembang lainnya,
bahkan akan jatuh terpuruk karena Negara ini diisi oleh birokrat dan
pemimpin yang tidak mempunyai nurani yang bersih, pekerja yang salah,
dan birokrat yang tidak amanah. Dalam hal ini tidak mungkin
Pemerintah lewat Undang-undang Pendidikan Nasionalnya mampu mengatasi
secara baik secara sendirian, sebab sangat terbatas kemampuan
pemerintah, baik dari segi sumber daya manusia (SDM), konseptor
pendidikan, finansial, atau metode pendidikan yang memang terus
berkembang.
Penulis dapat melihat permasalahan ini, dengan melibatkan organisasi
keagamaan yang sudah mapan terutama Muhammadiyah.
Karena organisasi yang satu ini sudah
banyak berbuat dan memebrikan kontribusi besar bagi perkembangan
pendidikan di Indonesia. Persoalannya adalah sambutan dan sikap serta
apresiasi pemerintah belum maksimal, sehingga kebijakan dan konsep
yang ditawarkan tidak berjalan dengan mulus, bahkan terhambat
penyelenggaraannya baik pada tingkat perekrutan (recruitment)
atau konsep yang ditawarkan, belum lagi adanya persaingan tidak
positif antar lembaga pendidikan swasta bahkan antar lembaga
pendidikan Islam. Jelas semua itu akan menghambat terjadinya
perekrutan tenaga pendidik yang mempunyai akar pengetahuan yang
brilian dan dasar agama yang dapat diandalkan. Dalam bahasa akademis
diistilahkan dengan ‘Ulama yang intelektual, dan Intelektual yang
ulama’. Inilah yang Penulis maksudkan dengan pendidikan Integratif
(Kaffah).
Sebenarnya gagasan menjadikan pendidikan Islam dapat menghasilkan
lulusan yang komplit tersebut sudah digagas pada masa Menteri Agama
pada masa Orde Baru, yaitu banyak lulusan Strata Satu atau Dua yang
belajar ke luar negeri untuk memajukan daya analisa dan kritis
terhadap perkembangan pembangunan di Indonesia, khussnya pada
pelayanan birokrasi dan konsep penyelenggaraan Negara termasuk di
dalamnya dunia pendidikan. Bahkan pada tingkat sekolah menengah
adanya Madrasah Aliyah Plus, dimana para siswanya diberikan
pendidikan umum lebih besar dari pendidikan agamanya, jadi hampir
mirip dengan pendidikan Sekolah Menengah Umum. Kebijakan ini mendapat
reaksi keras dari masyarakat sebab dianggap akan meghilangkan tujuan
pendidikan Madrasah Aliyah, yaitu tetap pada pendalaman ilmu
keagamaan tetapi tidak tertingal dalam pendidikan umum.
Pertanyaan kita adalah dapatkah para ormas Islam khususnya
Muhammadiyah membangun kembali pendidikan Integratif yang pernah
dibangun. Jika dapat seperti apa konsep yang ditawarkan dan bagaimana
system pembelajarannya, serta dari mana model pendidikan tersebut
dilaksanakan. Apakah mulai dari Taman kanak-kanak sampai Perguruan
Tinggi atau dari Sekolah Menengah dan berakhir pada Perguruan Tinggi,
atau cukup pada waktu menjalani pendidikan tingkat Kesarjanaannya.
Semua itu memerlukan pemikiran yang baik dan sangat komprehensif,
sebab satu dan lainnya saling terkait, apalagi berhubungan dnegan
pembentukan karakter (character building), nampaknya tidak
bisa ada unsur yang dilompati apalagi hilang. Sebab mengakibatkan
hasilnya tidak maksimal berupa tidak mendatangkan pengaruh terhadap
perkembangan jiwa seseorang, sehingga terjadilah generasi yang tidak
memiliki kompetensi yang baik bahkan akan menjadikan persoalan baru
dalam membangun bangsa ini.
Islam sebagai ajaran yang sesuiai dengan fitrah manusia bukan saja
mengatur ubudiyah tetapi juga mengatur kepada umatnya dalam hal yang
berhubungan dengan mualamah. Bahkan dalam menempatkan seseorang dalam
bekerja atau ditugasi dalam posisi jabatan diharuskan mereka yang
memang ahli dan professional di bidangnya. Ini sangat modern,
manajemen apapun setuju denagn konsep tersebut sebab tidak mengundang
kepada kolusi dan perekrutan tenaga berdasarkan kolega (kerabat,
teman, saudara dst). Tetapi sekali lagi mengedepankan kemampuan
semata sebab nabi Muhammad SAW. dalam haditsnya bersabda:
إذا وسد الأمر في غير محله
فانتظر الساعة. ( رواه
البخا ري )
“Apabila suatu urusan di tempatkan pada seorang yang bukan ahlinya,
maka tunggulah masa kehancuran”10.
Degradasi moral bangsa kita terutama para birokratnya dewasa ini
mengalami masalah besar, hampir melanda di setiap lini pemerintahan
dan lembaga sosial maka timbul lah ketimpangan sosial pada sektor
riil. Problema lain para pengelola Negara mempunyai tugas ganda yaitu
satu sisi sebagai tokoh partai dan di sisi lain sebagai seorang
birokrat. Sementara para pelakunya dominan mereka yang haus jabatan
dan mencari keuntungan pribadi dan kelompok saja, maka manipulasi
jabatan dan kebijakan selalu mengarah kepada keuntungan dan
kelanggengan jabatan. Seolah Negara ini milik mereka akibat yang
timbul, tidak sedikit masyarakat dari kalangan tertentu terus
tertinggal baik pendidikan, atau status sosialnya mereka terpaksa
tidak dapat menikmati kekayaan Negara seperti hasil bumi, mineral,
laut, hutan, gas, dan seterusnya. Mengapa terjadi? Karena yang
mengurus Negara ini baik eksekutif, yudikatif, dan legislatif masih
jauh pengamalannya dari nilai-nilai keagamaan karena kering naluri
kerohaniannya.
Secara sosial, Negara adalah kumpulan antara pemimpin dan rakyat
yang mengajarkan mereka untuk bersikap toleran dan harus tolong
menolong dalam setiap tindakan, karena hakikatnya mereka mempunyai
fungsi yang saling menguatkan. Jadi untuk melihat bagus dan buruk
suatu Negara dilihat dari kerjasama antara ulama dan umara. Jika
keduanya baik maka Negara tersebut bisa kondusif dan system
pemerintahan bisa berlangsung sehat. Adanya penyimpangan material dan
kebijakan dikarenakan diantaranya sudah tidak ada lagi kepercayaan.
Terutama dari umara ynag merasa lebih penting, pintar dan memegang
kekuasaan. Dalam Islam pengaturan sebuah komunitas baik local atau
Negara dibangun atas kerjasama yang baik antara ulama dan umara.
Penguasaan di tangan satu orang tidak mungkin menghasilkan hasil yang
maksimal dan membawa kesejahteraan umat. Dalam hadits nabi dikatakan:
صنفان من الناس إذا صلحا صلح
كله و إذا فسدا فسد كله العلماء و الأمراء.
( رواه ابو نعيم وديلمي )
“Ada dua golongan dari manusia apabila keduanya baik maka baiklah
manusia tersebut, dan apabila keduanya jahat maka rusaklah manusia
tersebut, yaiut ulama dan umara”11
Walaupun syariat mendorong individu untuk berkarya secara menerus,
namun Al-Quran dan hadits juga mengakui bahwa sebagai makhluk sosial
mempunyai kekurangan, semua itu dapat disempurnakan melalui
pendidikan. Dengan pendidikanlah manusia mampu meningkatkan
imajinasi, inovasi,dan kreatifitas dalam mengelola bumi ini, termasuk
membentuk tatanan masyarakat yang sesuai dengan hukum dan kehendak
Allah SWT. jauh dari intrik negatif yang dapat merugikan dirinya,
orang lain, bahkan bangsa dan negaranya.
Dari uraian penjelasan tersebut di atas, kiranya sangat tepat jika
kesejahteraan masyarakat dengan berbagai macam aspek kehidupannya
yang menjadi tujuan utama system masyarakat Islam salah satu
syaratnya adalah dilayani oleh masyarakat yang mempunyai kemampuan
lengkap, cerdas, pandai dan professional di bidangnya namun dikuatkan
pada pribadi yang kuat dengan jiwa agama, keshalehan, dan amanah.
Coba kita lihat ketika Rasulullah SAW. mampu membentuk masyarakat
yang berubah total dari masyarakat kasar, bodoh, temperamental,
garang, hukum rimba dan tidak bertauhid menjadi masyarakat yang lemah
lembut, santun, kasih sayang, penyabar, taat hukum dan bertauhid.
Demikian pula ketika para sahabaat melanjutkan kepemimpinan tersebut,
kuncinya adalah adanya kecakapan mental dan spiritual yang tinggi
dalam pribadinya. Kesemuanya itu didapat melalui pendidikan kaffah
dan tempaan Rasulullah SAW. secara komprehensif, sehingga mereka
mempunyai kepribadian yang menguntukngkan bagi masyarakat.
- Permasalah Penelitian
- Identifikasi Masalah
Penelitian berjudul Penerapan Konsep Pendidikan
Integratif pada Pendidikan Tinggi Islam Swasta studi Komparatif
Universitas Muhammadiyah Jakarta – Universitas Al-Azhar Indonesia
diawali oleh keinginan Penulis untuk mengetahui jawaban konkret
tentang misi dan visi kedua pendidikan tinggi Islam swasta tersebut
dalam membangun masyarakat yang Islami, modern, dan amanah sesuai
tujuan pendidikan nasional membentuk dan mengembangkan Manusia
Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab Atas
dasar latar belakang dan begitu banyaknya permasalahan maka Penulis
mengidentifikasikan masalah tersebut sbb:
- Sejauh mana upaya Muhammadiyah memberikan pelayanan Pendidikan Tinggi Integratif kepada mahasiswa
- Bagaimana cara Muhammadiyah mengembangkan dan menumbuhkan rasa cinta kehidupan Islami
- Metode apakah yang sering digunakan agar pelaksanaan Pendidikan Tinggi Integratif selalu mendapatkan respon positif
- Bagaimana caranya Muhammadiyah mengemas kurikulum agar dosen mahasiswadan karyawan ikut menciptakan lingkungan islami
- Apa yang menjadi kendala penerapan pendidikanTinggi Integratif di tingkat Pendidikan tinggi.
- Pembatasan Masalah
Karena banyaknya permasalahan yang terdapat pada Identifikasi masalah
pada obyek Penelitian Penerapan Konsep
Pendidikan Integratif Pendidikan Tinggi Islam swasta yang berada
dibawah ormas Islam Muhammadiayah maka Penulis membatasi pada dua
universitas yaitu, Universitas Muhammadiyah
Jakarta (UMJ) dan Universitas Al-Azhar Indonesia
(UAI).
Penulis hendak memfokuskan pembahasan pada Sejauhmana Kontribusi
Pendidikan Tinggi Islam tersebut membentuk mahasiswanya menjadi
manusia yang menguasai ilmu Agama dan Umum secara menyeluruh
(Kaffah-Integratif) pengkajian diarahkan pada Pendidikan Tinggi Islam
sebagai lembaga Pendidikan yang mempunyai tugas untuk membentuk
manusia sesuai dengan tujuan hidup menurut Petunjuk Al Qur’an dan
Hadits yaitu menuju hidup bahagia dunia dan akhira. Sebagai khalifah
manusia memerlukan pembekalan ilmu yang kuat baik ilmu dunia
(Teknologi) atau ilmu Agama (syariat) di samping faktor-faktor lain
sebagai pendukung mencapai tujuan, Penulis ingin melihat factor
penghambat dalam mengupayakan terbentuknya masyarakat Islami.
- Perumusan Masalah
Sesuai dengan Pembatasan masalah yang telah disebutkan diatas, maka
Permasahan tersebut dapat penulis rumuskan sbb:
- Bagaimana caranya menyelenggarakan pendidikan tinggi islam integratif yang bisa diterima di masyarakat.
- Seperti apakah konsep dan model pendidikan tinggi islam integratif tersebut, siapa sasaran utamanya
- Bagaimana metode pengajaran dan kurikulum yang diterapkan.
- Sejauh manakah mengetahui dampak positif pendidikan tinggi islam integratif tersebutbagi mahasiswa dan masyarakat.
- Tujuan Penelitian
- Menjelaskan dan mengetahui bagaimana visi dan misi Pendidikan Tinggi Islam yang dibawah Ormas Muhammadiyah.
- Mengetahui faktor-faktor yang dapat mendukung dan hambatan agar model pendidikan Tinggi integratif terselenggara dengan baik.
- Menjelaskan peran Pendidikan Tinggi Islam dalam merealisasikan Pendidikan Tinggi integratif.
- Tantangan positif bagi penulis dan sekaligus menyumbangkan pemikiran dalam membangun bangsa.
- Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi Pendidikan Tinggi
Islam dalam upaya pengembangan Pendidikan di masyarakat sebagai
berikut :
- Sumbangan pemikiran kepada dunia Pependidikan Tinggi Islam dalam meningkatkan kwalitas lulusan yang kuat Iptek dan Imtaqnya.
- Sumbangan wacana berpikir bagi Pakar Pendidikan, Dosen, Konsultan Pendidikan, Yayasan khususnya dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan pembentukan Pendidikan Tinggi Integratif (Kaffah).
- Bahan bacaan bagi Insan Akademis terutama bagi Dunia Pendidikan Tinggi Islam.
- Sebagai bahan kajian khusus bagi umat Islam dibawah ormas Islam terutama Muhammadiyah.
- Tinjauan Pustaka
- H. Zainal Abidin Ahmad, Memperkembang dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Bulan Bintang.
Setiap orang pasti menginginkan dan berharap hidupnya lebih baik di
hari mendatang. Salah satu jalan untuk merealisasikan impian tersebut
adalah melalui pendidikan tinggi. Secara formal pendidikan tinggi
adalah merpakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program pendidikan diploma sarjana, magister, spesialisasi
dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi12
oleh karena itu pada jalur inilah seorang mahasiswa akan terlihat
jelas kemana arah bakat nya disalurkan serta akan tercetak jelas
seperti apa pembentukan karakter kepribadiannya. Dengan kata lain
pendidikan tinggi dimana mereka belajar sangat mempengaruhi bagaimana
cara berpikir dan bertindaknya di masyarakat sebagai bangsa yang kuat
keagamaannya (religius) Pemerintah kita tidak menginginkan para
sarjana cuma matang dan memahami ilmu secara teoritis dan membangun
jasmaniah saja. Tetapi harus ada keterpaduan antara pembangunan
jasmani dan rohani yaitu kuat Iptek dan
Imtaqnya. Jadi tujuan pendidikan nasioanl kita mempunyai arah dan
target sangat strategis.13
Terlebih Pendidikan Tinggi Islam tampa adanya aturan tersebut
mestinya sudah mempunyai komitmen membentuk masyarakat Islami yang
mampu berkarya dan berkiprah di masyarakat dengan membangun komonitas
yang mendatangkan kemamuran dan keadilan didasari oleh semangat Iman
dan Imtaq sehingga terbentuklah kepuasan material dan spiritual di
tengah masayarakat. Sebab banyak kita jumpai orang pandai di negeri
ini yang keberadaannya bukan membawa manpaat tetapi mendatangkan
beban berupa siakp dan tindakannya yang melawan dan melanggar hukum,
adat, norma agama, dan aturan negara. Jadi tujuan yang urgen pada
setiap Pendidikan Tinggi Islam mempunyai misi menghasilkan sarjana
muslim yang kuat ilmu umum dan agama seperti yang dikemukakan Prof.
Teungku Muhammad Hasbi dalam buku tersebut adalah sbb:
- Membentuk Pemuda-Ulama yang akan membentuk masyarakat di masa depan.
- Membentuk sarjana-sarjana yang cakap membanding masalah-masalah yang dikehendaki masyarakat semua dapat mengambil mana yang sesuai dengan pembangunan masa dan masyarakat masing-masing.14
- Membentuk Pemuda-pemuda yang berilmu luas,berdada lapang, berakhlaq tinggi dan bertaqwa kepada Allah SWT. yang dapat memenuhi hajat penduduk kota yang sudah dipengaruhi oleh aneka rupa kebudayan luar, dan dapat melayani kebutuhan-kebutuhan penduduk kampung dan desa yang masih primitif dan segala sederhana keadaannya istimewa dalam cara berpikir yang belum banyak mempunyai Critise Zin yang lebih banyak berpegang teguh kepada warisan-warisan lama dan sukar melepaskan diri dari taqlid.
- Membentuk pemuda-pemuda Ulama yang tidak hanya pandai bercakap tetapi juga pandai beramal dan berusaha. Pandai menempatkan sesuatu pada tempatnya dengan jiwa yang dinamis15.
Pada buku tersebut jelas sekali bahwa tujuan inti
dari Pendidikan Tinggi Islam adalah Membentuk manusia yang mempunyai
kwalitas dan kemampuan lengkap yaitu bisa di Andalkan kemampuan
berpikir dan bertindak sesuai bdengan ilmu pengetahuan baik umum atau
Agama. Dalam bahasa pancasila membangun manusia Indonesia
seutuhnya tentu saja ini sesuai dengan bahan penelitian yang Penulis
akan lalukan karma meteri buku tsb Sangat menarik. Di samping itu
banyak Informasi baru yang penulis dapati guna mengembangkan
Pendidikan Tinggi Integratif (Kaffah) terutama Pendidikan Tinggi yang
menjadi obyek Penelitian, benarkah sudah memenuhi persyaratan atau
masih terdapat bagian yang belum terpenuhi baik dari unsure metode,
kurikulum, dosen, mahasiswa atau juga lingkungan.
Buku tersebut memang tidak khusus membahas Pendidikan Tinggi Islam
Inegratif (Kaffah) tetapi tantang pendidikan Islam secara umum, namun
spiritnya dapat membantu Penulis untuk mengembangkan sesuai dengan
bahan kajian Thesis.
- Prof. Dr. A. Malik Fajar, Mencari Laboratorium Ulama, Jakarta, UMJ. Press, 2000
Dalam tulisan ini banyak digambarkan keberadaan Ulama, tantangan,
profil, dan tipe yang bagaimana Ulama yang dibutuhkan masyarakat.16
Sebab ulama sekarang bukan seperti masa lalu pandai berbahasa arab,
mengusai kitab-kitab kuning, pandai baca doa dan punya pondok dst
belum cukup, tetapi perlu memahami perkembangan zaman termasuk
pendidikan bahkan mereka dituntut menjadi seorang sarjana (moslem
scholar), cendikiawan muslim atau ulama intelek.Kelebihan dan
kekurangan adalah milik zaman, masalahnya adalah bagaimana kita
mengukur dan menempatkan secara proporsional dan model yang seperti
apa yang perlu dipersiapkan17.
Pertanyaan ini sangat erat dengan Penelitian yang sedang penulis
lakukan yaitu bagaimana Pendidikan Tinggi Islam memprodak para
lulusannya menjadi sarjana yang kuat imannya, luas teknologinya dan
brilian pemikirannya. Sebab zaman terus berkembang secara pesat
banyak perseoalan keagamaan yang tidak diduga sebelumnya muncul
dimasyarakat dan itu harus dicari jawabannya oleh para intelekual
Islam. Mana mungkin seorang ulama sebagai panutan dan tempat mengadu
jamaahnya mampu mengatasi jika tidak memiliki pengetahuan yang
memadai.Jadi semakin jelas disini NU - Muhammadiayah sebagai wadah
umat Islam dalam memajukan dan meningkatkan Sumber Daya Manusia harus
menyiapkan dan mempasilitasi para generasi mudanya untuk melakukan
peningkatan kualitas pendidikannya sebagai alat untuk mengatasi
persoalan umat. Dikatakan dalam buku itu tantangan dan tuntutan yang
selalu berubah tidak mengenal kompromi adalah niscaya dan ada pada
setiap zaman maka yang ada ini harus kita ukur dan kita bobot menurut
konteks zamannya pula. Dari konteks akademik dapat dipahami bahwa
pola pembelajaran di tingkat Pendidikan Tinggi seharusnya cepat
membaca keadaan dan kebutuhan umat agar tidak terjadi. Stagnasi
keilmuan. khususnya yang menyangkut pembentukan manusia yang
berwawasan keislaman luas18.
- Prof. Dr. HAR. Tilaar M.Sc., Ed., Manajmen Pendidikan Nasional, Bandung, Rosda Karya, 2006
Dalam buku ini banyak terungkap bagaimana
manajemen pendidikan seharusnya berjalan baik.Sebab kampus yang luas,
mahasiswa yang banyak, SDM Dosen dan tenaga Administratif yang
mumpuni tidaklah akan membawa hasil yang maksimal jika tidak ditopang
oleh manajmen pendidikan yang benar19.
Banyak dijumpai banyaknya lembaga pendidikan yang gulung tikar
atau paling tidak kalah bersaing dengan yang lain karna manajmen yang
amburadul. Secara khusus buku mempunyai kaitan erat dengan penelitian
yang sedang penulis lakukan, sebab susah manjunya pendidikan Islam
terutama pada tingkat Tinggi disebabkan sering terjadi persaingan
yang tidak sehat dianantara mereka, termasuk pada ormas NU -
Muhamadiyah susah untuk bersatu dalam satu bendera, mereka lebih
senang berdiri sendiri walau tampa kekuatan. Apalagi bila mengacu
pada peraturan pemerintah No. 30 tentang pendidikan tinggi yang
mengarah pada pendidikan tinggi otonom, kreatif, dinamik dan
profesional, ini bisa diartikan masyarakat semakin jeli menilai suatu
Pendidikan Tinggi. Demikian dalam buku itu dikatakan.20
Banyak penulis dapati bahan-kajian dan pemikiran yang diutarakan oleh
Penulis buku tsb. Sehingga membuka pemikiran untuk mengembangkan
dalam penelitian yang Penulis lakukan khususnya pada pengelolaan
manajmen Pendidikan tinggi Islam yang sampai saat ini masih menjadi
penghambat utama untuk bersaing dengan pendidikan tinggi lain yang
dikelola orang lain. Dengan begitu target dan sasaran pendidikan
tidak akan menjadi kenyataan apabila tidak didukung oleh manajmen
pendidikan yang sesuai dengan aturan terlebih dalam Pendidikan
Tinggi.
- Dr. Samsul Nizar, MA., Rekonstruksi Pendidikan Islam Suatu Alternatif Design Pendidikan Integral
Dalam buku ini ditulis beberapa upaya yang telah dilakukan oleh para
cendikiawan muslim dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia pendidikan islam dalam menghadapi tantangan millennium secara
profesional.
Dikatakan ada cara ada cara-cara dominan
dianatarnya adalah merekonstruksi sistem pendidikan yang lebih
adaftik, fleksibel dan sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta
didik yang diwarnai oleh Ruh Islam.21
Sebagai nilai kontrol yang ampuh bagi manusia dalam melakukan
aktifitas. Materi yang diuatarakan sangat bersinggungan dengan
penelitian yang penulis lakukan yaitu untuk membangun bangsa yang
kuat dan mandiri harus dimulai dan didasari oleh semangat islam,
terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan tugas karena tidak adanya
kontrol maksimal keaagamaan dalam setiap individu, guna menciptakan
manusia yang kuat mental dan spiritual, ilmu dan imtaqnya cuma
didapati melalui jalur pendidikan integratif (Kaffah). Sebab masih
ada Pendidikan tinggi Islam yang kurang mencerminkan atau bahkan
nuansa keislamannya kurang terlihat.sementara secara moral seharusnya
mereka giat dan semangat memunculkan simbol-simbol islam. Termasuk
mengkader dan mempersiapkan tenaga-tenaga profesional muslim yang
siap berkarya dan membangun masyarakat dengan nilai-nilai keislaman,
bukan saja kualilitas ilmu umumnya tetapi mampu menjabarkan agama
dalam setiap disiplin ilmu secara integratif, inilah yang telah
dilakukan oleh para ilmuan muslim terdahulu. Dalam hal ini NU -
Muhammadiyah sebagai reprensentatif umat Islam Indonesia
bertanggungjawab meningkatkan kualitas generasi mudanya lewat
Pendidikan Tinggi agar selalu tinggi kreatifitas ilmiahnya tetapi
tetap menjujung tinggi nilai-nilai Keislaman. Jadi jika tidak terjadi
perubahan, sementara tuntutan zaman dan perubahan sosial begitu
cepat, maka rekonstruksi pendidikan tinggi Islam merupakan jalan
terbaik pada bentuk sistem pendidikan yang adaftik dan harmonis.22
Dalam buku tersebut banyak bahan kajian yang menurut penulis sangat
baik untuk dikembangkan sebagai bahan analisis, walau tidak secara
langsung mengupas Pendidikan Tinggi Islam Integraratif (Kaffah) namun
banyak yang bersinggungan sehingga membuat Penelitian Penulis semakin
mendapat bahan dan lietratur pustaka.
Memahami
Pendidikan Integratif
- Pengertian Pendidikan Integratif
Integratif
berasal dari bahasa Inggris integrate,
yang mempunyai arti: (1) mengintegrasikan; (2) menyatupadukan; atau
(3) menggabungkan/mempersatukan, sementara integrated
– yang digabungkan1.
Pendidikan
Integratif adalah Pendidikan yang memadukan antara kebenaran wahyu
(burhan qauli) dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta
(burhan kauni)2
Dikatakan struktur keilmuan integratif di sini bukanlah berarti
antara berbagai ilmu tersebut dilebur menjadi satu bentuk ilmu yang
identik, melainkan karakter, corak, hakikat antara ilmu tersebut
terpadu dalam kesatuan dimensi material- spritual, akal- wahyu, ilmu
umum- ilmu agama, jasmani- rohani, dan dunia- akhirat. 3
- Tujuan Pendidikan Integratif
Tujuan
Pendidikan Integratif adalah berupaya memadukan dua hal yang sampai
saat ini masih diperlakukan secara dikotomik, yakni mengharmoniskan
kembali relasi antara Tuhan - alam dan wahyu - akal, dimana perlakuan
secara dikotomik terhadap keduanya telah mengakibatkan keterpisahan
pengetahuan agama dengan pengetahuan umum4.
Secara
normatif - konseptual, dalam Islam tidak terdapat dikotomi ilmu
pengetahuan. Baik dalam Al-Quran atau Al Hadist tidak memilih
dan membedakan mana ilmu yang wajib dipelajari dan tidak. Orang yang
mempeljari ilmu akan mendapat derajat yang tinggi Allah Swt.
berfirman
يرفع
الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا العلم
درجت (
المجا
د لة )
Artinya
: Allah akan meninggikan Orang-orang yang beriman diantaramu dan
Orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q. S.
58:11)5.
Disamping
itu pula Nabi besar Muhammad SAW. bersabda:
طلب
العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة (
رواه
ابن البر عن انس )
Artinya:
Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap Muslim baik laki atau
perempuan6.
Dengan
demikian kita dapat memahami bahwa tidak berarti ilmu agama
(Syari’ah) wajib dipelajari, sementara ilmu umum (Modern Sciences)
tidak wajib, atau mereka yang cuma
menuntut ilmu agama saja yang diangkat derajatnya oleh Allah SWT.,
sementara yang bergelut dalam ilmu umum tidak. Dalam hal ini yang
menjadi ukuran pasti adalah ketauhidan seorang ilmuan, jika beriman
tentu berbeda dengan yang tidak beriman.
Dari
aspek keutuhan ilmu para tokoh Muslim, Ulama terdahulu juga telah
membuktikan tidak adanya pemisahan dalam ilmu untuk dipelajari,
semuanya diperlukan. Sebagai contoh Al Kindi adalah seorang Filosuf
dan sekaligus agamawan, demikian pula Al Farabi, Ibnu shina, selain
ahli dibidang kedokteran, filsafat, psikologi, musik, beliau juga
ulama, Ibnu Khaldun selain seorang ahli dalam bidang ilmu ekonomi,
sosiologi, matematika, juga seorang yang sangat luas pandangan ilmu
agamanya. Indonesia
juga memiliki Tokoh- tokoh seperti itu diantaranya Muhammad Nasir,
KH. Ahmad Dachlan, KH. Hasim Asy’ari, yang akan penulis uraikan
lebih jauh pada para tokoh pendidikan integratif.
Dalam
dataran konsep ideal, Islam diyakini sebagai agama yang memiliki
ajaran sempura7,
artinya seluruh aspek kehidupan diatur secara komprehensip dan
menyeluruh, memang Al-Quran dan Hadis membuatnya secara global
(ijmali)
Islam memuat semua sistem ilmu pengetahuan, tidak ada dikotomi dalam
aturan keilmuan Islam, disinilah diperlukan ketajaman berpikir dari
cendikiawan muslim. Dalam hal ini pengembangan akal dan intelektual
merupakan suatu dorongan intrinsik dan inheren dalam ajaran Islam.
Tumbuh dan berkembangnya akal pikiran yang menghasilkan kebudayaan
Islam yang tinggi pada abad pertengahan seperti yang dikatakan Sayyed
Hossein Nasr tidak lain disebabkan adanya pandangan kesatuan dalam
keseluruhan ajaran Islam8.
Dalam konteks pendidikan pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa
untuk membuat peradaban ilmu pengetahuan yang tinggi dimana dunia
Islam pernah mengalaminya terutama pada masa daulah Abbasyiah dan
Umayah diperlukan para cendikiawan yang bukan saja dalam ilmu
agamanya, tetapi juga luas ilmu umumnya. Adanya perpaduan ke dua
ilmu, baik ilmu ukhrawi yang mengatur ibadah, ada juga ilmu duniawi
yang mengatur urusan hubungan anatar manusia sebagai khalifah di muka
bumi ini.
Namun
yang terjadi sebaliknya, muncul pemisahan antara kelompok ilmu profan
yaitu Ilmu-ilmu keduniaan yang kemudian yang melahirkan perkembangan
sains dan teknologi dihadapkan pada Ilmu-ilmu agama pada sisi lain9.
Maka timbulah istilah dan peneglompokan, ilmu agama kemudian disebut
sebagai ilmu Islam, sementara ilmu sains dan teknologi disebut ilmu
umum. Secara
etis, Al Ghazali membagi ilmu-ilmu intelektual ke dalam tingkatan
terpuji , tercela dan diperbolehkan. Ilmu intelektual yang terpuji
adalah ilmu yang padanya bergantung aktivitas kehidupan ini. Bila
tidak ada, maka dapat mengakibatkan manusia kedalam kesulitan serius,
contohnya kedokteran aritmatika10
tetap masuk pada peringkat ilmu fardu kifayah, yang termasuk kategori
fardhu ‘ain hanya untuk ilmu-ilmu relegius saja11.
Meskipun demikian, Al Ghazali tidak memandang antara ilmu agama dan
ilmu umum bertentangan. Karena keduanya saling melengkapi.
Keterbatasan akal sebagai sumber ilmu umum mengharuskan adanya
bimbingan wahyu yang merupakan sumber ilmu agama Islam. Demikian juga
keterbatasan wahyu memerlukan interpretasi akal12.
Akibatnya,
dalam waktu yang cukup panjang bahkan beberapa dekade persoalan
dikotomi ilmu yang dihadapi oleh dunia islam terus dan tidak berhenti
dan selalu dihadapi oleh perbedaan antara ilmu Islam dan non Islam,
ilmu barat dan ilmu timur. Terutama dalam pendidikan lebih jauh
dikotomi ini merambah kedalam sistim pendidikan Islam, munculnya
dikotomi sekolah umum pada satu sisi dan sekolah madrasah yang
merupakan perwakilan sekolah agama13.
Agar
dapat dicapai konsep keutuhan ilmu, sesuai dengan semangat dalam
Al-Quran dan Hadis, serta praktik para ulama terdahulu, umat Islam
perlu meninjau ulang format pendidikan Islam nondikotomik melalui
upaya pengembangan struktur keilmuan yang integratif. Islamisasi
ilmu pengetahuan yang santer kini disuarakan seperti Naquib al-Atas
tidak lepas dari kesadaran berislam di tengah pergumulan dunia global
yang sarat dengan ilmu teknologi14.
Potensi keyakinan terhadap sistem Islam yang bisa mengungguli sistem
ilmu pengetahuan barat yang tengah mengalami krisis identitas inilah
yang kemudian memberikan kesadaran baru umat Islam untuk melakukan
upaya islamisasi ilmu pengetahuan15.
Sehingga terjadilah hubungan yang saling terkait antara satu ilmu
pengetahuan dengan ilmu pengetahuan lain
yang berangkat dari perpaduan akal dan pemahaman wahyu.
Dalam memahami wahyu baru bisa menghasilkan yang optimal ketika
didukung oleh akal dan segala perangkat, atau hasil kerja akal.
Sementara itu akal sendiri tidak mungkin selamat cara kerjanya bila
tidak didukung oleh wahyu.
Coba
kita lihat kenapa para ilmuan barat menjadi sekuler ketika berhadapan
dengan ilmu pengetahuan, dan beranggapan bahwa itu hasil karya murni
yang dilakukannya. Sebab yang berperan disini adalah dominasi akal
belaka, tidak didasari oleh wahyu, sehingga semakin maju teknologi
yang diperolehnya, maka semakin sombong dan congkak mereka. Disini
makna
Integratif juga berarti harus ada kesatuan antara ilmu kauniyah
dengan syari’ah. Umat Islam Indonesi yang majemuk sangat rentan
pola pikirnya jika saja tidak di barengi dengan pendidikan yang
integratif yaitu pendidikan umum yang diberikan harus dibarengi
dengan ilmu agama, karena pada hakekatnya penemuan dan karakteristik
pengetahuan bersumber dari yang satu yakni ilmu Allah SWT. Sehingga
tidak mungkin ada pertentangan di dalamnya. Penemuan-penemuan Sains
semakin dalam akan menjadi nilai lebih spritual, orang semakin dekat
dan yakin tentang kekuasaan Allah SWT. dan juga sebaliknya, mereka
yang tidak dilandasi oleh nilai keimanan
akan mengalami kebinasaan.
Masa lalu orang mengatakan IQ (intelegensi
Quistion)
paling unggul dalam meraih prestasi akademis, namun kini tidak
demikian lagi. Ia dianggap cuma menyumbang sepuluh prosen dalam
kecerdasan, di mana sisanya didominasi oleh SQ (Spritual
Quistion)
dan EQ (Emotional
Quistion).
Persoalan kita dalam pendidikan memang akut, jika kita diam saja
terhadap dikotomi keilmuan yang kita alami, maka keadaan tidak akan
banyak membantu bagi kemajuan. Disadari atau tidak umat Islam dunia
manapun mayoritas tengah berada dalam kondisi tertinggal dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi, hal ini disebabkan
sistem, metode, sumber daya manusia (SDM),
kurikulum yang labil, sarana-prasarana, belum lagi kebijakan
pemerintah yang gonta ganti ditambah kepentingan politik kualitas
pendidikan kita masih rendah dibanding sistem pendidikan barat.
Pendidikan
tinggi Islam sebagai motor penggerak dan tempat memproduksi para
intelektual yang handal dan mampu bersaing, sudah selayaknya maju
pada garis terdepan mengatasi ketertinggalan ini. Penulis mencermati
perubahan IAIN (Institut
Agama Islam Negri)
berubah menjadi UIN (Universitas
Islam Negri)
sebagai bagian dari implikasi gagasan tentang konsep integrasi ilmu
dalam pendidikan Islam. Harun Nasution sangat mendudkung pengembangan
IAIN menjadi UIN. Intinya dikatakan, sangat mendukung pembentukan
UIN. Sehingga dalam lembaga pendidikan Islam tidak terjadi dikotomi
antara ilmu agama dengan ilmu umum, atau penyelenggaraan pendidikan
yang dualistik16.
Di zaman yunani kuno, para saintis dan filosofnya mengembangkan
pemikiran rasional tanpa terikat dengan agama apapun. sehingga,
timbulah sains dan filsafat yang sekularistik, kemudian di zaman
klasik Islam (650–1250 M) dilakukan upaya Islamisasi terhadap
tradisi keilmuan yunani tersebut, sekaligus perumusan pendidikan yang
integratif antara pengetahuan umum dan agama oleh para tokoh muslim17.
Baik barat atau Islam keduanya pernah mengalami masa-masa sulit
karena terjadinya dikotomi ilmu, khususnya dalam peradaban Islam pada
abad pertengahan (1250-1800 M) dimana para fuqoha memegang peranan
penting dan sangat berpengaruh pada dunia pendidikan Islam. 18
Sementara di barat terjadi sekularisme. Dunia Islam mengalami
kemunduran karena belum mampu mengatasi dikotomi ilmu dan
dunialistik, padahal bahaya dikotomi belum tentu tidak lebih
berbahaya dibanding paham yang berkembang di dunia barat yang semua
diukur dengan otak dan kebendaan. Untuk
menghilangkan dikotomisme ilmu dan dualisme pendidikan , di satu
pihak, dan menghilangkan pemikiran rasional sekuler, di pihak lain ,
itulah yang mendorong Harun Nasution ide pengembangan IAIN menjadi
UIN19
Gelombang
Islamisasi ilmu yang mulai ditelaah ulang sejak Konferensi Pendidikan
Islam se-dunia di Makkah pada tahun 1977, lalu di Islamabad pada
tahun 1980 dan 1981, serta di Indonesia pada 1983, dimana hasilnya
merekomendasikan dikembangkannya pendidikan Islam yang non dikotomik,
dengan mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu umum dalam sebuah ilmu
Universitas Islam20.
Lebih lanjut, Islamisasi ilmu pengetahuan, menurut Ismail Raji al-
Faruqi,dimulai dari kesadaran umat islam dari pergumulan dunia global
yang sarat dengan kemajuan teknologi. Sehingga menghendaki
peningkatan adanya hubungan timbal balik antara realitas dan aspek
kewahyuan. Dalam
konteks ini, untuk memahami nilai-nilai kewahyuan, umat Islam harus
memanfaatkan ilmu pengetahuan. Tanpa memanfaatkan ilmu pengetahuan
dalam upaya memahami wahyu, umat Islam akan tertinggal oleh umat
lainnya. Karena realitasnya, saat ini, ilmu pengetahuanlah yang amat
berperan dalam menentukan tingkat kemajuan umat manusia21.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, sarat dengan ilmu pengetahuan,
memerlukan pemikir-pemikir Islam yang brilian, yakni yang mampu
menerjemahkan pesan wahyu kepada kehidupan manusia dengan berbagai
aspeknya, seperti nilai-nilai keimanan, kemanusiaan, peradaban dan
ilmu pengetahuan. Pendekatan
Islamisasi pengetahuan yang di lakukan Al Faruqi diantaranya
penguasaan khazanah ilmu pengetahuan masa kini, Rekonstruksi ilmu
sehingga menjadi panduan yang selaras dengan warisan dan identitas
islam.Maka islamisasi ilmu pengetahuan yang ditawarkan Al faruqi
adalah membangun semangat umat islam untuk selalu moderen, maju,
progresif dan terus melakukan perbaikan bagi diri dan masyarakatnya
yang terhindar dari keterbelakangan ilmu pengetahuan dan teknologi22
.Namun Islamisasi ilmu tersebut yang berangkat dari kebebasan
penalaran intelektual dan kajian rasional-empirik dan filosofis
dengan tetap merujuk kepada kandungan Al Qur’an dan sunnah,
sehingga umat islam akan bangkit dan maju menyusul ketertinggalan
tetapi tetap dalam koridor islam.
Disamping
itu tokoh lain Al-Atas misalnya merumuskan integrasi ilmu pengetahuan
dilakukan dengan jalan, pertama sekali tubuh ilmu pengetahuan barat
itu dibersihkan dari unsur-unsur yang asing bagi ajaran Islam,
kemudian setelah itu baru merumuskan serta memadukan unsur-unsur
Islam yang esensial dan konsep-konsep kunci, sehingga menghasilakn
suatu komposisi yang merangkum pengetahuan inti itu23
Dikotomi keilmuan sebagai penyebab kemunduran umat Islam sudah
berlangsung sejak abad 16, disamping itu umat Islam cenderung
bernostalgia mengenang masa kejayaan di abad pertengahan,disamping
adanya kolonialisme barat atas dunia Islam pada abad 18 hingga abad
ke 19.24
Menanggapi
hal ini, para sarjana barat mengatakan bahwa rasa kebanggaan dan
keunggulan budaya Islam dimasa lampau telah membuat para sarjana
muslim tidak mampu menghadapi tantangan-tantangan yang dilemparkan
oleh para sarjana barat.Padahal bila tantangan itu ditanggapi secara
positif dan arif, maka dunia Islam dapat melakukan proses islamisasi
ilmu pengetahuan baru itu, kemudian memberinya arah baru.Demikan kata
Abdul Hamid25
Dengan
demikian, dikotomi ilmu dalam pendidikan Islam harus segera
diberhentikan, sehingga umat Islam tidak terus menerus terperosok
dalam keterpurukan, ketertinggalan baik kalam ekonomi, politik,
teknologi, pendidikan, serta hukum. Segala
usaha dan upaya yang mengarah pada pendidikan integratif ,
menghilangkan dikotomi ilmu, harus didukung dan disambut baik, agar
dapat tercapai konsep kesatuan ilmu sesuai dengan garis-garis dan
kehendak Al-Quran dan Hadis. Nabi Muhammad SAW. bersabda
تركت
فيكم امرين لن تضيلوا ابدا ما تمسكتم بهما
كتاب الله وسنة نبيه (
رواه
الحا كم )
Artinya
: Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan mengalami
kesesatan selamanya selama berpegang teguh kepada keduanya yaitu
Al-Quran dan Hadis26.
Jaminan
yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. sudah pasti kebenarannya,
sebab Beliau dalam bertutur kata bukan kehendak pribadinya, atau ada
motivasi kepentingan, namun semata berdasarkan wahyu Allah SWT.
Seharusnya umat Islam tidak boleh tertinggal dengan umat lain, sebab
segala sesuatunya sudah tertata rapi, tinggal bagaimana kita mampu
menyikapinya. Jika kita berpandangan bahwa Islam telah mengatur semua
kehidupan secara komprehensif, mestinya di barengi oleh sikap yang
mampu mengembangkan ajaran Islam seperti yang telah dirintis oleh
pendahulu kita, dimana mereka mampu mengembangkan pesan-pesan wahyu
dengan bahasa ilmu pengetahuan sehingga terciptalah perkembangan ilmu
yang begitu pesat. Dunia Islam kini sama saja yakni dalam kondisi
kemunduran semua keseluruhan secara keseluruhan, sementara itu para
ilmuan dunia barat masih merujuk pada karya Ibnu Khaldun, kita
mengatakan itu hal yang biasa, ketika barat mengambilnya dianggap
sebagai hal yang baru. Sebaiknya kita tidak boleh apologi menganggap
kita hebat namun sebatas bicara, kita harus siap dalam berbagai aspek
kalau mau maju, inilah kata kuncinya. Kita memiliki masalah
tersendiri karena mempunyai masalah tersendiri, disebabkan sekian
lama kita dihadapkan pada pemisahan dalam hal keilmuan. Jika ada
kemaun keras dan berusaha secara menerus tanpa adanya dikotomi
keilmuan maka akan dapat teratasi persoalan tersebut, memang butuh
waktu lama dengan terus mengembangkan pendidikan integratif terutama
pada dunia Pendidikan Tinggi Islam. Inilah salah satu alasan para
tokoh ilmuan dan pendidikan kita mempertahankan pendapatnya untuk
merubah IAIN menjadi UIN, sebab dari sinilah akan timbul ilmuan
muslim yang bukan saja mengusai ilmu keagamaan yang bisa dijamin
kualitasnya, tetapi kemampuan sains dan teknologinya tidak kalah
dengan tehnokrat barat. Semuanya baru bisa terbukti dan terleasisasi
melalui pendidikan integratif di mana pengkajian syari’at dan sains
dalam satu atap.
Salah
satu kelemahan umat Islam dalam mengembangkan dan membangun tradisi
keilmuan yang integratif sehingga mampu menimbulkan peradaban baru
adalah bertumpu pada kerenggangan antara pemerintah dengan para
ilmuan. Tidak disadari bahwa konflik keduanya menimbulkan
tersendatnya pembentukan sumber daya manusia yang terampil dalam
pembangunan sebuah Negara. Ini artinya yang paling dirugikan adalah
umat Islam, karena mayoritas di republik ini tercinta Kelemahan lain
kita belum mempunyai sistem yang baik. Banyak orang pintar kita tidak
bisa berbuat apa-apa di negeri sendiri, namun dapat menyumbangkan
sains dan teknologinya di barat. Kenapa, karena belum adanya acuan,
aturan dan cara terbaik yang bisa menampung dalam bentuk
sarana-prasarana. Perubahan baru bisa setelah adanya perubahan
pemikiran. Kenapa barat bisa bergerak cepat dan meninggalkan kita,
padahal mereka banyak belajar dari para ilmuan Islam, bahkan sampai
sekarang. Kerena mereka mempunyai sistem yang lebih baik dari kita.
Jika retorika saja yang dikedepankan tanpa sistem, maka kita akan
terus kalah.
Pendidikan
Islam Integratif berupaya memadukan dua hal yang sampai saat ini
masih diperlakukan secara dikotomik, yaitu mengharmoniskan kembali
relasi wahyu-akal, dimana perlakuan secara dikotomik terhadap
keduanya telah mengakibatkan keterpisahan pengetahuan agama dengan
pengetahuan umum. Dari sini lalu muncul anggapan bahwa ilmu yang
wajib ’ain dipelajari adalah ilmu agama, sementara bidang ilmu umum
hanya wajib kifayah, artinya cukup perwakilan saja yang mengerjakan.
Bila ini yang menjadi ukuran tidak mungkin kita bangkit dari
keterpurukan dan ketertinggalan yang tidak bertepi dengan dunia
barat. Sebagai contoh dalam satu komonitas daerah dimana penduduknya
jutaan orang, dari sisi kesehatan umpanya cuma seorang yang belajar
kedokteran. Dalam hukum pardu kifayah sudah gugur yang lain
kewajibannya. karena sudah terwakili, tetapi dari segi manfaat dan
kebutuhan sudah pasti tidak berimbang, sehingga kesehatan, gizi, pola
makan, rumah tinggal, sanitasi dan lain-lain tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Umat Islam seharusnya mencermati dengan bijak,
sebab yang dimaksud dengan pardu kifayah disini bukanlah pada
pengertian kualitatif, tetapi lebih mengarah pada penekanan obyek
hukum. Oleh karena itu bukan berarti jika lebih dari seorang yang
mengerjakan menjadi kesalahan, justru disinilah kreatifitas umat
Islam di tuntut berpikir kritis dan antisipatif. Bidang ilmu yang
berkarakteristik integratif sudah barang tentu memiliki
interkoneksitas antar bagian keilmuannya. Walaupun begitu,
masing-masing disiplin ilmu tetap memiliki karakter dan posisi
tersendiri yang dapat dibedakan dengan yang lain. Sebab antara satu
disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya mempunyai perbedaan dan
karakter-identitas sendiri-sendiri, tetapi dalam tataran implementasi
masing-masing ilmu tersebut saling berkaitan.
Terlepas
dari persoalan tersebut, tahap pertama penyusunan konsep kesatuan
ilmu dalam pemikiran Islam adalah mengkaji secara menyeluruh
asal-usul ilmu khususnya akar ilmu itu sendiri. Akar ilmu pendidikan
dapat ditelusuri dari manusia yang bertindak sebagai subyek, atau ada
hal yang diketahui di luar subyek27.
Pada tahap berikutnya untuk menyusun kembali struktur ilmu pendidikan
Islam, maka konsep pendidikan Islam harus dibedakan melalui dua
pendekatan. Pertama, pendidikan Islam yang dipandang sebagai suatu
benda (obyek eksistensial) dan kedua pendidikan Islam dipandang
sebagai suatu proses28.
Pengertian pendidikan Islam sebagai suatu benda itu sendiri dapat
dibedakan dalam dua bentuk, yaitu benda dalam arti lembaga pendidikan
dan benda dalam arti ilmu pendidikan29.
Semua pendekatan tersebut harus diamati dengan cermat sehingga
terjadinya acuan dalam upaya pengembangan struktur keilmuan
pendidikan Islam. Melihat masalah-masalah pendidikan Islam yang cukup
kompleks, maka sebenarnya masalah-masalah itu tidak mungkin dapat
dipecahkan sekedar melalui perluasan (ekspansi)
linear
dari sistem pendidikan yang ada. Juga tidak bisa dipecahkan dengan
jalan penyesuaian teknis administratif di sana-sini. Bahkan, tidak
bisa diselesaikan pula dengan pengalihan konsep pendidikan dari
teknologi pendidikan yang berkembang dengan pesat. Yang diperlukan
sekarang adalah meminjam kembali konsep dan asumsi yang mendasari
seluruh sistim pendidikan Islam, baik secara makro maupun mikro30.
Dengan begitu pendekatan yang dilakukan bertujuan pendekatan yang
bersipat situasional. Sebab pendidikan Islam berusaha mempersiapkan
generasi Islam agar dapat menjawab segala tantangan, tuntutan
kehidupan, serta perkembangan zaman dengan teknologinya secara
manusiawi. Inilah pendekatan principal yang tidak dapat lagi di
tawar. Karena itu, diperlukan pendekatan inovasi yang obyektif dan
kreatif agar dengan demikian tercipta usaha-usaha pendidikan
berdasarkan kepentingan anak didik, masyarakat Islam, dan umat
manusia secara keseluruhan. Singkatnya, seperti yang dikatakan
Winarno Surakhmad yaitu diperlukan pendekatan yang lebih intelegen
terhadap masalah kependidikan masa depan31.
Dengan segala uraian yang penulis paparkan, semakin menampakkan bagi
kita masyarakat Islam bahwa pendidikan Islam Integratif bukan sekedar
model, tetapi kebutuhan. Terutama dari Pendidikan Tinggi Islam,
sebagai motor penggerak dan memproduk ilmuan dan inteletual yang
matang syari’ah dan sainsnya. Semoga!
- Tokoh-tokoh Pendidikan Integratif
Membicarakan
orang yang telah berbuat baik dan berjasa bagi agama merupakan
keharusan bagi setiap muslim, apalagi yang berkaitan dengan
kepentingan dan perkembangan pendidikan Islam. Hal ini telah
ditandaskan oleh Nabi Muhammad SAW.
اذكروا
محاسن موتاكم وكفوا عن مساويهم (
الترمذي
عن ابن عمر )
Artinya
: Ingat-ingatlah kebaikan orang-orang yang telah mendahului kamu dan
simpanlah dari hal yang buruk32.
Ditarik
benang merahnya, disini memberi pemahaman bahwa jasa itu bukan saja
berguna bagi pelopornya ketika masih hidup , tetapi ketika sudah mati
pun masih membawa manfaat, dan ini temasuk amal jariah yang pahalanya
terus mengalir. Dalam Islam terdapat banyak sekali tokoh-tokoh
pendidikan yang berjasa sekali bagi peradaban Islam, baik dari Negara
kita sendiri atau dari manca Negara. Khususnya mereka yang mempunyai
kompentensi tinggi dan kelengkapan ilmu pengetahuan yang lengkap,
yaitu mengusai ilmu agama (syari’ah), dan sekaligus mengusai ilmu
umum (sains), banyak penemuan yang bersipat ilmiyah dan menjadi
referensi dan rujukan utama dalam mengembangkan ilmu dan teknologi
masa sekarang baik dari timur atau barat. Diantaranya adalah Ibnu
Shina, Ibnu Khaldun keduanya dari luar Indonesia, dan seorang lagi
dari Indonesia yakni Muhammad Nasir, yang menjadi bahasan utama dan
tokoh lainnya sebagai ilustrasi dan pelengkap dalam membahas ketiga
pokok utama tersebut.
- Ibnu Sina
- Riwayat Hidup Ibnu Sina
Nama
lengkap Ibnu Shina adalah Abu ‘Ali al- Husayn Ibn Abdullah. Nama
ini banyak perbedaan dan menimbulkan
banyak pendapat di kalangan ahli sejarah. Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari bahasa Latin, Aven Sina,
dan sebagian lain mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari kata
al-shin yang dalam bahasa arab berarti Cina. Selain itu ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa nama tersebut di hubungkan dengan nama
tempat kelahirannya, yaitu , Afshana33.
Dalam sejarah pemikiran Islam, Ibn Sina dikenal sebagai intelektual
muslim yang banyak mendapat gelar. Ia lahir pada tahun 370 H,
bertepatan dengan tahun 980 M, di Afshana, suatu daerah yang terletak
dekat Bukhara, di kawasan Asia tengah. Ayahnya Abdulah dari Balkh,
suatu kota yang termasyhur di kalangan orang-orang yunani, dengan
nama Bakhtra yang mengandung arti cemerlang. Hal ini sesuai dengan
peranan yang dimainkan kota tersebut, yaitu selain sebagai pusat
kegiatan politik, juga sebagai pusat kegiatan intelektual dan
keagamaan34
Tampilnya
Ibnu Sina selain sebagai ilmuan yang terkenal di dukung oleh tempat
kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan. Ibnu
Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun dengan berbekal
kecerdasan yang sangat luar biasa. Pelajaran yang pertama
dipelajarinya adalah Al-Quran, kemudian di susul dengan ilmu
keislaman lain seperti tafsir, fiqih, ushuluddin, tasawuf. Dengan
kemampuan diatas rata-rata Ibnu Sina sudah hafal Al-Quran dan cabang
ilmu Islam lainnya memasuki usia sepuluh tahun. Sementara ilmu umum
(sains) matematika dipelajarinya melalui seorang guru yang bernama
Mahmud al- Massah dari India. Kajian ilmu lainnya adalah loghika dan
filsafat di pelajarinya melalui Abi Abdillah an-Natili35.
Kesungguhan beliau belajar baik melaui guru-guru formalnya atau
secara otodidak tidaklah diragukan, sejarah mencatat beliau
menghabiskan waktunya di sebuah perpustakaan milik Nuh bin Mansyur
seorang sultan di Bukhara, karena berhasil mengobatinya. Ilmu
kedokteran yang menjadi cikal bakal dan sebagai sumber utama serta
referensi para ilmuan barat dan timur yang menekuni kedokteran,
adalah hasil buah karyanya yang sangat monumental. Dalam menekuni
ilmu kedokteran beliau bukan saja mempelajari teori-teori kedokteran,
tetapi sering kali mengadakan penelitian dan praktek pengobatan.
Banyak buku beliau yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa,
berkenaan dengan itu banyak yang menduga bahwa Ibnu Sina mempelajari
ilmu kedokteran dari Ali Abi Sahl al-Masity dan Abi Mansur al-Hasan
ibn Nuh al-Qamary. Selanjutnya Ibnu Sina dikenal bukan saja tajam
dalam pengamatan ilmu agama dan pengamalannya, tetapi beliau juga
mendalami ilmu eksakta dan ilmu terapan lainnya. Hal ini menandakan
Ibnu Sina tidak membedakan antara ilmu syari’ah dengan sains, sebab
beliau melihat untuk membangun peradaban manusia tidak mungkin
mengistimewakan disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya. Keduanya
saling membuthkan, pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan
ukhrawi. Sedangkan pendidikan non-Islam, orientasinya duniawi saja.
Di dalam ajaran Islam antara dunia dan akhirat merupakan satu
kesatuan tujuan. Karenanya kualitas hidup di akhirat ditentukan oleh
kualitas hidup di dunia. Fungsi pendidikan tidak akan tercapai bila
pendidikan yang ditawarkan hanya mampu menciptakan manusia pada satu
kebahagiaan, seorang muslim dilarang untuk hidup pada satu orientasi
saja, tetapi harus diraih secara keseluruhan, yaitu dunia-akhirat.
Firman Allah SWT. Dalam Al-Quran telah memberikan peringatan dengan
santun:
وابتغ
فيما اتاك الله الدارالاخرة ولاتنس نصيبك
من الدنيا (
القصص
)
Artinya:
Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu
kebahagiaan negri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan
dari kenikmatan dunia (QS. 28 : 77)36
Bisa
dipahami kenapa Ibnu Sina begitu gigih menekuni berbagai macam ilmu
pengetahuan, karena begitulah Islam memerintahkan kepada umatnya.
Terbukti dengan karyanya yang berjumlah tidak kurang dari empat ratus
lima puluh buah, meliputi bidang ilmu kedokteran, filsafat, ilmu
jiwa, fisika, logika, politik sampai sastra arab. Para
sejarawan ada perbedaan pendapat, ada yang berkata karyanya berjumlah
276 menurut versi Father dari Dominican, sementara menurut peneliti
lain Philip K. Hitti sebanyak 99 buah. Perbedaan ini memang sangat
memungkinkan sebab banyak sedikitnya data yang digunakan37.
Karya
beliau yang paling monumental dan dikenang oleh dunia barat dan timur
adalah tentang kedokteran. Dia dianggap sebagai Bapak kedokteran
modern, George Sarton seorang ilmuan barat berkata Ibnu Sina Ilmuan
paling terkenal dari Islam lewat karya kedokteran. Satu hal yang
menjadi kebiasaan beliau adalah ketika sudah mengalami kebuntuan
berpikir dalam penelitian atau sedang mengkaji ilmu, maka
meninggalkan buku-bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid
dan melakukan sholat sunah sampai datang hidayah yang dapat
menyelesaikan kesulitan-kesulitannya. Kemudian bersedekah kepada
pakir miskin sebagai ungkapan rasa terima kasihnya kepada Allah Swt.
Menjelang akhir hayatnya karena sakit yang tidak mungkin lagi sembuh,
kemudian beliau mandi, lalu bertaubat kepada Allah Swt. Menyedekahkan
seluruh hartanya kepada fakir-miskin, memaafkan orang yang pernah
menyakitinya, membebaskan para budaknya, membaca Al-Quran sampai
tamat (khatam)
setiap tiga hari sekali. Ia wafat pada hari jum’at pada bulan
ramadhan tahun 428 H- 1037 M di makamkan di Hamadan.
- Konsep Pendidikan Ibnu Sina
Pemikiran
Ibnu Sina dalam pendidikan antara lain berkenaan dengan tujuan
pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru, dan pelaksaan
hukuman. Penulis tidak membahas semua, tetapi Cuma dua yaitu tujuan
pendidikan dan kurikulum, karena dua aspek iniah yang ada korelasinya
dengan pendidikan integratif.
Menurut
Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan kepada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ka arah
perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual,
dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina
harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup
di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau
keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan,
dan potensi yang dimiliki38.
Khusus mengenai pendidikan yang bersipat jasmani, Ibnu Sina
mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan
fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, seperti olah raga,
makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan39.
Konsep
pendidikan yang ditawarkan Ibnu sina mencakup tiga unsur, semuanya
berkaitan dengan pembangunan karakter manusia, menurut beliau potensi
spritual yang terdapat dalam diri manusia harus dikembangkan,
kemampuan akal juga harus dikembangkan, serta kekuatan raga harus di
pelihara. Rumusan
ini di tawarkan bertolak dari pengalaman pribadinya, bukan karena
hasil renungan atau daya imajinasi kosong. Dengan begitu rumusan yang
dirancang Ibnu Sina merupakan strategi belajar yang mengandung
pengembangan potensi dan bakat manusia secara optimal, menyeluruh dan
komprehensif, agar manusia bisa eksis dan mampu menjalankan tugasnya
sebagai pengelola bumi (khalifah)
bukan saja memakmurkan, tetapi juga mengelola bumi ini dengan baik
sesuai dengan keinginan penciptanya. Karena manusia sebagai khalifah
juga sekaligus menjadi penghamba (‘abd)
Tanpa pengetahuan yang multi kompleks yakni pembekalan ilmu yang
sempurna bagi manusia, baik ilmu syari’ah atau sains teknologi
nihil manusia dapat mengoptimalkan bumi dan melaksanakan penghambaan
melalui pelaksanaan ibadah. Ada dua fungsi yang melekat pada diri
manusia. Mengabaikan salah satu sisi fungsi tersebut dengan
sendirinya menghilangkan separuh dari jati diri manusia itu sendiri,
ini menuntut penegasan guna menekankan bahwa ketika kita mengatakan
humanism dalam artian Islami, maka itu berbeda dengan pemakmanaan
humanism barat yang mengandung pengertian penolakan terhadap dimensi
keilahian. Sementara dalam Islam pengembangan manusia mengandung
dimensi- dimensi kebertuhanan40.
Tujuan pendidkan diarahkan pada penggalian potensi pada anak didik
dan sekaligus pengembangan sesuai dengan perkembngan zaman dan
teknologi, sebab pendidikan yang modern adalah pendidikan yang mampu
mengantisifasi lingkungan secara optimal dan menyeluruh. Hal ini
ditunjukkan oleh Ibnu Sina dengan memberikan pendidikan keahlian,
lulusan yang mampu bekerja di tengah masyarakat, disamping mencegah
adanya pengangguran, juga jangan sampai terjadi gejolak sosial yang
sudah pasti akan menghambat semua tugas manusia sebagai pengelola
bumi. Ide cemerlang pendidikan yang dicetuskan Ibnu Sina ratusan
tahun lalu masih bisa diterapkan pada masa sekarang walaupun dunia
pendidikan sudah maju pesat, terutama bagi bangsa yang menghendaki
kemajuan. Disamping itu, konsep yang dibangun oleh Ibnu Sina, bukan
sekedar teori di atas kertas, tetapi beliau sudah tunjukkan kepada
dunia khususnya Islam sebagai seorang pemikir, pekerja dan sekaligus
praktisi. Kesemua itu berangkat dari keinginannya yang kuat dalam
pengamalan perintah Allah SWT. dan Rasulullah SAW. yang tercover
dalam Al-Quran dan Hadis, seperti yang penulis paparkan diatas begitu
hebat rasa penghambaannya kepada Al Khalik baik dalam waktu susah
atau waktu senang. Melalui tujuan pendidikan yang dirumuskannya,
diharapkan manusia bisa menerapkannya terutama generasi muda Islam
lewat pendidikan Integratif yang telah dirintisnya.
- Kurikulum
Secara
sederhana istilah kurikulum digunkanan untuk menunjukkan sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dalam
pembelajaran bisa dalam bentuk ijazah atau gelar. Suatu
program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan –tujuan pendidikan tertentu41.
Konsep
Ibnu Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia
anak didik. Untuk anak didik usia 3 tahun sampai 5 tahun misalnya,
menurut Ibnu Sina perlu diberikan pada mata pelajaran olah raga, budi
pekerti, kebersihan, seni suaran dan kesenian42.
Pelajaran
olah raga bagi anak-anak sangatlah diperlukan, sebab dengan banyak
bergerak tulang, sendi otot, peredaran darah akan berjalan normal,
hal ini akan membawa kesempurnaan pertumbuhan fisik secara optimal.
Sementara pendidikan budi pekerti mengajarkan anak supaya mempunyai
ahlak dan sopan santun dalam bergaul, peka terhadap lingkungan dan
mempunyai rasa sosial yang tinggi. Setelah itu untuk hidup selalu
bersih indah dan sehat, maka diperlukan pengenalan kebersihan sejak
dini, terutama kebersihan dirinya. Kemudian kenapa seni perlu
dipejari tujuannya adalah untuk menghaluskan perasaan, tidak kasar
sikap hidupnya dan tinggi tingkat imajinasinya. Khusus olah raga Ibnu
Sina memberikan batasan sesuai dengan kemampuan fisik dan usia, berat
dan ringan. Kesemuanya pelajaran tersebut akan menghantarkan manusia
menjadi sehat mental dan spritual.
Selanjutnya
kurikulum untuk anak usia 6 tahun sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina
adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Quran, pelajaran
agama, pelajaran syair, dan pelajaran olah raga43.
Pada
konsep pedidikannya memasuki usia 6 sampai 14 tahun di haruskan anak
didik sudah mulai membaca dan sekaligus menghafal Al-Quran. Hal ini
sangatlah baik pada usia muda seperti seseorang belum disibukkan oleh
urusan dunia, jiwa dan hatinya masih bersih, ingatannya kuat, dan
yang lebih penting anak sudah dibekali dengan nilai keagamaan dalam
ibadah. Disamping itu Al-Quran merupakan dasar untuk memahami
literature ilmu keislaman seperti fiqih, tauhid, tasawuf, ahlak,
disamping dalam penguasaan bahasa arab banyak kosa kata yang dihafal.
Langkah ini sangatlah strategis dan cukup mendasar dalam pembinaan
ilmuan muslim yang kuat iman dan imtaqnya seperti yang telah
dibuktikannya sendiri.
Selanjutnya
kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas. Pandangan Ibnu Sina terhadap
mata pelajaran yang diberikan pada usia ini sama seperti diatas amat
banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai
dengan bakat dan minat. anak. Ini perlu adanya pertimbangan dengan
kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, anak akan memiliki
kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu Sina
menganjurkan kepada para pendidik agar memilihkan jenis pelajaran
yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih
lanjut oleh muridnya44.
Di
antara mata pelajaran tersbut dapat dibagi kedalam mata pelajaran
yang bersipat teoritis dan praktis. Mata pelajaran yang bersipat
toritis anatara lain ilmu tentang materi dan bentuk, gerak, dan
perubahan, wujud dan kehancuran, tumbuh-tumbuhan, hewan, kedokteran,
astrologi, kimia, yang secara keseluruhan tergolong ilmu-ilmu fisika.
Selanjutnya ilmu tentang ruang, baying dan gerak, meukul beban,
timbangan, pandangan dan cermin, dan ilmu memindahkan air, yang
secara keseluruhan tergolong ilmu matematika. Selanjutnya terdapat
juga ilmu tentang cara-cara turunnya wahyu, hakikat jiwa pembawa
wahyu, mu’jizat, berita gaib, ilham dan ilmu tentang kekekalan ruh
setelah berpisah dengan badan yang secara keseluruhan termasuk ilmu
ketuhanan45.
Selanjutnya
mata pelajaran yang bersipat praktis adalah ilmu akhlaq yang mengkaji
tentang cara-cara pengurusan tingkah laku seseorang, ilmu pengurusan
rumah tangga, yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami dan
isteri, anak-anak, pengaturan keuangan, dalam kehidupan rumah tangga,
serta ilmu politik yang mengkaji tentang bagaimana hubungan antara
rakyat dan pemerintah, kota dengan kota bangsa dengan bangsa46.
Ibnu
Sina juga memasukkan pula ilmu tentang cara menjual dagangan,
membatik, dan menenun, masuk pada ilmu yang praktis.
Apabila
kita perhatikan kurikulum yang dibentuk oleh Ibnu Sina sangat
komprehensif dan sudah sangat modern, bukan saja masa itu dimana
dunia pendidikan belum di dukung oleh media pengajaran elektronik.
Tetapi masa sekarang inipun kurikulum itu masih cocok diterapkan di
sekolah, baik pada sekolah menengah umum atau sekolah kejuruan, baik
kosentrasi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diwakili oleh ilmu
biologi, kimia, asrologi, matematika. Sementara jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) yang diwakili oleh llmu berdagang, politik,
manajemen. Untuk jurusan sekolah kejuruan (keterampilan) tergambar
mata pelajaran membatik, menenun. Ibnu Sina dengan kurikulumnya
mempersiapkan generasi mendatang dengan bekal ilmu yang cukup, sebab
bukan saja membentuk manusia menjadi trampil dengan keahlian yang
dimiliki sebagai usaha berkarya di masyarakat dalam mencari rezki.
Kemudian dipersiapkan juga mereka yang akan menyibukkan pada dunia
alam dan lingkungan sampai anatomi manusia melalui penelitian dan
laboratorium. kehidupan rumah tanggapun diatur sedemikian rupa
sehingga terciptanya rumah tangga sakinah,
mawaddah wa rahmah.
Bisa jadi ini menjadi penekanan utama dalam kurikulum, karena rumah
tangga adalah bagian terkecil dari masyarakat, tetapi mempunyai
pengeruh besar dan menentukan nasib suatu bangsa.
Dengan
begitu, uraian tentang kurikulum yang dibuat Ibnu Sina mempunyai tiga
ciri pertama yaitu kurikulum tersebut bukan sekedar konsep tetapi
disertai juga dengan petunjuk pelaksanaannya (Juklak)
seperti masa pemberian usia berapa diberikan kepada anak didik,
tujuan, pertimbnagan aspek psikologis berkaitan dengan bakat dan
minat. Sehingga anak didik benar-benar senang-suka mempelajarinya.
Kedua bahwa kurikulum yang ditawarkan Ibnu Sina bersipat pada
pemikiran pembentukan lulusan yang benar-benar mempunyai keahlian dan
ketrampilan pada bidangnya, sehingga dapat membangun masyarakat
(Market
oriented)
dengan kata lain mempunyai tingkat kompetensi yang baik. Ketiga,
penawaran kurikulum tersebut bukannya hasil turunan dari karya orang
lain (Plagiat) tetapi benar- benar berangkat dari pengalaman
pribadinya yang cukup lama digeluti. Tentu saja kurikulum model
seperti ini akan membawa hasil maksimal. Disamping itu ada usaha agar
pengalaman beliau dalam menggeluti berbagai disiplin ilmu pengetahuan
dapat diteruskan dan terwarisi dan masuk pada katagori ilmu yang
bermanfaat yang pahalanya terus mengalir kepada orang yang telah
mengajarkannya. Seperti Hadis Nabi Muhammad SAW. bersabda:
اذا
ما ت الانسا ن انقطع عمله إلا من ثلا ث صد
قة جا ريه او علم ينتفع به او ولد صلح يد
عو له (
رواه
المسلم )
Artinya
: Apabila mati seorang manusia maka putuslah segala amal perbuatannya
kecuali tiga hal yaitu shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak
yang soleh yang mendoakan kepada kedua orang tuanya (HR. Muslim)47.
Dengan
melihat ciri-ciri dan karaktersitik kurikulum yang ditawarkan Ibnu
Sina pada dunia penidikan Islam khususnya sangat tepat. Bukan saja
pada masa lalau, tetapi pada masa sekarang pun konsep ini masih
bersifat kekinian, tidak ketinggalan zaman mulai dari taman
kanak-kanak sampai pendidikan tinggi. Sebab konsep dasar
pendidikannya sudah dimulai dengan pendidikan integratif yang sangat
komprehensif. Semoga dunia pendidikan Islam mulai menerapkan kembali
pendidikan Integratif yang sudah dimulai ratusan tahun lalu, dan
berhasil membawa umat Islam pada peradaban puncak ilmu pengetahuan.
- Ibnu Khaldun
- Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Nama
lengkapnya adalah Abdullah Abd al-Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn
Khaldun. Beliau
dilahirkan di Tunisia pada bulan Ramadhan tahun 732 H/1332 M, dari
keluarga ilmuan dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara
jabatan ilmiyah dan pemerintahan. Suatu jabatan yang jarang dijumpai
dan mampu diraih orang pada masa itu. Sebelum menyebrang ke Afrika,
keluarganya adalah para pemimpin politik di Moorish
(Spanyol) selama beberapa abad. Dengan latar belakang keluarganya
yang demikian, Ibnu Khaldun memperoleh dua orientasi yang kuat,
pertama cinta belajar dan ilmu pengetahuan, kedua cinta jabatan dan
pangkat. Kedua faktor tersebut sangat menentukan dalam perkembangan
pemikirannya48.
Ibnu
Khaldun telah ditinggalkan ayahnya pada usia 18 tahun, ayahnya yang
bernama Abu Abdullah Muhammad pada menjelang akhir hayat meninggalkan
dunia politik dengan menekuni ilmu pengetahuan dan dunia kesufian.
Ibnu
Khaldun pernah belerja pada raja Granada, menjadi seorang politikus
karena berhasil menyelesaikan berunding dengan Raja Pedro (raja
Granada) dan raja Castila di Selvia. Karena keberhasilannya
ditawarkan bekerja oleh penguasa, dan sebagai imbalannya tanah-tanah
bekas milik keluarganya dikembalikan kepadanya. Akan tetapi, dari
tawaran yang ada, beliau akhirnya memilih tawaran untuk bekerja sama
dengan raja Granada49.
Tinggal bersama keluarganya, tetapi tidak lama. Kembali ke Afrika dan
diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Sultan al-Jazair. Pada tahun
1382, beliau melaksanakan ibadah haji, setelah selesai berangkat ke
Iskandariyah dan dilanjutkan ke Mesir dan diangkat menjadi Ketua
Mahkamah Agung pada masa dinasti Mamluk. Selain dikenal sebagai
filosof, dikenal juga sebagai sosiolog yang memiliki perhatian besar
terhadap dunia pendidikan. Hal ini antara lain terlihat dari
pengalamannya sebagai pendidik yang berpindah-pindah dari satu tempat
ke tempat lainnya. Setelah banyak menekuni berbagai macam aktivitas
di Mesir, pada tahun 1406, Ibnu Khaldun meninggal dunia pada usia 74
tahun di Mesir50.
Melihat
perjalanan Ibnu Khaldun sarat sekali dengan dunia pendidikan, hal ini
dapat terlihat aktivitasnya dalam membina dan membimbing masyarakat.
Seperti menjadi pendidik (guru) dan qadhi
(semacam hakim) diplomat, penasihat penguasa. Semua itu dijalankan
penuh dengan nilai-nilai ke Islaman tinggi, bukan ambisi pribadi.
Tetapi dunia tersebut tidak lama ditekuni, beliau lebih banyak
menekuni dunia ilmu pengetahuan dengan banyak menulis dan penelitian.
Karyanya yang sangat monumental adalah Mukaddimah dan al-‘Ibar,
karya sejarahnya. Dunia mengakui Ibnu Khaldun sebagai sejarawan
muslim terbesar. Tidak itu saja, dunia barat mengakui beliau sebagai
penemu sosiolog modern, lewat karyanya dalam ‘Ilm al-‘Umran (Ilmu
Peradaban). Mari kita kembangkan ilmu pengetahuan denngan rasa
optimisme yang kuat untuk kemajuan umat Islam yang telah dirintis
oleh ilmuan muslim terutama Ibnu Khaldun. Jika orang luar sangat para
sarjana non-muslim begitu menghargai karya-karyanya, mengapa kita
sebagai umat Islam terkesan kurang simpati, kalau tidak melupakan.
Mari kita kembangkan terus cara dan model Ibnu Khaldun menekuni ilmu
pengetahuan dengan tanpa membedakan mana ilmu agama (syari’ah)
dan ilmu umum (Sains- Teknologi).
- Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun
Banyak
pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan
yang dapat diaplikasikan pada sekarang, walaupun konsep ini
dilontarkan beliau ratusan tahun yang lalu kususnya bagi umat Islam.
Menurut
Ibnu Khaldun Tujuan Pendidikan beraneka ragam dan bersipat Universal.
Di antara tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah sebagai
berikut:
1).
Tujuan
Peningkatan Pemikiran
Ibnu
Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah
memberikan kesempatan akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas.
Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan ketrampilan.
Dengan menuntut ilmu dan ketrampilan seseorang dapat meningkatkan
kegiatan potensi akalnya. disamping itu, melalui potensinya, akal
akan mendorong manusia untuk memperoleh dan melestarikan pengetahuan.
Melalui proses belajar, manusia senantiasa mencoba meneliti
pengetahuan-pengetahuan atau informasi- informasi yang diperoleh oleh
pendahulunya. Manusia mengumpulkan fakta-fakta dan
menginventarisasikan keterampilan-keterampilan yang dikuasainya untuk
memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan yang semakin meningkat
sepanjang masa sebagai hasil dari aktivitas akal manusia51.
Atas dasar itu kita melihat bahwa pemikiran Ibnu Khaldun meninginkan
adanya peningkatan kecerdasan dan pemikiran manusia selalu berkembang
dan penuh dengan inovasi-inovasi baru. Sebab dengan inilah manusia
selalu dinamis dalam mengembangkan potensi dirinya. Mereka bisa
mengatur, mengembangkan dan mengolah bumi dengan teknologi dan
ketrampilan. Semua ini bisa didapat dengan pewarisan ilmu pengetahuan
melalui belajar.
2)
Tujuan Peningkatan Kemasyarakatan
Dari
segi peningkatan kemasyarakatn, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu
dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia52.
Ilmu
pengetahuan dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Semakin dinamis budaya
suatu masyarakat, maka akan semakin bermutu dan dinamis pula
ketrampilan di masyarakat tersebut. Untuk itu manusia seyogyanya
senantiasa berusaha memperoleh ilmu dan ketrampilan sebanyak mungkin
sebagai salah satu cara membantunya untuk dapat hidup lebih baik di
masyarakat yang dinamis dan berbudaya. Jadi eksistensi pendidikan
menurutnya merupakan satu sarana yang dapat membantu, individu dan
masyarakat menuju kemajuan dan kecermelangan. Di samping bertujuan
meningkatkan mendorong terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang
lebih baik53.
Tujuan
pendidikan dari segi kerohanian adalah dengan meningkatkan kerohanian
manusia dengan menjalankan praktek ibadah, zikir, khalwat
(menyendiri) dan mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat
mungkin untuk tujuan ibadah sebagai mana yang dilakukan para sufi54.
- Kurikulum Pendidikan dan Klasifikasi Ilmu
Ibnu
Khaldun membuat klasifikasi ilmu dan menerangkan pokok-pokok
bahasannya bagi peserta didik. Beliau menyususn kurikulum yang sesuai
sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Hal ini dilakukan, karena krikulum dan sistem pendidikan yang tidak
selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik, akan menjadian mereka
enggan dan malas belajar. Berkenaan dengan hal tersebut, Ibnu Khaldun
membagi ilmu menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
- Kelompok ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika sastra dan bahasa yang tersusun secara puitis (syair)
- Kelompok ilmu Naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
- Kelompok ilmu Aqli yaitu Ilmu-ilmu yang diperoleh manusia melalui kemampuan berpikir. Proses perolehan tersebut dilakukan melalui panca indra dan akal.
Ibun
Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai dengan manfaat dan
kepentingannya bagi peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu:
- Al-Quran dan Hadis
- Ulmu Al-Quran
- Ulum Al Hadis
- Usul al- Fiqih
- F i q i h
- Ilmu al- Kalam
- Ilmu al- Tasawuf
- Ilm Ta’bir al- Ru’ya
Menurutnya,
Al-Quran adalah ilmu yang pertama kali harus diajarkan kepada anak.
Al-Quran mengajarkan kepada anak tentang syari’at Islam yang
dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap
umat Islam55.
Disini
kita melihat bahwa Ibnu Khaldun memulai pendidikan dengan ketat
sekali, yaitu membentengi dan membina jiwa anak pertama dengan
mengenal Al-Quran. Karena anak dalam usia pertumbuhan memerlukan
pembinaan yang benar, karena jiwanya masih bersih belum terkena
polusi. Jika anak sudah dibentuk dengan karakter yang kuat jiwa
agamanya, dalam kondisi apapun tidak akan tergoda. Baik dalam
Al-Quran dan hadis merupakan pedoman hidup muslim yang tidak ada
intervensi, dia terjaga, ini yang perlu dipertahankan umat Islam.
Ilmu-ilmu
naqli hanya ditujukan untuk dipelajari pemeluk Islam. Walaupun dalam
memahaminya terkadang ada perbedaan, ini Cuma masalah interpretasi.
Tetapi perbedaan itu tidak keluar dari substansi Syari’ah, dalam
Islam eksistensi ilmu berfungsi meluruskan susuatu yang dianggap
menyimpang, baik dalam kepentingan alam atau manusia, siapapun orang
dan latar belakanga, sosial, agama, pendidikan atau jabatannya.
Sehingga terbentuknya kehidupan yang dinamis.
Secara
khusus, ilmu aqli dibagiinya kepada empat kelompok, yaitu:
- Ilmu Logika (Mantiq)
- Ilmu Fisika : termasuk didalamnya ilmu kedokteran dan ilmu Pertanian.
- Ilmu Metafisika (‘Ilm al- Ilahiyat)
- Ilmu Matematika termasuk didalamnya, ilmu Geografi, Aritmatika, dan Al-Jabar, Ilmu Musik, Ilmu Astronomi, dan Ilmu Nujum.
Mengenai
ilmu nujum, Ibnu Khaldun menganggapnya sebagai ilmu yang fasid.
Pandangannya ini didasarkan asumsi bahwa ilmu tersebut dapat
dipergunakan untuk meramalkan segala kejadian sebelum terjadi atas
dasar perbintangan. Hal ini merupakan sesuatu yang bathil dan
berlawanan dengan ilmu tauhid yang menegaskan bahwa tak ada yang
menciptakan dan menentukan kecuali atas kehendak dan Iradah Allah
Swt. itu sendiri.
Menurut
Ibnu Khaldun, mempelajari ilmu-ilmu aqli (rasio) dipandang sebagai
sesuatu yang lumrah bagi manusia dan tidak hanya milik suatu agama.
Ilmu-ilmu aqli dipelajari oleh senua penganut agama. Mereka sama-sama
memenuhi syarat untuk mempelajari dan melakukan penelitian terhadap
ilmu-ilmu aqli. Ilmu-ilmu ini telah dikenal manusia sejak peradaban
dikenal oleh manusia di dunia ini. Ia menyebut bahwa ilmu-ilmu aqli
merupakan ilmu-ilmu filsafat dan kearifan56.
Untuk
dapat dipahami bahwa manusia melalui proses berpikir dan meneliti,
akan mengalami perubahan dan kemajuan budayanya. Menuju ke arah sana
tentu saja diperlukan ilmu aqli (rasio) sebagai medianya. Demikian
besar manfaatnya untuk kehidupan manusia baik secara individu atau
bermasyarakat.
Ibnu
Khaldun berupaya menyusun ilmu-ilmu tersebut di atas berdasarkan
urgensi dan faedahnya bagi peserta didik, yaitu:
- Ilmu Syari’ah dengan semua jenisnya
- Ilmu Filsafat (rasio); ilmu alam (fisika) dan ilmu ketuhanan (metafisika)
- Ilmu alat yang membantu ilmu agama ilmu bahasa Gramatika, dan sebagainya.
- Ilmu alat yang membantu ilmu Falsafah (rasio); ilmu mantiq, dan ushul Fiqih57.
Secara
umum (global), keempat ilmu tersebut di atas kemudian dibagi oleh
Ibnu Khaldun menjadi dua golongan yaitu (1) Ilmu-ilmu pokok (2)
Ilmu-ilmu alat. Ilmu-ilmu syari’at dan filsafat berada dalam satu
klasifikasi. Ibnu Khaldun menamakannya dengan ilmu-ilmu pokok (al-
ulum al- maqsudah bi zatiha).
Namun demikian, beliau lebih mengutamakan ilmu-ilmu syari’ah dari
ilmu-ilmu filsafat karena merupakan asas dari ilmu-ilmu. Menurutnya,
syari’ah dari dari Allah SWT. dengan perantaraan para Nabi. Manusia
hendaknya menerima apa yang dibawa oleh para Nabi, melaksanakan dan
mengikutinya untuk tercapainya kebahagiaan58.
Adapun
golongan ketiga dan keempat, Ibnu Khaldun meletakkan pada klasifikasi
alat. Dari ilmu tersebut Beliau mengutamakan mengamalkan ilmu
syari’ah melalui ilmu alat. Dari sini pula kita bisa memahami
Al-Quran dan Hadis dengan seperangkat bahasa arab dan cabangnya
khusus nahwu, shorof, balaghoh, mantiq. Beliau menempatkan ilmu
filsafat pada bagian posisi terakhir sebagai penunjang, dan alat
pelengkap, tetapi bahasa arab dengan jenisnya pada setiap anak didik,
menjadi keharusan untuk dipelajari.
Dari
uraian singkat tentang Ibnu Khaldun tersebut di atas menampakkan
kepada kita bahwa konsep- konsep pendidikan yang di kemukakan begitu
elegen dan komprehensif dan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena
semua berangkat dari tuntunan wahyu, akal sekedar mengiringi untuk
memahami. Tetapi keduanya saling membutuhkan. Sebab dalam Al-Quran
banyak sekali diperintahkan agar kita mempergunakan akal, pikiran,
logika, jika tidak, susah bagi manusia mengembangkan dan menggali
bumi dengan segala potensinya. Jadi kurikulum yang dicanangkan Ibnu
Khaldun pada pendidikan bermodel Integratif. Sebab antara ilmu umum
(sains), dan agama (syari’ah) dipadukan tanpa membedakan keduanya
berjalan dengan serasi. Hendaknya umat Islam menerapkan konsep ini,
karena tidak mungkin peradaban ilmu pengetahuan dapat dibangun
kembali jika kita lari dari konsep pendidikan oleh Tokoh-tokoh Islam,
ini semuanya sudah terbukti.
- Muhammad Natsir
- Riwayat Hidup Muhammad Nasir
Muhammad
Nasir dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1908 di Alahan panjang, sebuah
desa yang berhawa dingin terletak dalam daerah kabupaten Solok
Provinsi Sumatera barat, anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya
bernama Idris Sutan Saripado, seorang juru tulis kontrolir di masa
pemerintahan Belanda. Ibunya bernama Khodijah yang dikenal taat
memegang nilai-nilai ajaran Islam59.
Pendidikan yang ditempuh Muhammad Natsir di awali dengan menempuh
pendidikan di Sekolah Rakyat di Maninjau berbahasa melayu, lalu
melanjutkan pendidikan formalnya di HIS (Hollandsch
Inlandschs School)
Adabiah, sekolah yang dikelola Haji Abdullah Ahmad yang mengacu pada
sistem pendidikan belanda, tetapi dilengkapi dengan pelajaran agama
Islam. Untuk meningkatkan pengetahuan keislaman beliau belajar agama
di madrasah diniyah dan malamya belajar mengaji Al-Quran. Setelah
selasai sekolah di HIS, lalu dilanjutkannya bersekolah di MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs)
dengan beasiswa, karena prestasinya yang istimewa. Beliau belajar
bersama murid keturunan Belanda. 60
Ketika
Beliau pada masa sekolah kecerdasannya melihat kondisi perkembangan
pendidikan umat Islam sangat mengkhawatirkan, yaitu pola pendidikan
barat sangat bertentangan dengan pribadinya sebagai seorang Muslim.
Sebab bukan saja akan menimbulkan tidak simpatinya terhadap Islam,
tetapi akan mendangkalkan kesadaran beragama siswa. Lebih dari itu
akan menimbulkan antipati terhadap ajaran agama yang dianutnya.
Ketajamannya dalam memahami persoalan agama terutama yang menyangkut
urusan pendidikan dan da’wah Islam dipengaruhi oleh A. Hasan,
seorang ulama dan cedikiawan yang luas ilmunya namun agak radikal,
artinya tegas dalam berhadapan dengan hukum. Tokoh lain yang dapat
membentuk keintelektual Muhammad Natsir ialah Haji Agus Salim.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Syafi’i Maarif bahwa tokoh
Haji Agus Salim telah mewariskan banyak ilmu dan pemikiran kepada
Muhammad Natsir. Seperti kejujuran, intelektualisme Islam, sikap
percaya diri, kecakapan mengurus Negara, kesetiaan pada
prinsip-prinsip perjuangan, kesederhanaan hidup dan rasa
tanggungjawab yang tinggi terhadap bangsa dan negara. Perpaduan
pemikiran beliau antara pemahaman tekstual normatif dan bercorak
kontesktual dan beorientasi ke masa depan. 61
Keterlibatan
Natsir dalam dunia pendidikan dimulai sekitar tahun 1930 dengan
mengadakan kursus, ternyata kegiatan ini berkembang dan berubah
menjadi lembaga pendidikan Islam. Selama sepuluh tahun (1932-1942)
jenjang pendidikan yang dirintis lengkap mulai dari taman
kanak-kanak, HIS, MULO, Kweekschool. Beliau sempat terlibat
pembangunan pendidikan Sekolah Tinggi Islam bersama Bung Hatta, A.
Kahar Muzakir, inilah cikal bakal berdirinya UII sekarang. Dari
sekian banyak kegiatan, pendidikan adalah menjadi tujuan dan
cita-cita utamanya. Teruatama dalam pembaharuan pendidikan Islam.
Tujuannya adalah mengangkat dan memberikan layanan pendidikan yang
layak dan bermutu bagi umat Islam. Sehingga masa kejayaan Islam yang
pernah diraih, lalu hilang dapat diraih kembali. Terutama umat Islam
yang berada di republik ini.
- Pemikiran Pendidikan Muhammad Nasir
Dalam
menelusuri pemahaman Muhammad Natsir dalam pendidikan terdapat tiga
persoalan penting yang ingin dicermati yakni pertama, bagaimana
hakekat manusia sebagai pelaku pendidikan. Kedua bagaimana hakekat
pendidikan menurut Islam. Ketiga konsep nilai yang ingin
direalisasikan dalam sistem pendidikan.
1).
Manusia
Sebagai Subyek Pendidikan
Mencermati
hakekat manusia merupakan obyek pembahasan yang menarik dan tidak
penah selesai dibicarakan dari priode klasik hingga kini. Manusia
sebagai mahluk Allah Swt. yang penuh misteri dan unik. Sebab dalam
dirinya menyatu dua aspek yaitu struktur fisik biologis dan aspek
psikis ruhaniyah. Ini yang berkembang secara dinamis dan kreatif,
seingga mampu merespon segala problematika hidup dan tuntutan
perubahan yang terjadi62.
Jika
kita mencoba memahami dua unsur tadi, nampaknya unsur fisik lebih
dominan dalam kemampuannya mempungsikan panca indra, sehingga bisa
berinteraksi dengan lingkungan. Ketika kondisi demikian manusia mampu
merekayasa alam sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan manusia itu
sendiri. ke arah yang lebih baik. Sedangkan aspek psikis ruhani
manusia memiliki ruh, akal, hati, dhomir (hati nurani) dan nafsu.
Akal yang diberi oleh Allah SWT. diperuntukan agar manusia dapat
mengembangkan, berkreasi, berinovasi dan memaksimalkan bakat yang
terdapat dalam diri manusia, sehingga dapat menggali dan memanpaatkan
potensi alam dengan baik. Disinilah manusia perlu belajar, tanpa ilmu
pengetahuan tidak mungkin mereka sukses. Jadi subyek pendidikan
dipegang dan sekaligus manusia yang mengendalikan, mengatur,
merencanakan, sistem, atau method, kerena semua itu menyangkut
kebutuhan dan bersipat dinamis.
Disamping
itu pada diri manusia terdapat ruh sebagai sumber kehidupan manusia,
ruh tersebut Allah tiupkan ketika manusia sudah memulai kehidupan di
alam rahim. Ruh dengan izin Al Khalik tidak mati, dia terus hidup.
Dengan rohani inilah manusia mempunyai potensi apakah berbuat baik
(taqwa) atau sebaliknya berbuat yang tidak baik (fujur).
Sementara hati (al-qalb)
berfungsi dapat merasakan keindahan, kebaikan. Jadi sebagai sumber
dan central tingkah dan sepak terjang manusia, dari hatilah bisa
terukur. Adapun dhomir merupakan daya murni dalam qalbu manusia yang
dapat menentukan pilihan melakukan yang baik dan menjauhkan yang
buruk, sebagai komponen hati. Karenanya ketika manusia melakukan
perbaikan dan perubahan menuju hidup yang lebih bermakna menandakan
bahwa komponen hati merupakan bagaian yang esensial dan integral
untuk mencapai tujuan hidupnya. Apabila komponen- komponen tersebut
diatas tidak terdapat dalam diri manusia, maka tidak mungkin manusia
bisa menempatkan dirinya sebagai Khalifah fil ardh, dengan misi
memakmurkan bumi.
Terkait
dengan manusia sebagai pelaku pendidikan, menurut Muhammad Natsir
keistimewaannya terletak pada potensi fitrah yang dianugrahkan Allah
SWT. Oleh karena adanya interaksi dengan lingkungan manusia
dihadapkan oleh dua alternative, yakni menjadi orang baik atau
menjadi orang jahat. Disinilah peranan Wahyu, manusia di bimbing dan
diarahkan agar tidak menyimpang. Pertautan antara berbagai potensi
manusia dengan wahyu yang dinamakan Fitrah. Sebagai pelaku
pendidikan, manusia mestinya mampu menumbuh kembangkan fitrahnya ke
arah tujuan hidupnya yang hakiki sehingga menjadi hamba Allah yang
ahsan baik secara jasmaniah maupun rohaniyahnya. Keduanya tidak
mungkin bisa dicapai manusia jika tidak melalui proses pendidikan63.
Disini terlihat bahwa manusia benar-benar sebagai pelaku langsung
pendidikan, artinya maju dan mundurnya peradaban mereka, taqwa dan
buruknya, bahagia dan tidaknya, mulia dan hinanya, tergantung sejauh
mana pendidikan yang dijalani oleh manusia. Semakin bagus pendidikan
umat Islam, harapan menjadi umat yang berkualitas semakin dekat.
2).
Hakekat
Pendidikan Dalam Islam
Pendidikan
dalam Islam tidak mungkin memisahkan hahekat keberadaan manusia,
sebab manusia itu sendiri sebagai aktivis pendidikan. Dalam memahami
pemaknaan pendidikan, dalam Islam ada beberapa istilah yang lazim
digunakan diantaranya adalah ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Namun
demikian dalam implementasinya ketiga istilah itu memiliki
spesifikasi berbeda sesuai dengan konteksnya masing-masing.
Kata
ta’lim merupakan masdar dari kata ‘allama lebih banyak diartikan
dengan pengajaran, jadi lebih mengarah pada trasformasi ilmu dan
ketrampilan. Hal ini bila dilihat dari keberadaan manusia yang lahir
tidak membawa ilmu dan tidak mengeri apa-apa, lalu Allah Swt. member
potensi yang mampu pengaruh dari luar, diantaranya melalui
pendidikan. Dengan begitu kata ta’lim dalam Islam pada konteks
pendidikan bekonotasi pada pengembangan intelektual melalui proses
bimbingan tarhadap ranah kognitif peserta didik64.
Sementara
itu kata tarbiyah merupakan masdar dari rabba, yang berarti mengasuh,
mendidik atau memelihara. Menurut Munir Mursy bisa bermakna mengasuh,
bertanggungjawab, membesarkan, menumbuhkan, memproduksi, dan
menjinakkan baik rohani atau jasmani. Sayid Kutub menambahkan makna
tarbiyah dengan melakukan bimbingan terhadap pertumbuhan sikap mental
peserta didik melalu pancaran nilai-nilai akhlak al-karimah65.
Pemaknaan
tersebut diatas, jika diperhatikan adalah menggambarkan kepada kita
bahwa Islam melakukan proses pendidikan dalam aspek yang luas. Sebab
potensi yang ada dalam setiap anak berbeda, sehingga dipelukan
aktualisasi yang benar, agar potensi beragama, intelektual, sosial,
ekonomi, dan lain sebagainya tidak salah dalam mengembangkannya.
Sebab segala apa yang dimiliki oleh manusia baik berupa hak atau
kewajiban harus berkonotasi pada ibadah, jika tidak maka pendidikan
yang dirintis manusia kurang bermakna dan itulah bagian arti hakekat
pendidikan dalam islam.
Salain
itu kata ta’dib merupakan masdar dari kata addaba
yang dapat diartikan sebagai proses mendidik dengan penekanannya
lebih difokuskan pada pembinaan prilaku peserta didik, yakni
pembentukan pribadi muslim berahlak mulia. Dengan demikian kata
ta’dib lebih berorientasi pada proses tranformasi nilai-nilai
sebagian inti dari pembentukan ranah afektif66.
Dari
kata ta’lim, tarbiyah atau ta’dib memamg terdapat perbedaan,
tetapi sebatas pada tinjauan bahasa. Namun secara substansif dan
komprehensif tidak ada perbedaan yaitu perlunya tranformasi ilmu
pengetahuan antar manusia sebagai salah satu tujuan penting dari
pendidikan. Itulah yang selalu didengungkan oleh Islam secara
normatif untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena
begitu penting dan urgensinya pendidikan, islam melalui Al-Quran dan
Hadis banyak sekali mengutarakan dan mensosialisasikan pencarian ilmu
kepada manusia. Islam sangat memperhatikan hidup kesimbangan, tidak
bisa kita mengejar dunia saja, lalu melupakan akhirat. Atau
sebaliknya cuma mencari akhirat tetapi melupakan dunia. Demikian juga
dalam dunia pendidikan, tidak boleh berkembang pemikiran dikotomi
ilmu, karena disamping memang untuk membangun kehidupan seimbang
dibutuhkan perpaduan ilmu agama dan umum (syari’ah-sains) disamping
itu potensi yang ada dalam manusia berbeda, semua itu perlu
dioptimalkan. Karena tujuan inti dari pendidikan adalah terletak pada
upaya menumbuh kembangkan potensi. Sedangkan hasil yang ingin dicapai
adalah terbentuknya manusia yang memiliki integritas pribadi utuh dan
dapat memberikan kehidupan yang bermakna67.
Kewajiban
mencari ilmu dalam Islam tidak terbatas pada ilmu agama, atau ilmu
keislaman saja, tetapi mencakup semua ilmu yang dapat mendatangkan
manfaat, termasuk ilmu umum baik secara akademis atau keahlian
professional. Kemajuan
umat baru bisa dicapai ketika kita mengusai ilmu secara komprehensif
(kaffah).
Karena antara ilmu umum dan agama saling melengkapi, keduanya
diperlukan. Kita tidak mungkin meraih kemenangan dan meraih peradaban
dunia jika masih berpola pikir tidak seimbang.
Menurut
Muhammad Natsir, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara
sistimatis dan komprehensif, diperlukan corak lembaga pendidikan yang
lebih variatif, bisa berbentuk lembaga pendidikan keagamaan dan dapat
pula berbentuk lembaga pendidikan umum. Bagi lembaga keagamaan
idealnya beorientasi pada pembinaan liyatafaqqahu
fi al-addin
(Ulama) yakni orang yang benar-benar memahami persoalan seluk beluk
keagamaan dan dilengkapi pula kemampuan dasar pengetahuan umum
sebatas kebutuhan individual. Sedangkan bagi lembaga pendidikan umum
mestinya dapat menghasilkan ulul
albab
(intelektual) yang mampu membuktikan bahwa ciptaan Allah SWT. tidak
ada yang sia-sia bagi manusia. Namun harus pula melengkapinya dengan
ilmu keagamaan, sehingga dapat menerapkan nilai-nilai akhlaq
al-karimah dalam sikap dan tindakannya68.
Konsep
pendidikan menurut Muhammad Natsir tersebut membuktikan bahwa untuk
melahirkan ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama
diperlukan lembaga pendidikan yang mampu mengakomodir kebutuhan itu.
Dengan kata lain pendidikan Integratif merupakan pilihan pinal bagi
umat Islam Indonesia. Apalagi kemajuan teknologi begitu pesat
berkembang, jika ini tidak dibarengi dengan kemampuan ilmu
peengetahuan yang komprehensif sudah hampir pasti kita menjadi obyek
orang lain,. baik dalam ekonomi, politik, hukum, budaya dan tidak
menutup kemungkinan akidah kita terancam, sebab kita dalam kendali
orang lain yang keyakinannya berbeda. Sekarang apa yang menjadi
kekhawatiran kita tersebut diatas sebenarnya sudah menggejala, coba
lihat kemajuan teknologi didang komonikasi, model pakaian, pola
hidup, pergaulan, hidup beragama, pola makan, minum, bahkan cara-cara
berpolitik pun sudah banyak mengikuti pola-pola barat yang cuma
mengedepankan kepuasan jasmani, mengesampingkan kebutuhan rohani. Hal
ini tidak lain karena kita sudah tertinggal dengan orang non-muslim.
Dalam ilmu pengetahuan kita beranggapan apa yang datang dari dunia
barat baik dan modern, padahal belum tentu benar, ini akibatnya
karena kita di bawah bayang-bayang mereka.
3).
Sistem
Nilai Dalam Pendidikan Islam.
Dalam
bahasa Inggris nilai disebut dengan value
yang berarti harga yang bersipat abstrak. Sedangkan pemaknaan secara
terminologis nilai mengandung banyak arti sesuai dengan fokus
permasalahan yang ingin dibahas. Berkait dengan pendidikan, menurut
Sidi Gazalba, setiap aktivitas idealnya mengandung niai. Nilai
bukanlah sesuatu yang statis, melainkan berkembang seiring dengan
tuntutan kebutuhan sebuah komonitas, malahan nilai sesuatu akan
berbeda dengan tingkat peradaban suatu bangsa. Dengan kata lain nilai
sesuatu akan dibatasi oleh ruang dan waktu. Seiring dengan
perkembangan peradaban suatu masyarakat, maka sudah tentu nilai-nilai
juga ikut berkembang. Untuk dapat menumbuh kembangkan nilai-nilai
dimaksud, diperlukan bimbingan secara sistimatis dan komprehensif
melalui proses pendidikan. Demikian pula sebaliknya, suatu proses
pedidikan yang tidak mengandung nilai, maka pendidikan tersebut akan
melahirkan orang-orang pinter yang didak memiliki kedisiplinan diri
sehingga mudah terjerumus pada perbuatan tercela69.
Aktivitas yang dilakukan oleh manusia jika tidak disertakan dengan
nilai sudah pasti menghasilkan sesuatu yang tidak maksimal. Demikian
juga jika tanpa nilai bisa jadi hasilnya jauh dari harapan. Sebab
antara akhlaq, etika, dan moral merupakan aspek nilai yang memiliki
unsur persamaan, yakni sama-sama berorientasi pada sikap dan tingkah
laku manusia, sedangkan perebedaannya terletak pada konteks dan
ukuran kebenaran yang dipergunkan. Akhlaq sebagai sikap rohani dalam
Islam, menjadikan norma wahyu sebagai parameter dalam mengukur
kebenarannya, etika lebih berorientasi pada ilmu yang berkait dengan
tingkah laku manusia dan ukuran kebenarannya bersandrakan pada
logika, sedangkan moral merupakan prilaku praktis yang berdasarkan
pada aturan-aturan dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.
Dapatlah
bisa dipahami penidikan yang bersipat dinamis sudah pasti harus
memperhatikan aspek-aspek tersebut. Sebab manusia sebagai pelaku
langsung pendidik atau selaku yang menerima pendidikan akan
menghadapi masalah yang serius, paling tidak keberadaannya tidak
mendapat respon, dukungan dan simpati dari masyarakat. Jika ini yang
dihadapi, konsep apapun yang ditawarkan akan mengalami kegagalan
total. Dari manalagi kita akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM)
yang akan membangun peradaban keilmuan Islam, negara ini sampai
sekarang masalah SDM masih menjadi masalah serius, artinya ini
menjadi persoalan umat Islam di republik tercinta, karena kita memang
mayoritas salah satu problem serius yang dihadapi oleh masyarakat
atau negara ini adalah masalah sumber daya manusia. Problem ini bukan
hanya menimpa dunia politik, budaya, agama, tetapi juga pendidikan.
Banyak masalah di dunia pendidikan yang berhubungan dengan masalah
kondisi sumber daya manusia. Ketika masyarakat di negara-negara maju
memperbincangkan masalah peningkatan peradabannya, masyarakat atau
Negara ini masih sibuk mengurus upaya membenahi sektor sumber daya
manusia70.
Seperti yang diugkapkan Muhammad Natsir, Ibnu Sina, dan Ibnu Khaldun
konsep pendidikan yang mereka tawarkan adalah model pendidikan
Integratif, yaitu mambangun peradaban keilmuan manusia khususnya umat
Islam yang matang Iman dan imtaqnya, ilmu syari’ah dan sains. Jadi
menuju pembentukan sumber daya manusia yang komprehansif jasmani dan
rohani. Masa kedepan diperlukan manusia yang integral, sebab majunya
teknologi tidak melihat keberadaan manuisa sebagai pelaku kehidupan
dan pemakai teknologi. Umat manusia sekarang menghadapi tragedi
kultur, yang mengancam kehancuran masa depannya, dan di antara
penyebab utamanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
pesat, yang tanpa dibungkus oleh oleh kekuatan moral dan agama.
Kemajuan Iptek lebih didayagunakan untuk tujuan-tujuan militer, dan
kemajuan-kemajuan yang tidak bertanggungjawab, yang mengancam masa
depan bumi dan seluruh macam kehidupannya, wajah bumi menjadi berubah
gara-gara kemajuan Iptek yang tidak terkendali, dan lingkungan hidup
sangat menyedihkan akibat perbuatan manusia yang merusaknya. Sekarang
terasa pentingnya diadakan hubungan kerjasama antara Akal dan Iman
menghadapi kekonyolan dan kegilaan bunuh diri yang akan
menenggelamkan kemanusiaan71.
Banyak manusia sukses dengan teknologi canggihny hampir mengusai
dunia, namun tidak dibarengi dengan kedekatan ibadah yang maksimal,
tidak ada keseimbangan dalam diri. Sehingga kemajuan tersebut membawa
dampak negatif, bukan kemakmuran sebagaimana yang diinginkan Islam.
Pemikiran terhadap masalah pendidikan sumber daya manusia tersebut
sejalan dengan pemikiran pemikir muslim kenamaan al-Ghazali. Beliau
merupakan salah satu ulama yang serius memikirkan masalah-masalah
pendidikan. Al Ghazalai merupakan figur yang dapat dijadikan acuan
keteladanan dalam dunia pendidikan, kerena Beliau mempunyai perhatian
khusus terhadap masalah pengembangan sumber daya manusia yang
berpangkal pada masalah pendidikan moral. Artinya dalam menjalankan
tugas kekhalifaan di muka bumi, manusia harus terdidik secara moral
supaya peran yang dilakukan benar-benar sejalan dengan ajaran Ilahi,
dan bukan mengikuti segala kemauan yang mengarah pada perusakan dan
kehancuran72.
Keadaan
dan kondisi umat Islam sekarang ini, hampir diserang oleh berbagai
kemunduran banyak persoalan, mulai ekonomi, hukum, sosial, politik,
kepemimpinan tidak terkecuali Pendidikan. Semua itu terjadi bersumber
pada penyelenggaraan pendidikan yang belum benar, baik manajemen,
metode, sistem khususnya pada kurikulum. Dengan demikian jika umat
Islam kembali kepada Pendidikan multi kompleks, komprehensif, atau
Pendidikan Integrarif yang pernah dirintis oleh para pemikir
pendidikan Islam kita baik local atau manca negara, keberhasilan itu
dapat terulang lagi seperti sekian abad yang lalu. Nampaknya hal ini
mulai sudah disadari oleh para cendikiawan muslim terutama yang
berada di dunia Pendidikan Tinggi, contohnya berubahnya IAIN menjadi
UIN atau banyaknya bermunculan Universitas Islam menandakan
kebangkitan Pendidikan Integratif.
Ke
tiga tokoh tersebut diatas mempunyai karakter pemikiran pendidikan
tersendiri, atau ada persamaan dan perbedaannya. Ibnu Sina lebih
penitik beratkan pada pemberdayaan potensi akal dan bakat manusia,
mental dan spritual.Disamping itu pemberian pelajaran kepada anak
didik dibagi dalam tiga pase yaitu usia 3-5 tahun olah raga, seni dan
budi pekerti, 6-14 tahun belajar Al Qur’an dan urusan agama,
sementara 16 tahun keatas pengarahan pada sesuai dengat potensi dan
bakat.
Ibnu
Khaldun mengarahkan potensi akal dan peningkatan pemikiran sehingga
terbentuk kemampuan jasmani dan rohani yang optimal, trampil,zikir,
dan ibadah.Jadi ilmu yang terpadu yaitu ilmu Lisan seperti bahasa dan
retorika, ilmu Naqli seperti Al Qur’an, Sunnah, fiqih,Tauhid dan
ilmu aqli Fisika,matematika,kedokteran astronomi filsafat.Sementara
Muhammas Nasir manusia sebagai subyek pendidikan perlu belajar
mengembangkan intelektualnya yang ada pada fisik biologisnya atau
fisik rohaniyahnya sehingga berkembang baik, karenanya dibutuhkan
orang lain sebagai pengajarnya. Itulah perbedaannya.Sementara
persamaannnya adalah ke tiga tokoh tersebut sepakat mengembangkan
semua potensi intelektual dan spritual, sains- syari’ah yang ada
dalam manusia secara seimbang, tidak ada dikotomi dalam mempelajari
ilmu,baik ilmu agama atau ilmu umum sama dibutuhkan, keduanya saling
mengisi.
- Pro – Kontra Tokoh Pendidikan
Dalam
kehidupan dunia ini memang diciptakan saling berpasangan. Laki dengan
wanita, siang dengan malam, hidup dengan mati dan seterusnya.
Demikian juga dalam dunia pendidikan hal itu tejadi. Seperti
berubahnya Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
menjadi Universitas Islam Negri (UIN) telah terjadi ragam pendapat
dan tanggapan di antara para tokoh dan cendikian muslim, ada yang
mendukung dan tidak kecil juga yang menolak. Keduanya mempunyai
alasan dan argumentasi yang bisa dipertimbangkan. Sehingga mendapat
perhatian luas dari masyarakat Islam dari berbagai profesi. Terutama
dari para tokoh Islam. Salah satu solusi yang diambil untuk mencari
penyelesaian adalah dengan mendengarkan para tokoh pendidikan dan
cendikiawan muslim serta menyertakan juga para praktisi hukum dan
poitik, sebab suaranya juga dibutuhkan dari aspek legalitas
penyelenggaraan pendidikan. Diskusi pertama diadakan yang diprakarsai
Yayasan Swarna Bumi, Harian Republika serta pihak IAIN sendiri,
berlangsung pada tanggal 23 Desember 1995, di pusat kajian Islam dan
Masyarakat.
Diantara
tokoh yang melontarkan ide tersebut adalah Rektor IAIN Prof. Dr.
Harun Nasuition, barang kali ini bisa dipahami, mengingat
pengalamannya selama sebelas tahun (1973-1984) menjadi pejabat rektor
Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta. Telah banyak
melihat berbagai kelemahan IAIN bila tetap berupa Institut. Kerananya
beliau mengusulkan agara terjadi perubahan status dari Institut
menjadi Universitas73.
Jalan atau ide ini tidak mulus kerena terbentur masalah kukum yaitu
dengan pihak Depdikbud yang membawahi Universitas. Persoalan teknis
dan yang menyangkut birokrasi ini kemudian diserahkan kepada menteri
agama yang dijabat pada saat itu oleh Tarmizi Taher. Katanya sudah
tidak saatnya lagi bagi IAIN tetap dalam bentuknya selama ini, jadi
perlu diubah menjadi Universitas. Setelah mengalami jalan panjang ide
dan gagasan ini menjadi kenyataan. Namun demikian terjadinya
perubahan iAIN menjadi Universitas mengalami tantangan dan pro-kontra
yang cukup hangat dikalangan para tokoh pendidikan, Ormas Islam,
Cendikiawan Islam serta dari berbagai tokoh lainnya diantaranya ialah
Rektor IAIN Prof. Dr. Harun Nasution termasuk orang yang sangat
setuju dan pro terjadinya perubahan tersebut, masa sekarang ini kita
diperlukan bukan hanya sarjana-sarjana yang mengetahui ilmu agama,
tetapi juga ilmu umum. Harus diakui memang hal seperti ini tidak
mudah, tidak banyak orang yang mengusai keduanya secara mumpuni.
Hanya mereka yang jenius saja yang bisa melakukannya. Tetapi
prinsipnya kita berupaya untuk mencetak Sarjana-sarjana Agama yang
tidak asing dengan ilmu umum. Karenanya pada UIN nanti akan terdapat
fakultas-fakultas umum selain fakultas-fakultas agama yang sudah ada
selama ini. Ini bukanlah sesuatu yang mustahil kita lakukan. Sejarah
membuktikan, sarjana-sarjana muslim dimasa lampau mengusai ilmu-ilmu
agama dan sekaligus ilmu-ilmu umum, bahkan mengusai filsafat, contoh
yang jelas itu adalah Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd dan
lain-lain, mereka mengusai ilmu syari’ah tetapi sekaligus dokter,
ekonom, filosof, dan ahli ilmu-ilmu eksakta. Kalau mereka masa lampau
mampu menghasilkan tokoh-tokoh seperti itu, kenapa kita tidak mampu
menghasilkannya.
Masih
menurut Prof. Dr. Harun Nasution Walaupun UIN memuka fakultas umum,
sudah pasti berbeda dengan Pendidikan Tinggi Umum lainnya yang
mengajarkan ilmu pengetahuan barat yang sekuler, tidak dikaitkan
dengan Agama, terutama tidak dikaitkan dengan Tuhan. Universitas
Islam Negri semua ilmu-ilmu sains dikaikan dengan Tuhan, jadi yang
dipakai adalah berangkat dari konsep Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Contohnya kenapa hujan turun, bukan hukum alam mengatur begitu,
tetapi kita katakan karena sunatullah
demikian, semua atas iradah
dan kehendak-Nya. Allah sudah mengatur dan menetapkan sebelum sesuatu
terjadi. Kemudian kacamata sains yang berangkat dari ilmu eksakta
melihatnya seperti apa, keduanya bertemu dengan tanpa pertentangan.
Ini baru bisa dipahmami secara utuh ketika pada diri seorang ilmuan
perpaduan yang baik antara ilmu agama dan sains. Kita akan merekrut
tenaga-tenaga pengajar (Dosen)
yang tidak lagi menggunakan istilah –istilah barat yang sekuler,
tetapi kita ganti dengan istilah-istilah Islam. Dengan demikian, ini
cocok dengan akidah keimanan. Kita akan merubah filsafat sains barat
yang sekuler menjadi filsafat sains yang bersumber dari Islam. Inilah
yang dikembangkan oleh ulama-ulama yang mendalami sains. Kemudian
berkembanglah Islam hingga Andalusia, Spanyol, dan oleh orang barat
diambil dan dibawa ke eropah, lalu berkembanglah di eropa pemikiran
rasional dan sains. Mereka tidak mampu memadukan agama dengan sains,
sehingga sains berjalan dengan sekuler. Dengan Pendidikan tingkat
tinggi Integratif, UIN bersama universitas Islam lainnya akan
berjuang mengembalikan tujuan pendidikan Islam sebenarnya menuju
manusia yang utuh lahir dan bathin. Sekarang sudah saatnya meluruskan
pungsi ilmu, tidak lagi ada dikotomi dalam umat Islam jika kita
menginginkan kembalinya kejayaan peradaban Islam masa lalu74.
Selain
Prof. Dr. Harun Nasution atau Dr. Tarmizi Taher mantan Menag yang
mendukug berubahnya IAIN menjadi UIN ialah salah seorang Tokoh wanita
Indonesia yang bergerak di bidang da’wah dan pendidikan yakni Dr.
Hj. Tuty Alawiyah. Menurut beliau sudah sepantasnya IAIN berubah
menjadi UIN. Selama ini di IAIN yang ada hanya fakultas-fakultas ilmu
agama yang mengatur persoalan-persoalan ibadah, syari’ah,
ushuluddin, dan sebagainya. Dalam kondisi dunia penuh tantangan di
masa depan, menurut saya, perubahan tersebut sudah sepantasnya
dilakukan. Hanya saja dalam teknisnya, perlu ada proses pengalihan
yang memadai. Itu melalui kesiapan perangkat SDM, kurikulum,
perpustakaan, dosen, dan sebagainya sehingga menjadi Universitas
Islam Negri yang berwibawa. Selama ini minat masyarakat terhadap IAIN
masih cukup tinggi walaupun fakultas yang dimiliki masih terbatas
pada fakulas agama. Dengan adanya perubahan tersebut, yang berarti
menambah fakultas umum, maka minat masyarakat untuk berkuliah di UIN
semakin tinggi dan luas.
Contoh
yang nyata dalam masalah ini tampak dari Universitas Islam
Antar-Bangsa di Kuala Lumpur yang tidak hanya memiliki Fakultas Agama
saja, namun juga fakultas umum yang terintegrasi. Dahulu orang
Malaysia jika hendak belajar datang ke Indonesia, namun dengan
kehadiran Universitas Islam Antar-Bangsa, maka mereka tidak perlu
datang belajar ke Indonesia, bahkan banyak orang kita yang datang
untuk belajar kesana. Saya percaya jika UIN akan menjadi Universitas
terkemuka karena sejajar dengan Universitas Islam di luar negri, yang
sebelumnya masih berada di bawah standar. Sehingga para alumninya
yang akan lebih berkualitas dan lebih mampu untuk bersaing di
masyarakat dengan Universiats Negeri lainnya75.
Menurut
Prof. Dr. H. Din Syamsuddin saya kira gagasan merubah IAIN menjadi
UIN merupakan pemikiran sangat baik, sesuai dengan tuntutan zaman,
yaitu adanya intergrasi antara ilmu umum dan ilmu agama. Dalam Islam
sebenarnya tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan agama Islam
dengan ilmu umum. Oleh karena itu, adanya lembaga yang
mengintegrasikan ilmu agama dan umum itu merupakan suatu kebutuhan
dewasa ini. Selama ini, sebenarnya sudah dilakukan integrasi ilmu
pengetahuan umum dengan ilmu agama cuma dalam skala kecil dan
terbatas. , yaitu dengan diajarkannya ilmu sekuler. Gagasan pendirian
UIN ini saya pikir merupakan pengembangan lanjut dari apa yang telah
dilaksanakan selama ini. Gagasan pendirian UIN tidak bebrati sama
dengan apa yang telah dilakukan oleh Uiversitas Islam swasta lainnya.
Karena apa yang dilakukan oleh UIN merupakan integrasi nilai nilai
Islam atau etika Islam ke dalam ilmu pengetahuan. Tidak hanya semata
melakukan pembagian definisi fakultas tanpa ada perubahan. Pendirian
UIN merupakan respon dan antisipasi terhadap modrenisasi, sehingga
lembaga pendidikan agama mampu menampilkan peran profetik dan
akademik sekaligus76.
Pendapat
para tokoh pendidikan dan cendikian muslim tersebut di atas tentu
saja tidak asal mereka ucapkan, namun mempunyai argumentasi yang
kuat. Pendidikan yang terjadi pada bangsa ini, terutama di tingkat
pendidikan tinggi termasuk pendidikan tinggi Islam masih tinggi ilmu
pengetahuan sekuler masuk dan diserap oleh para mahasiswa muslim.
Tentu saja hal ini sangat berbahaya, kerena karakter yang dibangun
pada seorang mahasiswa akan mempengaruhi pola pikir dan sikap
hidupnya kelak di masyarakat. Coba kita lihat para pejabat,
konglomerat, politisi, ekonom, dokter serta status sosial lainnya
mereka hidup sudah jauh dari nilai-nilai keislaman, padahal mereka
sebagai seorang muslim. Kebijakan dan pola hidup yang ditampilkan
bukan membela dan menghidupkan kebutuhan umat Islam, tetapi
sebaliknya merugikan bahkan menjatuhkan. Jika kita kembali kepada
konsep dan ajaran Islam hampir seluruh masalah dapat teratasi. Pada
saat ini dunia Islam dilanda berbagai macam krisis yang sudah
mencapai stadium tinggi. Seperti masalah kemiskinan, pendidikan,
perekonomian, hukum, Ham, politik, kesehatan, semua itu penyebab yang
utama adalah sudah lunturnya rasa ghirah dan kepedulian kita terhadap
agama. Kenapa, karena dunia pendidikan kita terutama pada tingkat
pendidikan tinggi yang mengorbitkan para teknokrat dan pemikirnya
tertinggal jauh. Dari sisi akademis, dari sisi pembentukan karakter
keislaman sudah melenceng dari ajaran Islam yang sebenarnya. Salah
satunya adalah masuknya ilmu pengetahuan yang sekuler dalam proses
pendidikan. Menurut Faruqi, berbagai konsep ilmu yang ada di barat
dan diajarkan di dunia islam sangat bertentangan dengan ajaran Islam,
terutama akidah tauhid. Beliau menunjuk ilmu pengetahuan yang ada di
barat menafikan keberadaan Allah SWT. dalam peranannya sebagai sang
pencipta utama. Karenanya menurut Faruqi, dunia pendidikan di
negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam harus
melakukan dekonstruksi bangunan ilmu yang diajarkan. Konsep-konsep
ilmu pun harus mengalami peneyesuaian dengan nilai-nilai Islam,
sehingga keracunan hubungan antara ilmu pengetahuan umum (Sains) dan
agama (Syari’ah) tidak terjadi.
Ilmu
pengetahuan sebenarnya berispat netral, demikian juga teknologi. Jadi
tergantung siapa penggunanya. Dalam konteks pendidikan Islam agar
ilmu itu menjadi mitra dalam membangun agama dan umatnya maka
diperlukan pendidikan yang mampu mengantisipasi dan mengakomidasi
kebutuhan keduanya. Demikian apa yang telah dilakukan oleh
tokoh-tokoh besar ilmu pengetahuan dalam Islam, Para sarjana muslim
tersebut mampu mengubah ilmu pengetahuan sekuler menjadi ilmu
pengetahuan islami, ilmu pengetahuan yang sarat dengan nilai
ketuhanan yang tidak menyimpang dari nilai-nilai ketauhidan. Sehingga
disini yang menjadi ukuran dan pembentukan ilmu adalah faktor
manusianya. Semakin jelas bahwa pendidikan yang salah membentuk para
alumninya akan mengkibatkan dampak yang besar.
Jika
diatas kita sudah memaparkan mereka yang pro dan sependapat dengan
perubahan status IAIN menjadi UIN dengan berbagai dalih dan alasan
yang cukup argumentatif. Bagaimana pendapat dan alasan mereka yang
tidak sependapat dengan perubahan tersebut, diantaranya KH. Ma’ruf
Amin sebagai Rois
Syuriah
PBNU yang mempunyai pengaruh besar karena konsep dan pandangan beliau
tentang dunia Islam termasuk pendidikan. Saya kurang sependapat bila
IAIN menjadi Universitas Islam Negeri. Menurut saya, sebaiknya IAIN
tetap konsisten kepada pendidikan khusus masalah agama. IAIN lebih
baik memfokuskan pada masalah-masalah agama dan tetap menghasilkan
orang-orang khusus mengkaji masalah pendidikan, syari’ah, dan
dak’wah. Ini penting, karena produk-produknya selama ini masih
belum memadai. Kalau ada angapan IAIN diubah untuk menghilangkan
dikotomi ilmu agama dan ilmu umum, saya kira tidak tepat. Lulusan ITB
banyak yang saya lihat Islami dalam berpikirnya. Demikian juga
lulusan kedokteran atau teknik.
Sesungguhnya,
arti ilmu-ilmu agama itu jelas berbeda dengan ilmu-ilmu yang bermakna
teknologi. Kalau memang hendak diarahkan seluruh ilmu-ilmu yang
diajarkan pada perguruan tinggi umum kepada ilmu yang islami, kenapa
tidak diminta seluruh perguruan untuk mengarahkannya ke sana. Atau
kalau tidak, dosen-dosennya dibekali dengan perangkat-perangkat yang
menjadikan ilmu itu islami. Toh, nantinya para mahasiswa akan bisa
memahami ilmu-ilmu yang sudah diarahkan tersebut. Pernyataan saya
tidak bermaksud menentang rencana perubahan. Saya juga tidak
mempermasalahkan IAIN diperlebar ruang lingkupnya sehingga memiliki
fakultas-fakultas umum. Tetapi, ada satu pertanyaan yang belum
terjawab menyangkut IAIN selama ini. Apakah tugas IAIN yang
dibebankannya sudah tercapai. Tugas utama itu adalah untuk mencetak
sarjana-sarjana agama yang berkualitas, yang handal bagi peningkatan
kualitas kehidupan beragama umat ini. Dalam pengamatan saya, kiprah
IAIN dalam dunia pendidikan tinggi islam masih harus ditingkatkan.
Umat ini memiliki tuntutan lebih kepada tamatan IAIN dari apa yang
sudah dihasilkan selama ini. Ada kesan, tamatan IAIN belum memenuhi
tuntutan yang diharapkan. Contoh nyata saja, masih tamatan IAIN yang
tidak bisa berbahasa arab atau mengusai kitab-kitab kuning. Memang,
banyak alumni pesantren yang masuk dan belajar di IAIN, tetapi tetap
saja yang tidak berbahasa arab lebih banyak jumlahnya. IAIN sekarang
ini belum menata diri secara baik. Karenanya, pembenahan yang harus
dilakukan adalah menata seluruh perangkat pendidikannya mulai
perbaikan kualitas dosen hingga peninjauan ulang kurikulum yang
dipakai. Dengan demikian misi utama IAIN sebagai penghasil sarjana
agama tetap terjaga dan semakin meningkat kualitasnya. Ini penting,
karena di masa depan kebutuhan tentang sarjana agama akan semakin
meningkat77.
Mantan
menteri Agama Prof. Dr. Munawir Sazali pernah mengatakan tentang
wacana perubahan ini. Bagi saya tujuan utama pendirian IAIN adalah
menciptakan sarjana agama. Untuk itu, fakultas yang ada semuanya
menyangkut agama mulai dari ushuluddin, syari’ah, dak’wah,
tarbiyah dan adab. Karena itu, ketika saya mendengar adanya rencana
perubahan IAIN, maka saya tidak tahu arah perubahan tersebut kalau
mau dijadikan universitas seperti umumnya universitas islam yang ada,
maka kenyataanya menunjukkan tidak ada bedanya dengan kondisi
perguruan tinggi tersebut. Sebut misalnya, Universitas Muhamadiyah.
Dari sekian banyak fakultas yang dimiliki, tetap saja fakultas agama
cuma satu, lainnya adalah fakultas umum. Bila alasan itu adalah
islamisasi ilmu, maka saya termasuk orang yang beranggapan ilmu itu
bersipat netral. Karenanya tidak perlu islamisasi, ilmu itu
bergantung kepada siapa penggunanya. Karenanya saya tidak yakin
dengan adanya perubahan IAIN, kualitas outputnya juga semakin baik.
Kemudian apakah mampu mempertahankan ilmuan-ilmuan agama secara baik,
demikian pula bagaimana dengan dosen-dosen agama yang ada,
dikemanakan mereka dengan perubahan tersebut. Terus terang kualitas
mahasiswa IAIN masih belum memadai dan alumninya belum mencukupi
untuk mengusai ilmu yang dipeljarinya.. Jadi yang diperlukan adalah
pembenahan pengajarannya78.
Demikian
juga Dr. H. M. Atho Mudzhar Pjs Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
merasa keberatan jika terjadi perubahan tersebut terjadi. Jika ide
dasarnya adalah untuk mengaitkan ilmu-ilmu agama dengan iptek atau
sebaliknya, maka tidak harus dilakukan dengan cara perubahan menjadi
universitas. Yang diharapkan masyarakat adalah isinya bukan kulitnya.
Untuk perubahan itu, selain diperlukan berbagai persiapan sarana dan
prasarana serta kesiapan sumber daya manusia, juga perlu pemilihan
bidang study yang sesuai. Jika untuk mengkaitkan agama dengan iptek,
atau sebaliknya bisa dengan cara memasukkan kurikulum iptek pada
kurikulum IAIN, baik dalam muatan lokal, nasional, maupun
kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Kedua dengan meningkatkan
penelitian-penelitian agama tetapi terus lebih jauh dikembangkan
kepada penelian yang ada kaitannya dengan iptek (Interdisipliner)
ketiga mengembangkan pusat-pusat studi yang bertujuan meningkatkan
mutu belajar mengajar, sehingga dosen tidak hanya megenal dunianya
saja, tetapi juga mengenal dunia yang lain. Jelasnya tidak perlu
mengubah IAIN menjadi Universitas. Masih ada cara lain yang bisa
ditempuh, kalaupun terpaksa dilakukan, harus melalui kajian mendalam
dengan melibatkan banyak pakar pendidikan, baik umum atau agama79
Kekhawatiran
mereka yang tidak sependapat dengan perubahan itu, juga dapat
dipahami tujuannya adalah mempertahankan eksistensi iAIN di
masyarakat dari sisi akademis ataupun dari keterwakilan umat islam
dalam mempersiapkan kader-kader Intektual islam di masa mendatang
murni dengan menguasi ilmu keagamaan. Kekhawatiran juga akan
terjadinya upaya meminggirkan fakultas agama, menghilangkan peran
IAIN sebagai pencetak intelektual muslim yang handal. Jika yang pro
mengatakan akan tetap meperthankan nilai-nilai keislaman terhadap
mahasiswanya dengan mendalami dan mengintegrasikan dalam kurikulum,
tetap saja hasilnya berbeda dengan yang memang kurikulumnya di buat
untuk sarjana agama. Apalagi sifatnya sebatas usaha, sehingga
keterkaitan itu putus di tengah jalan sangatlah memungkinkan. Jika
dilihat kisaran persentasenya antara yang pro dan yang kontra
terjadinya perubahan IAIN menjadi UIN, memang lebih banyak pro dan
setuju serta mendukung. Ini menandakan adanya keinginan kuat dari
para cerdik-pandai kita untuk mengembalikan kejayaan umat islam dalam
peradaban ilmu pengetahuan. Waktu yang kita butuhkan cukup lama,
tetapi harapan itu sudah ada karena kita sudah mulai melangkah.
Apalagi langkah ini diikuti oleh IAIN lainnya. Langkah ini tentu
mendapat tantangan, namun lambat laun akan terjadi kesamaan persepsi
dan hilangnya perbedaan pendapat dan cara pandang dalam mempersiapkan
sarjana yang ilmuwan, atau ilmuwan yang agamis. Kemajuan teknologi
tumbuh seperti air, alirannya segitu deras, siapa yang tidak mampu
mengantisipasi dengan mempersiapkan SDM yang komprehensif dengan
tingkat kompetensi tinggi, bukan saja tertinggal dan terus menjadi
umat yang tidak diperhitungkan, namun yang paling menghawatirkan
generasi muda islam tidak lagi memiliki ghirah dan kecintaan terhadap
agama. Mereka lebih senang dan konsen dengan umat lain. Gejala ini
sudah terlihat pada banyaknya generasi muda islam yang kuliah dan
menjadi sarjana bukan dari pendidikan tinggi islam. Mestinya kejadian
ini bisa diantisipasi dan terdeteksi sejak dini yaitu dengan membuat
pendidikan tinggi yang integratif. Inilah mungkin jawaban yang
diberikan para tokoh intelektual muslim dengan merubah stutus
Institut menjadi Universitas. Dengan fakultas yang lebih banyak dan
pariatif diharapkan genersi muda islam lebih tertarik dan terpanggil
untuk berkuliah di sisini. Apalagi sekarang masyarakat kita sudah
mulai bergeser cara berpikirnya tentang Islam. Ada kemaun besar untuk
memperjuangkannya. Peroalan yang mendasar adalah sejauh mana atau
bagaimana kita mampu mengakomodir kemaun mereka. Dalam membangun
pendidikan yang baik, pemerintah tidak bisa tinggal diam, tetapi
harus ikut dan berpatsipasi aktif. Alasannya adalah dasar Negara kita
sudah mengamanahakan begitu. Baik lewat Sisdiknas, Undang-undang
dasar, atau pancasila sebagai ideologi bernegara, yaitu menghendaki
warganya menjadi manusia sehat jasmani dan rohaninya. Bukan saja
matang nilai keagamaannya, tetapi nilai sainsnya juga tidak kalah.
Untuk menjaga terjelmanya keinginan diatas maka munculah Surat
Keputusan Tiga Mentri (SKB) yang tujuannya adalah memberi kesempatan
kepada lulusan umum untuk memperdalam agama, atau sebaliknya lulusan
agama untuk memperdalam ilmu umum. Tentang nilai ijazahnya pun secara
intrinsik tidak berbeda, baik dalam pekerjaan atau melanjutkan ke
Pendidikan tinggi.
Pro
dan kontra dalam masalah pendidikan tinggi integratif, sebaiknya
jangan dijadkan alasan kita ragu mengambil sikap. Seharusnya menjadi
cambuk untuk membuktikan kebenaran argumentasi kita, apalagi kita
mampu menempatkan pendapat yang kontra, tentunya ini sangat elegen
sebagai cendikiawan muslim, bahwa apa yang menjadi pilihan dalam
pendidikan integratif didasari oleh keinginan kuat membela islam
dalam banyak aspek keilmuan. Dalam konteks sejarah kita pernah
mengalami masa kesuksesan yang luar biasa dalam peradaban ilmu
pengetahuan. Inilah yang hendak kita munculkan kembali, dan itu baru
bisa ditempuh lewat jalur Pendidkan Tinggi Integratif. yang telah
dimotori oleh UIN dan Universitas Islam Swasta lainnya khususnya
Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Al-Azhar Indonesia.
- Membentuk Ulil Albab
Dalam
bahasa agama intelektual islam merupakan bagian dari profil sebutan
seorang Ulul Albab. Dalam Al-Quran ulul albab disebut enam belas
kali. Menurut Al-Quran ulul albab adalah sekelompok manusia tertentu
yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Diantara keistimewaanya
ialah mereka diberi hikmah, kebijaksanaan, dan pengetahuan, disamping
pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan dan sipatnya
empiris. Dalam Al-Quran dikatakan:
يؤتي
الحكمة من يشاء ومن يؤت الحكمة فقد اوتئ
خيرا كثيرا وما يذكر الا اولوا الالبب (
ال
بقرة (
ال
بقرة )
Artinya
: Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya, dan
barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebijakan yang
banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab
(QS. 2: 269)80
Dalam
terjemahan departemen Agama hikmah diterangkan adalah mereka yang
diberi kependaian untuk memahami Al-Quran dan Hadis secara baik. Jadi
ada kelebihan tersendiri bagi ulul albab dalam memahami persoalan.
Karena memang diberikan daya cerna berpikir yang lebih tajam yang
kebanyakan orang biasa tidak mampu membaca dan
menginterpretasikannya. Seorang ulul albab dari sisi keilmuan bisa
jadi mungkin tidak jauh dari pengertian intelektual muslim, tetapi
ada pendektatan spritual yang lebih. Disamping ilmuan juga seorang
ahli ibadah. Inilah yang menyebabkan hikmah diberikan kepadanya.
Ketika mengaplikasikan pemikirannya tidaklah bertolak dari teori saja
yang bersifat baku, tetapi unsur wahyu menjadi acuan utamanya.
Sebelum
itu kita mengenal ulul albab, ada hal yang penting bagaimana tinjauan
bahasa Indonesianya yaitu sarjana, ilmuan, intelektual. Sarjana yaitu
mereka yang memperoleh gelar sarjana setelah selasai belajar di
Universitas. Sementara ilmuan adalah seorang yang mendalami ilmunya
kemudian mengembangkan ilmunya, baik dengan pengematan maupun dengan
analisanya. Kemudian intelektual bukan sekedar seorang yang sudah
melewati masa pendidikan pada pendidikan tinggi, tetapi juga
berpikir, terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya. Seorang yang
terlibat. secara kritis dengan nilai, tujuan, dan cita-cita yang
mengatasi kebutuhan praktis81.
Intelektual disebut juga kaum terpelajar, atau biasa disamakan dengan
kelompok terpelajar82.
Di
dalam masyarakat islam, seorang yang disebut intelektual bukan saja
memahami serah bangsanya, dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan
analitis normatif yang cemerlang, melainkan juga mengusai sejarah
islam seorang Islomologis. Untuk penegrtian ini, Al-Quran mempunyai
istilah khusus: Ulul Albab. Bagaiman tanda-tanda ulul albab, selain
beberapa keistimewaan yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka.
Ada tanda lain yang perlu diperhatikan pertama bersungguh-sungguh
mencari ilmu, seperti disebutkan dalam Al-Quran:
والرسحون
فئ العلم يقولون أ ما ن به كل من عند ربنا
وما يذكر إلا اولواالا لبب (
ال
عمران (
ال
عمران )
Artinya
: Dan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutsyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami dan tidak
dapat mengambil pelajaran(dari padanya) melainkan para ulul albab
(QS. 3: 7) 83
Ketika
mereka memperoleh ilmu pengetahuan tidaklah digunakan cuma untuk
keperluan pribadi, atau golongan, tetapi ilmu yang dimiliki untuk
kepentingan masyarakat luas. Sebab disadari bahwa ilmu merupakan
amanah yang harus disampaikan kepeda yang memerlukannya. Perlu
dikembangkan tentunya sesuai dan memperhatikan perkembangan ilmu itu
sendiri. Seperti kemajuan teknologi dengan segala aspeknya. Mereka
merenungi kejadian sekitar, sebab phenomena alam merupkan kekayaan
dan merupakan sumber kehidupan yang besar dari Allah SWT. untuk
keperluan manusia. Tanda lain ulul albab seperti sebagai berikut:
إن
فئ خلق السموات والارض واختلف اليل والنهار
لأ يت لإ ولئ الالبب (ال
عمران )
Artinya
: Sesungguhnya, dalam proses penciptaan langit dan bumi, dalam
pergiliran siang dan malam, adalah tanda-tanda bagi ulul albab (QS. 3
: 190) 84
Abdus
Salam, Seorang muslim pemenang nobel, melalui teori unifikasi gaya
yang disusunnya, berkata Al-Quran mengajarkan kepada kita dua hal
yaitu tafakur dan tasyakur. Tafakur adalah merenungkan ciptaan Allah
SWT. di langit dan di bumi, kemudian menangkap hukum-hukum yang
terdapat di alam semesta. Tafakur inilah yang disebut sebagai
science. Tasyakur adalah memanfaatkan nikmat dan karunia Allah Swt.
dengan menggunakan akal pikiran, sehingga kenikmatan itu makin
bertambah, dalam istilah modern tasyakur disebut teknologi. Ulul
albab merenungkan ciptaan Allah SWT. di langit dan di bumi, dan
berusaha mengembangkan ilmunya sedemikian rupa, sehigga karunia Allah
Swt. dilipatgandakan nikmatnya.
Tanda
kedua mampu memisahkan yang jelek dari yang baik, kemudian ia pilih
yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu
dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh sekian banyak orang.
Allah SWT. berfirman:
قل
لايستوئ الخبيث والطيب ولوأعجبك كثرة
الخبيث فا تقوا الله يا ولئ الالبب لعلكم
تفلحون (
الما
ئدة )
Artinya
: Katakanlah, tidak sama kejelekan dan kebaikan, walaupun banyaknya
kejelekan itu mencengangkan engkau. Maka takutlah kepada Allah, hai
Ulul Albab agar kamu mendapat keberuntungan (QS. 5:100)85.
Tanda
ketiga kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai
menimbang-nimbang ucapan , teori, proposisi atau dalil yang
dikemukakan orang lain:
الذين
يستمعون القول فيتبعون احسنه اولئك الذين
هد نهم الله واولئك هم اولوا الالبب (
الزمر
(
الزمر
)
Artinya
: Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. , mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mmereka itulah orang-orang yang berakal – ulul albab
(QS. 39:18)86.
Tanda
keempat bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk
memperbaiki masyarakatnya, bersedia memberikan peringatan kepada
masyarakat; diancamnya masyarakat, diperingatkannya mereka kalau
terjadi ketimpangan, dan di protesnya kalau tidak terdapat
ketidakadilan. Dia tidak duduk berpangku tangan di laboratorium, dia
tidak senang hanya terbenam dalam buku-buku di perpustakaan, dia
tampil di hadapan masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki
ketidakberesan di tengah- tengah masyarakat.
هذا
بلغ للنا س ولينذروا به وليعلموا أ نما
هو إله واحد وليذكر أولوالا لبب (
ابراهيم
)
Artinya
: Al-Quran ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengan dia , dan suapaya mereka mengetahui
bahwasannya Dia adalah Tuhan Yang maha esa dan agar ulul albab
mengambil pelajaran (QS. 14 : 52) 87
Dalam
ayat lain dikatakan bahwa:
أفمن
يعلم انما انزل إليك من ربك الحق كمن هو
اعمى انما يتذكر أولواالالبب (
الرعد
)
Artinya
: Apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta, Hanyalah
orang-orang yang berakal saja(ulul albab) yang dapat mengambil
pelajaran (QS. 13:19)88.
Tanda
kelima Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah Swt. Berkali-
kali Al-Quran menyebutkan bahwa ulul albab hanya takut kepada Allah
SWT. sebagaimana firmannya:
وتزودوا
فاءن خير الزاد التقوى واتقون يا ولئ
الالبب (
البقرة
)
Artinya
: Berbekalah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan
bertaqwalah kepada Allah hai ulul albab (QS. 2:197)
فا
فا تقوا الله يا ولي الالبب لعلكم تفلحون
(
الما
ئدة )
……….
Maka bertaqwalah kepada Allah Swt. hai ulul albab, agar kamu mendapat
keberuntungan (QS. 5 : 100).
Dalam
ayat lain dikatakan:
أ
عد الله لهم عذابا شديد ا فا تقوا الله يا
ولئ الالبب (
الطلاق
)
Allah
SWT. menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertaqawalah
kepada Allah SWT. hai ulul albab (QS. 65:10).
Dengan
banyak dalil yang bersumberkan dari Al-Quran bahwa seorang ulul albab
merupakan sosok manusia yang hidupnya untuk kepentingan perbaikan
masyarakat, membangun kebaikan, menyebarkan ilmu pengetahuan,
memperbaiki kondisi hukum agar berjalan dengan adil, dan mecegah
kemungkaran yang dapat menjauhkan manusia dari tujuan sebenarnya.
Tampaknya
seorang ulul albab walau masih berbeda dengan intelektual ada
kesamaan seperti jika dilihat dari beberapa tanda ulul albab yang
telah disebtukan seperti bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, mau
mempertahankan keyakinannya, dan merasa terpanggil untuk memperbaiki
masyarakatnya. Namun dalam ayat lain, Allah dengan jelas membedakan
seorang ulul albab dengan intelektual seperti firman Allah SWT. dalam
ayat lain:
أ
من هو قنيت أناء اليل ساجدا وقاءما يحذر
الاخرة ويرجوا رحمة ربه قل هل يستوئ الذين
يعلمون والذين لا يعلمون إ نما يتذكر
أولوا ألالبب (
الزمر
)
Artinya
: Apakah orang yang bangun di tengah malam, lalu bersujud dan berdiri
karena takut menghadapi hari kiamat, dan mengharapkan rahmat TuhanNya
samakah orang yang berilmu seperti itu dengan orang orang yang tidak
berilmu dan tidak memperoleh peringatan seperti itu kecuali ulul
albab (QS. 39:9)
Dengan
merujuk kepada firman Allah Swt. tersebut jelas sekali ciri atau
tanda khas seorang ulul albab. Sehingga ada perbedaan jelas antara
ulul albab, ilmuan, dan intelektual lainnya. Ulul albab seorang yang
selalu membangun hubungan dengan Allah Swt. dengan banyak ibadah,
terutama memperbanyak bangun malam, bersujud dimana sebagian besar
manusia tidur nyenyak. Disini mereka mengadukan segala hal persoalan
hidup terutama yang menyangkut kepentingan umat, mmengharapkan
pertolongan Allah Swt. mengharapkan ampunan dan ridhoNya. Mereka
selalu ingat baik dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring,
sendiri, atau dalam beramai-ramai. Sehingga jika boleh disimpulkan
ulul albab sosok muslim yang sempurna. Intelektual yang taqwa, soleh,
ahli dzikir. Pemikir plus ketaqwaan, Intelektual plus kesalehan.
Inilah
yang diharapkan oleh umat bahwa Pendidikan Tinggi Islam mampu
menghasilkan, memproduk atau menerbitkan lulusan yang bersosok ulul
albab. Bukan sekedar menjadi sarjana yang Cuma mampu menyelesaikan
pekerjaan yang bersifat rutinitas, baku dan membosankan. Jika sekedar
itu yang dituju, nampaknya tidak perlu kita bersusah-susah memeras
otak dan dana yang besar, sebab itu bisa ditempuh dengan pendidikan
ketrampilan. Lulusan yang dibutuhkan umat Islam adalah mereka yang
mampu membangun masyarakatnya menjadi manusia yang cakap kehidupan
beragamanya, dan canggih teknologinya. Dengan kata lain Islam
mengharapkan dari jenjang pendidikan tinggi melahirkan ilmuan yang
intelektual, berahlakul karimah, soleh, taqwa meskipun seperti apa
yang dicapai pada peringkat ulul albab.
Kehidupan
terpelajar atau dunia intelekual (kampus) pernah terjadi pergeseran
nilai pada abad pertengahan dimana kaum terpelejar mencemoohkan tokoh
dan kehidupan beragama. Sains menjadi idolanya, karena dianggap cuma
berurusan dengan hal-hal yang empiris, mereka mengabaikan tuntunan
dan ajaran agama. Tetapi dikala kelompok terpelajar mengidolkan
sains, banyak juga yang mengkritisi sains dan mengajak orang kepada
kepekaan agamawi. Banyak tokoh mulai berbicara tentang perasaan
keagamaan, dan beberapa ahli fisika dengan yakin mengatakan: Kita
sedang berjalan menghampiri ambang agama. Perasaan keagamaan mereka
berbeda dengan perasaan keagamaan massa; perasaan keagamaan yang
berada di atas sains- keyakinan keagamaan yang suprasains. Menurut
Ali Syariati, masa depan dunia akan diwarnai oleh kelompok ini. Ia
berkata, mazhab pemikiran masa depan berbeda dengan mazhab kaum
terpelajar kini- adalah mazhab pemikiran yang agamawi- suatu
keyakinan keagamaan yang tidak lebih tinggi dari pada sains89.
Kita
tidak bisa menjawab dan membuktikan pemikiran ke depan Ali Syariati
dengan tepat, sejarahlah yang akan membuktikannya. Belakangan ini
banyak kita temuai terutama di kampus-kampus marak sekali dengan
kehidupan dan kegiatan yang bernuansa keagamaan. Bukan saja dalam
bentuk serimonial seperti peringatan hari-hari besar islam. Tetapi
kajian keagamaan seperti diskusi, kuliah umum, lokakarya atau latihan
kepemimpinan nuansa agamanya begitu kental. Belum cara berpakaian,
terutama dari kaum wanitanya begitu islami. Fenomena ini terjadi juga
justru diluar kampus Universitas Islam, kampus umum. Gerakan-gerakan
islam umumnya dipimpin oleh kaum intelektual. Masjid hampir menggeser
kampus sebagai markas pusat pemikiran dan pengembangan Islam. Ilmuan
yang pernah belajar di barat dan mengelukan teknolgi, sains dan
kemajuan budayanya, kini kembali dengan kecintaan kepada Islam. Para
mahasiswanya lebih dalam penghayatannya kepada Islam ketimbnag
pendahulunya. Dengan mengambil gaya bahasa Ali Syariati, kehidupan
keislaman mereka berbeda dengan orang kebanyakan. Islam mereka adalah
suprasains, sebuah potret pengamalan agama yang didasari oleh ilmu
pengetahuan dan kesadaran yang tinggi. Apa yang mereka temui dalam
dunia sains ternyata bersumber dari ajaran Islam. Inilah yang tambah
kuat keyakinan, keimanan dan kebenaran Islam di mata mereka. Bila
masa lalu banyak orang mencemooh Islam sebagai lambang
keterbelakangan, dan merasa bangga meniru barat, kini muncul kaum
intelektual yang fasih berbicara masalah Islam dan mengkritik barat.
Mahasiswa sudah gencar membicarakan Al-Ghazali, Al-Madudi, Sayid
Kutub, Mutahhari, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina dan
pemikir-pemikir Islam lainnya. Jadi zaman baru Islam sudah mulai
menyingsing. Akan lahir masyarakat yang memiliki keyakinan keagamaan
yang suprasains.
Kelompok
ini memang belum banyak dan meninggi atau mewarnai kehidupan Islam.
Belum berada di atas atau di bawah kerucut, tetapi embriyo ini sudah
jelas menghasilkan, tinggal bagaiman kita memupuk dan memeliharanya.
Sebab kelompok ini didominasi kelompok muda yang membutuhkan semangat
dari kaum seniornya. Karena yang tidak senang juga cukup banyak
jumlahnya, atau paling tidak semangat keislamannya masih mengambang.
Pada dinamika interaksi ini, dimanakah letak posisi kaum intelektual
Islam, sebagai manusia yang dikaruniai dengan kelebihan ilmu. Maka
apakah tanggungjawab mereka untuk membentuk masyarakat kampus yang
tegak diatas nilai-nilai Islam. Penulis ingin menyampaikan dalam
tulisan ini adalah membuktikan bahwa intlektual muslim, adalah
manusia yang terikat dengan kewajiban menerapkan nilai-nilai Islam.
Berikutnya adalah menjelaskan dengan merujuk kepada Al-Quran,
kewajiban moralitas dan metode kaum intelektual muslim, dalam memikul
tanggungjawab menjalankan syari’ah islam dan sekaligus
memperjuangkannya.
Dalam
masyarakat berbahasa inggeris, orang akan tercengang mendengar
sebutan intelektual ditujukan kepada orang yang sama sekali tidak
menaruh perhatian perkembangan budaya bangsanya, demikian tulis
sastrawan Subagio Sastrowardoyo90.
Bila kita mengambil pengertian intelektual seperti dalam bahasa
Inggris, maka seorang ilmuan muslim yang tidak menaruh perhatian
kepada perkembangan umat islam, tidaklah layak disebut sebagai
intelektual muslim, mereka hanya sibuk mengajar di kampus, peneliti
atau sebagai petugas administratif. Mereka tidak tertarik untuk
menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan
kampus, tidak peka terhadap gairah masyarakat kampus menyerap
nilai-nilai kampus. Serta sikap lainnya yang tidak mendatangkan
kemajuan islam secara keseluruhan, tidaklah bisa disebut sebagai
intelektual muslim91.
Jadi seorang intelektual mereka yang peka dan sensitive terhadap
perubahan yang terjadi masyarakatnya. Dalam dirinya ada semangat
mengeritik, mencari jalan keluar, memberikan pedoman, memperjuangkan
nilai-nilai yang berorientasi kedepan. Al-Gazali sebagai sufi pernah
berkirim surat sebagai suatu protes kepada penguasa di negrinya, Ibnu
Taimiyah bukan semata-mata ahli fiqih ketika ia memimpin perlawanan
tentara mongol. Kyai Sentot, Kyai Maja, Imam Bonjol, Kyai Giri
Kedaton, dan lainnya, menjadi intelektual ketika mereka mengubah umat
yang pasif, meniupkan ruh jihad, dan menanamkan kepercayaan diri
disamping mengerjakan syari’at Islam.
Tidaklah
adanya jaminan mereka yang masuk kelompok kaum terpelajar menjadi
intektual, atau seorang ilmuan muslim menjadi intelektual, susah
memang kita memastikannya. Namun jika akan dibagi pembagian tugas
bisa saja sebagian pengembang ilmu pengetahuan, dan yang lainnya
terikat dengan perjuangan Islam. Yang pokok adalah bagaimana kita
memaksimalkan kemampuan dan posisi kita untuk membela dan
memperjuangkan islam. Bukankah yang menjadi ukuran adalah amal
seseorang, bukan jabatan atau status sosialnya.
Apabila
ada seorang intelektual muslim tidak mengamalkan atau tidak bekerja
membangun masyarakat, kuranglah terpuji, sebab mereka memperoleh ilmu
menggunakan sumber daya masyarakat muslim, atau pemerintah, atau dari
keluarga muslim. Perkembangan ilmu bukan saja dibiayai swasta atau
perseorangan, tetapi juga oleh pemerintah yang memperoleh dari
masyarakat. Sekian juta uang rakyat dipakai untuk membiyai seorang
sarjana setiap tahun. Milyaran rupiah uang rakyat digunakan untuk
membiayai universitas, lembaga-lembaga pendidkan, atau lembaga ilmu
pengetahuan lainnya. Sains bukan lagi urusan perorangan, tetapi juga
urusan sosial. Karena itu, hanya ilmuan robot yang hati nuraninya
tidak terusik untuk membaktikan ilmunya bagi peningkatan kualitas
hidup masyarakatnya. Hanya ilmuan menara gading yang terbenam di
laboratorium, dan melepaskan masyarakat di sekitar nya. Lebih-lebih
ilmuwan Frankenstein yang memanfaatkan sumbangan masyarakat buat
mengembangkan ilmu yang menindas masyarakat92.
Dengan
begitu nampaknya kita mempunyai alasan yang sama bahwa tidaklah
disebut sebagai ilmuan muslim bila tidak menghidupkan dan
mempejuangkan Nilai-nilai keislaman dalam lingkungan masyarakatnya,
padahal mereka dibesarkan dan mendapat pendidikan oleh masyarakat.
Pada masa lalu ketika mereka belajar masyarakat mempunyai
tanggungjawab, sekarang waktunya menunjukkan tanggungjawab kepada
masyarakat.
Bila
kita membicarakan tanggung jawab, kita harus merujuk kerangka etis
tertentu, tentu saja harus mengacu dari sumber-sumber nilai Islam.
Bagaimana ahlaknya dalam melaksanakan kewajiban di masyarakat serta
metodenya yang sesuai dengan kedudukannya sebagai intelektual muslim.
Dr.
Muhammad Mahmud Hijazi menyebutkan delapan sifat ulul albab. Menurut
saya, dua sipat pertama menunjukkan kewajiban, tiga sifat berikutnya
menunjukkan ahklaq, dan sifat-sifat terakhir merinci metode ulul
albab dalam melaksanakan kewajibannya. Butir-butir ini juga saya
anggap mendasari pembicaraan tentang tanggungjawab intelektual muslim
dalam menerapkan nilai-nilai Islam93.
Al-Quran
menyebutkan dua kewajiban intelektual muslim: memenuhi janji Allah
SWT. Dan menyambungkan apa yang Allah SWT. perintahkan untuk
menyambungkannya. Perjanjian Allah ini disebut Mistaq. Dr. Muhammad
Mahmud Hijazi mendefinisikannya sebagai apa yang mengikat dari mereka
dalam hubungan antara mereka dengan Tuhan mereka, antara mereka
dengan mereka, dan antara mereka dengan manusia94.
Seorang intelektual muslim harus menjaga komitmen nya dengan
menjalankan dan membela nilai-nilai islam, karena keberadaan mereka
di masyarakat sebagai konsultan problematika yang menyangkut banyak
aspek kehidupan. Termasuk menghubungkan iman dan amal cinta kepada
Allah dengan cinta kepada manusia. Menghubungkan dengan
kelompok-kelompok islam yang bertentangan, sehingga tumbuh ukhuwah
islamiyah, menghubungkan umat dengan imam mereka, menghubungkan ulama
diniah dengan ulama ukhrawiyah, menghubungkan ilmu dengan agama,
menghubungkan ibadah dengan muamalah. Sehingga kedudukan intelektual
islam mempunyai tugas mempersatukan umat apabila terjadi perbedaan
baik yang disebabkan masalah fiqih, atau muamalah atau perbedaan
mazhab. Disamping itu juga mempersatukan aliran pemikiran yang
terjadi pada tingkat antar intelektual, terutama di Pendidikan
Tingginya, agar antara ilmu dan akal, sains dan syari’ah, atau
ibadah dengan muamalah selalu kesemua itu terkondisikan dengan baik.
Segala
apa yang menjadi daerah operasionalnya diatas hanya didasari oleh
satu sikap yaitu cuma takut kepada Allah SWT. Sikap ini menunjukkan
disamping tanggungjawabnya sebagai intelektual muslim, apa yang
dilakukan jangan sampai keluar dari ketentuan Allah SWT; jika itu
yang terjadi. Maka bukan saja di dunia kerugian itu ditemui tetapi
diakhirat tanggaungjawab itu lebih besar resikonya.
Untuk
mencapai semua tujuan yang menjadi tanggungjawabnya seorang
intelektual muslim yang pertama diperhatikan adalah salat. Karena
dari sinilah akan terlihat apakah ia seorang muslim yang taat atau
tidak. Sebab banyak mengaku sebagai intelektual muslim namun cuma
fasih berbicara diatas mimbar atau forum diskusi saja, jarang ke
masjid atau musholla. Sementara itu kita tahu masjid sebagai sentral
dan sumber kegiatan umat islam yang utama. Coba perhatikan ketika
Rasul hijrah dari Mekkah ke Madinah yang paling pertama beliau bangun
adalah masjid bersama para sehabat. Dari sinilah berangkat
nilai-nilai keislaman dan konsep perjuangan umat islam dibicarakan
dan dijadikannya sebagai jantung pusat islamisasi kampus. Masjid
kampus juga bisa dijadikan sebagai gerakan mobilisasi dan menggalakan
infaq. Sikap ini harus terlihat sehingga sehingga gerakan keislaman
tidak lagi mengandalkan keuangan dari anggaran lembaga kampus yang
minim dan jauh dari kebutuhan. Cara Islam mengumpulkan dana dari
umatnya banyak sekali ragamnya, tinggal bagaimana membangun kesadaran
umatnya sendiri. Dalam Al-Quran banyak ditemuai ayat yang
memerintahkan kita mencari dana atau menggalakan infaq dan sudah
tersedia konsep itu, bahkan boleh dan bisa dilakukan secara
tersembunyi (antar perorangan) atau bisa juga dilakukan dengan cara
terbuka (semacam
fund raising campaign).
Banyak kegiatan dan program umat islam tersendat karena masalah biaya
(financial).
Sikap lain yang harus ditunjukkan sebagai intelektual muslim adalah
berani berkata dan beriskap baik dalam hal yang baik dan buruk.
Dengan kata lain berani menolak yang jelek dengan yang baik. Tentu
saja bisa dijabarkan secara lebih jauh lagi. Sekian method tersebut
haruslah menjadi acuan bagi inteklektual muslim baik di kampus, atau
di tempat lain, terlebih di masyarakat yang persoalannya jauh lebih
kompleks dibandingkan persoalan yang timbul di kampus.
Pendidkan
Integratif khususnya yang berada pada Pendidikan Tinggi Islam,
haruslah mampu memproduksi dan mengkader Intelektual Muslim secara
sistematis berdasarkan kerangka akademis dan nilai-nilai keilmiyahan
kampus yang ada disetiap pendidikan tinggi islam. Sikap seperti ini
mestinya mengkristal pada setiap pribadi muslim terpelajar. Sebab
pertanggungjawaban intelektual muslim sangat berat, apalagi dimasa
mendatang, dimana persaingan global tidak bisa dihindari. Mana
mungkin kita mampu bersaing dengan orang lain (non muslim) jika tidak
didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan mampu
berkompetitif. Jangan sampai masyarakat islam mempunyai sikap apatis,
skeptis, pasif, dan netral terhadap perkembangan dan permasalahan
yang dihadapi oleh dunia islam secara mikro, atau dunia kampus secara
makro.
Keberhasilan
umat islam dan mengusai peradaban dunia di masa lampau, karena para
intelekualnya mampu menunjukkan tanggungjawabnya terhadap agama
dengan cara melakukan banyak penelitian dan kejian keilmuan serta
praktek-praktek ilmiyah lainnya. Disamping ketekunan mereka mengkaji
sains, namun tidak mengurangi ketekunan mereka dalam mengkaji ilmu
syari’ah, bahkan mereka menjadi pemikir yang cukup sufistis, baik
dalam konsep pendidikannya atau dalam aplikasi kehidupannya di
masyarakat. Janganlah kita menolak perubahan selagi perubahan itu
mendatangkan nilai-nilai kehidupan yang lebih baik. Menimbulkan
dampak yang positif, tidak sebaliknya memunculkan dampak negatif.
Apabila kemajuan teknologi yang berangkat dari ilmu pengetahuan umum
dihadapi dengan perpaduan kekuatan ilmu agama dan umum
(Syari’ah-Sains) semakin terbuka umat islam mengusai peradaban
dunia kembali. Karena kehidupan dan cara mereka membangun umat dengan
cara yang sudah benar yaitu melalui pendekatan yang berngkat dari
Al-Quran dan Al-Hadis, di mana keduanya merupakan pedoman hidup bagi
setiap muslim dan Rasulullah SAW. menjamin umatnya tidak akan
tersesat jalan hidupnya selama berpegang teguh pada kedua ajaran
pokok islam tersebut.
Metodologi
penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam pengumpulan dan
menganalisa data yang diperlukan guna menjawab permasalahan yang
dihadapi. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menemukan dan
mengumpulkan data yang valid , akurat serta signifikan dengan
permasalahan yang diangkat, sehingga dapat dipergunakan sebagai
pengungkap masalah yang dihadapi.
- Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat
Penelitian dilakukan pada dua lokasi, pertama di Universitas
Muhamadiyah Jakarta, yang berlokasi
Jl.
KH.
Ahmad
Dahlan Cirendeu Ciputat Kabupaten Tangerang.
Penelitian
dilakukan selama dua bulan yaitu mulai
tanggal 1
Oktober
sampai dengan 31
Nopember
2009.
Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) adalah salah satu Lembaga
Pendidikan Tinggi yang barada di bawah Persyarikatan Ormas Islam
Muhammadiyah yang berada di perbatasan antara Wilayah DKI Jakarta
dengan Wilayah Tanggerang Jawa
Barat,
yang dipimpin oleh Dr.
Hj.
Masyitoh,
M.Ag.
Sebagai
Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta yang
didirikan
pada tanggal 18 Nopember 1955.
Kedua
Universiats Al Azhar Indonesia yang beralamat di kompleks masjid
agung Al Azhar Jl. Sisingamangaraja kebayoran baru jakarta selatan.
Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu mulai tanggal 20 Oktober
2009 samapai dengan 20 Desember 2009. Universitas Al Azhar Indoensia
juga merupakan suatu lembaga pendidikan tinggi yang dibawah ormas
Muhammadiyah yang berada dibawah Yayasan Pesantren Islam Al Azhar
yang berlokasi dikawsan elit jakarta di tengah kota madya jakarta
selatan Uiversiatas tersebut sekarang dipimpin oleh Prof.Dr.Ir. Zuhal
, M.Sc,E.E. sebagai rektor Universitas Al Azhar Indonesia yang
didirikan pada tahun 2000. UAI merupakan bagian dari amal usaha
muhammadiyah seperti UMJ.
Tahapan
penelitian dilakukan sebagai berikut:
- Tahapan persiapan yang meliputi kegiatan proposal, studi pendahuluan, penyusunan instrumen, izin penelitian dan uji coba instrumen.
- Tahap pengumpulan data, penulis berusaha mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dari obyek penelitian.
- Tahap pengolahan, penulis melakuka pengolahan data yang telah diperoleh .
- Tahap penyusunan laporan, setelah data diolah dan dianalisis, penulis penyusun laporan.
- Laporan hasil penelitian diberikan kepada dosen pembimbing disertai dengan konsultasi dan arahan-arahan dari beliau.
- Metode Penelitian
Metode
yang digunakan adalah metode yang bersifat
pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi
kualiatatif adalah suatu
prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara holistik
(utuh).
Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau
organisasi ke dalam variabel
atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu
keutuhan1.
Pendekatan
kualitatif selalu berusaha memahami
pemaknaan individu subyektif meaning dari subyek yang ditelitinya.
Karena itu dilakukan komonikasi atau interaksi yang intensif dengan
pihak yang diteliti, termasuk didalamnya
peneliti
harus mampu memahami dan mengembangkan kategori-kategori, pola-pola
dan analisis terhadap proses-proses perkuliahan
yang terjadi di tengah UMJ dan UAI
yang diteliti.
Metode
penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data. Penelitian ini mempergunakan metode studi
Komparatif, suatu studi inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena
di dalam kehidupan nyata,khususnya
UMJ dan UAI.
Bilamana
batas-batas antara fenomena dan konteks tidak dapat tampak dengan
jelas, dimana multi sumber bukti dimanfaatkan.
Metode ini sangat tepat untuk mendiskripsikannya
baik
tentang
komponen kurikulum,
manajemen
akademik,
manajemen
Universitas,
mahasiswa,
dosen, sarana prasarana,
kampus.
Sementara data kualitatif meliputi sejarah Universitas, filosifis,
visi dan misi,
Respon mahasiswa terhadap penomena perkuliahan dan interaksi sosial
lain
serta tujuan Uinversitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Al
Azhar Indonesia.
- Teknik Pemilihan Informan
Pemilihan
informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposiv
sampling yaitu
memilih orang yang dianggap paling memahami kerena terlibat langsung
dan dapat memberikan data serta informasi penelitian
2
Kemudian
selain menggunakan teknik purposif,
peneliti
juga menggunakan teori snowball
yaitu
teknik mengumpulkan
data yang
pada awalnya sedikit, lama kelamaan menjadi besar3
dan angket kepada responden terutama yang berasal dari mahasiswa dan
dosen serta pimpinan Universitas.untuk menemukan sumber yang akurat,
dan membandingkannya dengan data dokumentasi. Dari data yang terkecil
sampai memperoleh data yang
besar. Apabila terjadi benturan dan pengulangan data maka pencarian
data dibatalkan.
- Populasi dan Sampel
- Populasi
Populasi
adalah sejumlah massa (manusia) yang terdapat dalam satu kawasan
tertentu atau berada dalam suatu unit kesatuan, Atau dengan kata lain
jumlah dari keseluruhan obyek yang karakteristiknya hendak diduga4.
Polpulasi adalah keseluruhan subyek penelitian5.Menurut
Supranto, populasi adalah kumpulan yang lengkap dari elemen yang
sejenis, tetapi dapat dibedakan karena kerakteristiknya, sedangkan
sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan fokus
penelitian6.
Populasi
target dalam penelitian ini adalah mahasiwa Universitas Muhammadiyah
jakarta dan mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia yang masih aktif
mengikuti kuliah dari enam fakultas.
Menurut
Sevilla, sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang
didapat dari populasi7.
Dalam penelitian ini diambil sebanyak 120 mahasiwa dari enam fakultas
yang tekah ditentukan, agar distribusi frekwensi dari data dengan
jumlah sampel besar dan tidak kurang dari 30 orang akan mendekati
penyebaran sampel.
Untuk
mengambil sampel, peneliti menggunakan teknik sampel random sampling
yaitu dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel
dari populasi dapat dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi8.
- Teknik Pengumpulan Data
Teknik
merupakan alat bantu atau cara yang digunakan untuk mendapatkan
informasi data. Adapun untuk memperoleh data dalam penelitian ini,
penulis melakukan penelitan dengan menggunakan teknik sebagai
berikut:
- Angket, dalam istilah penelitian biasa disebut juga sebagai kuisioner, yaitu peneliti mengajukan pertanyaan – pertanyaan tertulis yang bertujuan merekam atau menggali informasi dari para responden9 Dalam hal ini penulis mengajukan pertanyaan sebanyak 15 buah yang berhubungan dengan kehidupann keagamaan di kampus dan 15 pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan perkuliahan di UMJ dan UAI untuk mengtahui tanggapan atau respon mereka terhadap kehidupan keagamaan dan pelaksaan perkuliahan di kampus mereka, baik yang berkenaan dengan ahlak ,mata kuliah, pergaulan mahasiswa, kegiatan keagamaan,Sumber daya manusia, lingkungan , interaksi sosial serta hal lain yang menggambarkan terciptanya penerapan konsep pendidikan integratif di kedua kampus tersebut. Bentuk angket yang digunakan adalah angket langsung dan bersipat tertutup dengan bentuk pilihan, responden diminta untuk memilih salah satu jawaban yang tersedia dalam setiap pertanyaan.
- Observasi, secara sempit diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistimatik fenomena-fenomena yang diselidiki, fenomena tersebut diamati kemudian direkamnya. Dalam arti luas observasi sebenranya tidak terbatas pada pengamatan yang langsung tetapi juga pada yang tidak langsung10 . Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung guna mengamati penomena kampus untuk melihat apakah pendidikan integratif telah terselenggara melalui proses belajarnya serta hal lain yang mempunyai keterkaitan .
- Interviu (wawancara), yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab antara penanya dan responden11. Dalam hal ini penulis melakukan secara langsung dengan para Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Al Azhar Indonesia.
- Dokumentasi, yaitu suatu penyelidikan dokumen- dokumen tertulis untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penelitian ini.
- Teknik Analisa dan Intepretasi Data
Analisa
data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam
pola, katagori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan12.
Analisis
data pada dasarnya bagaimana menyederhanakan data yang dikumpulkan.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersimpan dari berbagai sumber, selanjutnya mengadakan reduksi data
yang dilakukan dengan membuat abstraksi.
Abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada
didalamnya. Kemudian menyusun data dalam satuan-satuan lalu
dikatagorikan dengan cara membuat tabulating.
Tahap akhir dari analisis data mengadakan pemeriksaan keabsahan dan
kemudian mengadakan penafsiran dalam mengolah hasil penelitian. Namun
sebelumnya menjadi final hasil penelitian, peneliti melakukan
pengecekan ulang terhadap data yang diterima dengan cermat,
mengadakan diskusi dengan responden, orang yang dianggap layak serta
koreksi dosen pembimbing.
Setelah
upaya dilakukan dengan maksimal dengan langkah-langkah tersebut
diatas, maka ada dua data yang simpulkan yaitu data kualitatif dan
data kuantitatif. Dengan demikian untuk menganalisa data yang
diperoleh dilakukan upaya sebagai berikut dibawah ini .
- Kualitatif yaitu dengan cara menguraikan ke dalam bahasa yang sudah dipahami dan logis sesuai dengan masalah yang dimaksud.
- Kuantitatif yaitu dengan cara mengadakan:
- Editing yaitu memeriksa angket dan wawancara yang telah diisi , diutarakan dan dikembalikan oleh responden satu per satu yang di urut dari nomer satu sampai nomer tarakhir.
- Tabulating yaitu memindahkan jawaban rersponden ke dalam tabulasi atau blanko yang disusun secara rinci dalam bentuk tabel.
- Mengadakan perhitungan rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan
:
P
= Prosentase
F
= Frekuensi
N
= Jumlah yang dianalisa13.
- Processing yaitu mengolah data dari hasil perhitungan rata-rata.
- Menganalisa data dan menafsirkannya.
Tabel
1
Variabel
Penelitian
Kisi-kisi
Kehidupan
Beragama di Kampus
No
|
Variabel
Penelitian
|
Dimensi
Penelitian
|
Indikator
|
No.
Item
|
Total
|
1
|
Kehidupan
Beragama
Di
Kampus
|
Agama
|
|
1, 2, 4, 6 | 4 |
Akhlak |
|
7, 15 | 2 | ||
Lingkungan
|
|
8, 9, 10, 11 | 4 | ||
Etika
|
|
12, 13, 14 | 3 | ||
3
|
Pendidikan
|
|
3, 5 | 2 |
Sumber:
Hasil Penelitian dan pengamatan Lapangan
Tabel
2
Variabel
Penelitian
Kisi-
kisi Pelaksanaan Perkuliahan
No
|
Variabel
Penelitian
|
Dimensi
Penelitian
|
Indikator
|
No. Item
|
Total
|
1
|
Pelaksanaan
Perkuliahan
|
Emosional
keagamaan
|
|
3, 10, 12, 9, 2 | 5 |
Citra
Pendidikan Tinggi Islam
|
|
4, 13, 15 | 3 | ||
2
|
Ilmu
Pengetahuan
|
|
1, 8, 11, 14 | 4 | |
Ahlak
|
|
5, 6, 7 | 3 |
Sumber:
Hasil Peenelitian dan pengamatan Lapangan
Berdasarkan data yang Penulis
dapati dilapangan melalui penyebaran angket terhadap mahasiswa kedua
kampus yaitu Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Al
Azhar Indonesia, selanjutnya penulis akan menganalisanya sesuai
dengan data yang telah di buat dalam tabel berikut.
Tabel 17
Respon Responden tentang
Kegiatan Keagamaan di Kampus
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
17
|
26
|
28.
33%
|
43.
33%
|
V
|
2
|
|
28
|
29
|
46.
66%
|
48.
33%
|
V
|
3
|
|
12
|
3
|
20%
|
5%
|
V
|
4
|
|
3
|
2
|
5%
|
3.
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Dari data
tersebut diatas menggambarkan bahwa tingkat kemarakan keagamaan dari
kedua kampus tidak terlalu jauh bedanya baik bagi mahasiwa UMJ atau
mahasiswa UAI. Respon itu cukup baik yaitu berkisar 28, 33% – 43,
33%. sementara yang bersikap sedang saja yaitu 46, 66% - 48, 33%.
dalam pada itu yang tidak mendukung tidak terlalu besar yaitu 5% -
20%, sementara yang tidak tahu 3, 33% - 5%. Hal ini sesuai dengan
tujuan pendidikan di UMJ yaitu membentuk manusia yang keimanan dan
ketaqwaannya meningkat melalui pendidikan Al Islam1,
mengembangkan spritual manusia2.
Dari pengamatan langsung yang Penulis perhatikan memang kegiatan
tersebut marak terutama yang bersifat insidental, terlebih pada bulan
suci ramadhan dengan pesantren ramadhannya dan acara ospek mahasiswa
baru. Disamping itu juga jika terjadi bencana alam mereka aktif
mencari dana dari masyarakat atau dari kalangan mahasiswa sendiri,
dalam upaya membantu meringankan deritanya temasuk juga santunan anak
tidak mampu.
Sikap ini
mencerminkan bahwa kepedulian mereka sudah mencerminkan dan
mereflesikan bagaimana cara bersedekah yang baik dan mempunyai nilai
ibadah yang tinggi. Jika jiwa ini terus terbawa ketika mereka
bermasyarakat sangat membantu perkembangan Islam, sebab kegiatan
keagaaman cara ini sangat efektif untuk membangun duinia islam secara
lebih komprehensif. Pada respon lain jika ada perbedaan lebih banyak
pada pemahaman dan penilaian kegiatan, bukan pada substansinya,
secara umum respon itu positif.
Tabel 18
Respon
Responden Kebiasaan Salat
Berjamaah
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
23
|
15
|
38,
33%
|
25%
|
V
|
2
|
|
18
|
15
|
30%
|
25%
|
V
|
3
|
|
18
|
27
|
30%
|
45%
|
V
|
4
|
|
1
|
3
|
1,
66%
|
5%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Kegiatan
sholat berjamaah yang dilakukan para mahasiswa kedua kampus tersebut
baik UMJ atau UAI terlihat ada perbedaan tetapi secara umum perhatian
sholat berjamaah cukup baik dan mendapat respon dan perhatian yang
cukup menggembirakan yaitu 25% - 38, 33%, sementara yang sesekali
saja 25% - 30%, dan yang jarang melakukannya sebesar 30% - 45%. Sebab
ditengah kegiatan kuliah dan kegiatan ilmiah kampus, mereka masih
menyempatkan diri sholat berjamaah.Karena sholat berjamaah lebih baik
atau afdhol dari sholat sendiri sampai dua pulu drajat3
Indikasi
tersebut terlihat pada ponit jawaban D yaitu 1, 66% berbanding 5%.
Jumlah ini sangat kecil bila dibandingkan jumlah mahasiswa yang
berjumlah ribuan. Ini bisa jadi merupakan pertanda tingkat
kedisiplinan kedua kampus tersebut baik. Karena salah satu hikmah
sholat berjamaah adalah meningkatkan dan memperbaiki tentang
kedisiplinan hidup seorang muslim, baik secara organisatoris atau
secara pribadi. Coba diperhatikan ketika imam ruku semua jamaah ruku,
tidak ada yang berbuat lain begitu rukun seterusnya, ini merupakan
tingkat kedisiplinan antara pemimpin dan rakyatnya harus dibangun
secara bersama. Sebab jika tidak seimbang, tidak akan terjadi
keharmonisan kerja, dalam konteks usaha sulit mencapai tujuan
kesuksesan dan mendatangkan keuntungan
Dalam
membangun dunia islam sangat sulit membentuk peradaban yang
membanggakan, kerena tidak ada dukungan, masing-masing berjalan
sendiri, tidak ada kata dan perbuatan yang sama sehingga konsep dan
rencana perjuangan selalu kandasa ditengah jalan
Tabel 19
Respon
Responden Tentang Mengadakan
Diskusi Agama
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
26
|
40
|
43,
33%
|
66,
66%
|
V
|
2
|
|
16
|
5
|
26,
66%
|
8,
33%
|
V
|
3
|
|
11
|
7
|
18,
33%
|
11,
66%
|
V
|
4
|
|
7
|
8
|
11,
66%
|
13,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Maju dan
mundurnya suatu pengembangan pendidikan terutama pada tingkat
pendidikan tinggi diskusi merupakan ukuran yang tepat. Disinilah
mahasiswa terlihat kreatifitasnya dalam mengkaji dan memberikan
wawasan dengan standar akademik. Dalam kegiatan ini sepertinya kedua
kampus baik UMJ atau UAI melaksanakan kegiatan diskusi agama sebesar
43, 33% – 66, 66%, sementara itu yang tidak melakukan 8, 33% –
26, 66%, dan yang mencari inisiatif juga baik yaitu sebesar 11% –
13, 33%, ada juga yang tidak tahu sebesar 11, 66% – 13, 33%. Bila
kita perhatikan kreatifitas mahasiswa melakukan diskusi agama
merupakan awal kebangkitan generasi islam kedepan, sebab kematangan
seorang dalam menegmbangkan ilmu agama memerlukan waktu dan tempat
serta methode yang benar. Didalam diskusi proses belajar mengajar
terjadi dimana interaksi antara dua atau lebih saling menukar
pengalaman dan infomasi dan memecahkan masalam4
.Dari kegiatan semacam diskusi menghasilkan rumusan dan opini dalam
rangka memperkaya khasanah keislaman terutama dalam dunia kampus.
Jadi kemarakan tersebut diatas suatu pertanda juga ada kemauan besar
dari mahasiswa untuk menggali terus kekayaan intelektual mereka,
apalagi mereka mencari inisiatif sendiri. Dalam forum inilalah semua
persoalan yang tidak jelas menjadi jelas, yang jelas bertambah yakin,
yang salah menjadi benar. Sekarang bagaimana kajian ilmiyah ini bisa
dikembangkan pada tingkat yang lebih jauh lagi agar hasilnyapun bisa
terakomodir lebih besar.
Tabel 20
Respon
Responden Ketika Mendengar
Adzan
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
25
|
17
|
41,
66%
|
28.
33%
|
V
|
2
|
|
1
|
0
|
1,
66%
|
0
|
V
|
3
|
|
2
|
2
|
3,
33%
|
3,
33%
|
V
|
4
|
|
32
|
41
|
53,
33%
|
68,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Salah satu
ukuran baik tidaknya seorang muslim dalam menjalankan agama dapat
dilihat bagaimana reaksinya ketika mendengar azan, bila merespon
dengan segera melakukan sholat itulah muslim yang menghargai
panggilan. Hai orang-orang yang beriman, apabila di seru untuk
menunaikan sholat jum’at ( sholat pardu ) maka bersegeralah kamu
mengingat kepada Allah dan tinggalkan jual beli5
,tetapi yang dimaksud buknlah sholat jum’at saja, sholat yang wajib
lalinnya juga jika azan sudah terdengar kita harus cepat
mengerjakanlainnya sebagai muslim yang kurang baik. Bila kita
perhatikan kesensitifan mahasiswa dari kedua kampus tersebut cukup
baik yaitu mereka langsung ke masjid ketika berkumandang azan sebesar
28, 33% – 41, 66%, yang mempertimbangkan dengan melihat kondisi
sebanyak 53, 33% – 68, 33%, sementara yang acuh dan bermain hampir
tidak ada Cuma 3, 33% Dengan begitu kehidupan beragama cukup hidup
dan mendapat perhatian besar di kalangan mahasiswa, bisa jadi ini
dampak dari semakin seringnya dilakukan diskusi dan pengkajian agama.
Perlu dijelaskan bahwa mestinya kita malu jika mendengar azan tidak
respek, sementara jika manusia yang memanggil kita langsung direspon,
sikap ini cukup ironis jika terjadi pada diri seorang muslim, apalagi
dalam komonitas besar seperti di kampus tentu saja akan berdampak
jauh lebih berbahaya. Paling tidak akan mendatangkan sifat meremehkan
orang lain dan kurang menghargai hak dan kewajiban. Jika karakter ini
terbawa sampai ke masyarakat tentu saja banyak orang yang dirugikan
baik secara materi atau jasa dan prestise. Nilai yang terkandung
dalam merespon panggilan azan bukan saja besar nilai syariahnya
tetapi nilai psikologis dan sosiologisnya.
Tabel 21
Respon
Responden Ketika Tidak
Ada Jam Kuliah
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
2
|
|
14
|
3
|
23,
33%
|
5%
|
V
|
3
|
|
44
|
54
|
73,
33%
|
90%
|
V
|
4
|
|
2
|
3
|
3.
33%
|
5%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Melihat
kondisi tabel diatas menggambarkan bahwa memanfaatkan waktu luang
ketika berada di kampus itu baik di UMJ atau di UAI masih belum
produktif, masih banyak waktu terbuang yang tidak termanfaatkan
secara maksimal.Sesungguhnya manusia itu benar-benar bearada dalam
kerugian, kecuali orang yang beriman dan beramal sholeh6.
Orang mu’min yang baik meninggalkan yang tidak membawa manfaat7.
Hal dapat dibuktikan dengan bermain sebesar mendekati seratus prosen
yaitu 73% – 90%. Sementara yang mengisi dengan hal yang produktif
dan positif sebesar 5% – 23, 33%, namun yang pasif dan diam saja
sebanyak 3, 33% - 5%. Jumlah ini memang sangat variatif artinya tidak
semua bermain dan menghabiskan waktunya tanpa hasil, ada juga yang
mengisi dengan diskusi agama, biasanya mahasiswa yang seperti ini
biasanya bukan saja kerena didorong oleh penguasaan ilmu yang kuat,
tetapi kondisi lingkungan seperti lingkungan keluarga, teman,
organisasi, profesi mereka giat dalam diskusi. Secara umum mahasiswa
indonesia berbeda dengan mahasiswa jepang, singapura, malaysia, dll
yang suka dan gemar diskusi, penelitian, dan observasi. Perpustakaan
bagi merupakn tempat yang mengasikkan dalam mengsi waktu luang atau
istirahat, maka jangan membuat kita terperanga jika perpustakaan di
kampus-kampus luar negeri selalu penuh dengan krumunan mahasiswa,
apalagi jika memasuki masa liburan konon lebih ramai. Jadi kegemaran
membaca mereka memang sudah diatas rata-rata bahkan mendekati
fanatisme yang kuat. Berbeda memang dengan mahasiswa kita yang lebih
santai dan giat belajarnya ketika musim ujian saja. Sikap ini tidak
sejalan dengan tujuan pendididkan Islam yang mengisi waktu mereka
demgan kegiatan yang mendatangkan nilai positif.
Tabel 22
Respon
Responden Ada Kegiatan
Kegamaaan di Kampus
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
44
|
37
|
73,
33%
|
61,
66%
|
V
|
2
|
|
14
|
23
|
23,
33%
|
38,
33%
|
V
|
3
|
|
2
|
0
|
3,
33%
|
0
|
V
|
4
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Salah satu
untuk mengetahui aktifitas mahasiswa adalah dengan melihat sejauh
mana kemarakan kegiatan yang diseponsori mahasiswa di lingkungan
kampus. Ternyata kegiatan keagamaan di kedua kampus ini baik UMJ atau
UAI mendapat tanggapan yang baik dan dukungan yang penuh, mereka
bersimpati dan tidak tergaganggu kalaupun ada sangat minim yaitu Cuma
3% itupun bukannya tidak simpati, namun lebih banyak pada kondisi.
Penomena yang mendukug kegiatan keagmaan kampus sangat besar yaitu
61% - 73%, sementara yang biasa saja artinya tetap mendukung namun
tidak terlibat langsung sebanyak 23% - 38%. Kegiatan keagamaan di
kampus di samping bertujuan untuk mensosialisasikan dan da’wah
ajaran Islam di tengah-tengah komonitas mahasiswa, Sampaikanlah dari
Aku walaupun satu ayat8
juga untuk belajar bagaimana dan seperti apa kiat agar acara yang
dibuat mendapat sambutan dan sukses mendapat sambutan baik. Semua ini
didapat bukan di bangku kuliah, tetapi melalui lapangan dengan terjun
langsung. Namun yang lebih peneliti soroti adalah rasa memiliki agama
dan tanggungjawab serta rasa simpatinya terhadap ajarandan nilai
keagmaan masih tinggi, ini merupakan prestasi besar yang perlu
dipertahankan agar tetap bersemi di jiwa dan hati mereka, jangan
sampai hilang, apalagi dilingkungan kampus yang berada di bawah ormas
islam harus menjadi pelopor dan mercu suar dalam mengkampanyekan
ajaran islam di tengah masyarakat.
Tabel 23
Respon
Responden Ketika
Teman Sakit
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
52
|
40
|
86,
66%
|
66,
66%
|
V
|
2
|
|
8
|
15
|
13,
33%
|
25%
|
V
|
3
|
|
0
|
3
|
0
|
5%
|
V
|
4
|
|
0
|
2
|
0
|
3,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Tingkat
kebersamaan, sosial atau ukhuwah sesama muslim begitu besar diantara
mahasiswa seakan menyatu baik yang terjadi dilingkungan UMJ atau
UAI terutama ketika ada diantara mereka yang terkena musibah
khususnya sakit,Apabila masuk menemui ( menjenguk ) orang sakit maka
lakukanlah doa,maka sesungguhnya doanya itu seperti doa malaikat9
perhatian mereka sangat membanggakan, Seperti yang terlihat dalam
tersebut diatas menjenguk teman yang sakit sebesar 66, 66% - 86, 66%,
sementara yang berdoa juga cukup baik dikedua kampus tersebut 13, 33%
- 25%, kemudian diantara mencari dana atau membiarkan saja sangat
kecil prosentasinya yaitu 3, 33% - 5%. Menjenguk teman yang sedang
sakit adalah perbuatan mulia dan sangat dianjurkan oleh Islam, malah
mereka yang menuju menjenguk saudaranya yang sakit berada di
taman-taman surga. Seorang muslim dengan muslim lainnya seperti
sebuah tubuh, jika satu anggota sakit maka terasa seluruh tubuh. Ini
menggambarkan bahwa apa yang menjadi persoalan umat islam seharusnya
diatasi secara bersama, saling menumbuhkan rasa simpati dan
partisipasi diantara mereka, bukan sebaliknya acuh dan tidak peduli.
Kepedulian sosial yang ditunjukkan mereka dalam berinteraksi sosial
di lingkungan kampus dengan cara menjenguk dan mendoakan teman yang
sakit sangat mulia, perbuatan ini bukan sekedar berkunjung dan
membantu, tetapi ada nilai pembentukan karakter seorang mahasiswa
muslim menuju masnusia yang peduli dan mempunyai kepekaan tinggi
terhadap lingkungan. Karakter inilah yang harus dibangun oleh
kampus-kampus islam agar lulusannya bukan saja peka terhadap
kemampuan jasmani seperti perkembangan teknologi, tetapi kepekaan
rohani berupa mengedepankan nilai keagamaan dalam bermasyarakat
sangat dibutuhkan untuk membangun suasa islami.
Tabel 24
Respon
Responden oknum Merusak
Agama di Kampus
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
31
|
31
|
51,
66%
|
51,
66%
|
V
|
2
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
3
|
|
29
|
27
|
48,
33%
|
45%
|
V
|
4
|
|
0
|
2
|
0
|
3,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Dalam
menilai sejauh mana keimanan dan panatisme seorang muslim terhadap
agamnya terlihat ketika melihat agamanya di rusak apapun bentuknya,
dilihat bagaimana respon dan sikapnya, diam atau bereaksi. Nampaknya
rasa kecintaan dan panatisme mahasiswa baik di UMJ atau di UAI sangat
tinggi dan peduli terhadap oknum yang mencoba merusak dan mengganggu
terhadap islam. Dalam tabel tersebut diatas mereka tidak senang
melihatnya sebesar 51, 66%, sementara ketidakrelaan dalam bentuk
mencegah kedua kampus itu juga sangat baik dan berimbang yaitu
sebanyak 45% - 48, 33%, dan yang menyatakan senang tidak ada sama
sekali, 0%, dan yang menyatakan tidak peduli sangat tipis yaitu 3,
33%. Pemandangan ini sangat membanggakan, karena rasa kepedulian dan
ghiroh keagamaan mereka masih cukup baik, meskipun mereka pada usia
yang masih muda dan terkadang hidup masih belum sesuai denagn ajaran
Islam, namun pembelaan terhadap agama begitu melekat dalam diri
mereka. Barang siapa yag melihat kemungkaran maka rubahlah dengan
tangannya, jika tidak mampu dengan lidah, jika tidak mampu maka
dengan hati, yang demikian selemah-lemahnya iman10
Ini merupakan modal bagi kampus untuk mengembangkan dan membangun
rasa kepedulian mereka terhadap perkembangan islam kedepan.
Menghadapi perkembangan zaman yang begitu pesat manusia bukan saja
membutuhkan teknokrat dan para intelektual yang prima, namun harus
dibarengi dengan kemampuan spritual yang prima juga, agar sikap dan
kebijakan yang di buat tidak semata berdasarkan petrimbangan
material, tetapi juga mengedepankan aspek keagamaan. Universitas
merupakan lahan subur untuk memupuk dan menumbuhkan keterpaduan ilmu
tersebut di tengah masyaharak islam, khususnya mahasiwa sebagai
subyek langsung dan produk pendidikan intelektual sebagai pemimpin
masa depan. Jika ini terpadu dengan baik tidak susah kita membangun
negeri menjadi bangsa yang tinggi peradabannya.
Tabel 25
Respon
Responden Kampus
Sudah Islami
dalam interaksi sosial
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
8
|
32
|
13,
33%
|
53,
33%
|
V
|
2
|
|
44
|
18
|
73,
33%
|
30%
|
V
|
3
|
|
6
|
4
|
10%
|
6,
66%
|
V
|
4
|
|
2
|
6
|
2,
33%
|
10%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Dalam
mengukur kampus islami adalah sejauhmana penerapan nilai-nilai islam
dalam interaksi sosial sesama warga kampus seperti memberi
salam,sopan santun,murah senyum,kepekaan sosial,disiplin waktu dan
sikap terpuji lain yang diajarkan islam.Hal ini dapat dilihat dari
intensitas interaksi sosialnya. Dalam kampus seperti UMJ dan UAI
tentu saja yang menjadi ukuran bukan saja besar – kecil reaksi
hubungan itu, tatapi adalah yang menjadi ukuran sudah sesuai belum
dengan ajaran islam, karena inilah yang akan menjadi barometer
utamanya. Menyikapi penomena ini di UMJ dengan UAI ada perbedaan
yaitu sebesar 13, 33% - 53, 33%, lebih banyak di UAI, demikian pula
yang belum berjalan dengan baik juga perbedaan cukup tinggi yaitu 30%
- 73, 33%, sementara yang beranggapan masih jauh dari nilai interaksi
sosial yang islami agak berimbang yaitu 2, 33% - 10%, hampir sama
dengan yang tidak dapat membedakan atau tidak tahu 2, 33% - 10%.
Sebaiknya kedua kampus memperbaiki kondisi ini terutama UMJ yang
mempunyai tujuan mempertahankan dan menjalin hubungan yang baik
dengan masyarakat dan civitas akademika yang dinamis dan fro aktif11
sebab lambat laun kondisi ini akan mempengaruhi keberadaan dan
eksitensi universitas di mata mahasiswa secara interen dan masyarakat
luas secara eksteren, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nama baik
universitas dan artinya rasa simpati dan keinginan kuliah di UMJ bisa
berkurang. Sekarang yang mesti dilakukan baik UMJ atau UAI adalah
berupaya menciptakan dan meningkatkan suasana interaksi sosial yang
islami seperti banyak menggunakan simbol islam dalam berpakaian,
berbicara, berjanji, bertemu dan berpisah, bergaul,taat aturan
akademik, penataan taman dan interior ruangan dts. Hal-hal seperti
inilah yang akan mendatangkan simpati baik dari atau luar kampus.
Tabel
26
Respon
Responden Pelayanan
Mahasiswa Sudah Islami
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
14
|
37
|
23,
33%
|
61,
66%
|
V
|
2
|
|
31
|
10
|
51,
66%
|
16,
66%
|
V
|
3
|
|
15
|
13
|
25%
|
21,
66%
|
V
|
4
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Pelayanan
universiats kepada mahasiswanya merupakan bagian yang sangat
menentukan baik tidaknya pengelolaan administrasi. Disamping itu
menjadi tolak ukur profesionalisme yayasan dalam menyelenggarkan
pendidikan tinggi di masyarakat. Kerap kali calon mahasiswa bisa
menjadi mahasiswa disebabkan pelayanan administrasinya baik dan
pegawainya disiplin dalam bekerja. Tidak mungkin suatu Universtas
menjadi besar dan mempunyai nama harum jika tidak dibarengi dengan
layanan yang prima. Dalam persoalan pelayanan ini kedua kampus itu
baik di UMJ dan UAI sebagian besar sudah melayani mahasiswa secara
baik yaitu 23, 33% - 61, 66%, sementara yang beranggapan belum
sebanyak 16, 66% - 51, 66%, dan yang melakukan terkadang saja masih
lumayan besar yaitu 21, 66% - 25%. Dari ketiga tipe pelayanan
tersebut sebanarnya secara umum masih bisa dikatakan baik, tinggal
lagi peningkatan harus dilakukan secara terus menerus jangan bersifat
insidental dan musiman sifatnya.UMJ bertujuan meningkatkan manajmen
profesional ,Islami dan bertanggungjwab12
, UAI meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap pemakai jasa
pendidikan 13
Islam mengajarkan kepada umatnya agar bejerja disiplin dan
menempatkan pekerja memang orang yang mempunyai kemampuan baik dalam
bidangnya, bukan karena keluarga atau satu kolega. Jadi islam
mengedepankan propesionalisme dan memiliki kompensi yang tinggi dalam
merekrut tenaga kerja. Jika pola menajmen yang ditawarkan islam sudah
berjalan dengan baik di kampus-kampus islam tidak ada lagi mahasiswa
yang merasa dirugkan dalam pelayanan. Sebaliknya akan timbul layanana
pekerjaan yang serba menguntungkan, karena yang bekerja benar-benar
didasari oleh tuntutan tugas yang menjadi tanggungjawabya bukan
karena ada aturan. Suasana kerja Inilah yang perlu diciptakan oleh
kampus-kampus islam yaitu memberikan pelayanan islami.
Tabel 27
Respon
Responden Tentang Kebersihan
Kampus
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
31
|
53
|
51,
66%
|
88,
33%
|
V
|
2
|
|
14
|
5
|
23,
33%
|
8,
33%
|
V
|
3
|
|
12
|
1
|
20%
|
1,
66%
|
V
|
4
|
|
3
|
1
|
5%
|
1,
66%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Kebersihan
dalam islam merupakan bagian dari keimanan seorang muslim, dengan
kata lain seorang muslim yang patuh dengan ajaran agamanya sudah
pasti menjadikan kebersiahan bagian dari perjalanan hidupnya kapan
dan dimanapun mereka berada..Barang siapa yang memiliki tanah maka
hendaklah menanaminya tau memberinya kepada saudaranya,apabila enggan
maka hendaklah ia memelihara tanahnya14
Kampus sebagai bagain masyarakat yang berbudaya sudah sepentansnya
memelihara kebersihan lingkungan. Melihat tabel diatas menunjukkan
bahwa kebersihan di kedua kampus tersebut menujukkan angka yang
sangat baik yaitu 51, 66% - 88, 33%, sementara yang menyatakan buruk
sebesar 8, 33% - 23, 33%, lingkungan kampus dianggap kotor sebesar 1,
66% -20%, dan yang menilai tidak terurus cukup kecil yaitu Cuma 1,
66% - 5% saja. Kebersihan kampus merupakan persyaratan yang tidak
bisa ditawar lagi, bukan saja berpungsi sebagai menambah keindahan
lingkungan, tetapi dapat menambah motivasi belajar mahassiswa dan
senang melakukan berbagai aktifitas. Untuk menciptakan suasana
seperti ini bukan saja menjadi kewajiban pihak universitas dan
sivitas akademiknya, tetapi juga mahasiswa sangat berperan bersih dan
kotornya lingkunngan kampus. karena mahasiswa bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari aktivitas kampus. Persoalan yang mendasar biasanya
terletak pada kedisplinan menjaga lingkungan yang bersih, oleh karena
itu jika ada responden kampus kotor dan tidak terurus bukannya pihak
universitas tidak serius mengurus kebersihan, namun kesadaran menjaga
lingkungan itulah yang belum melekat pada setiap individu kampus.
Jika kampus sudah mampu membudayakan kebersihan lingknungan itu
pertanda bahwa kesadaran beragama sudah baik, .
Tabel 28
Respon
Responden Bertemu
Dosen
atau Teman
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
44
|
45
|
73,
33%
|
75%
|
V
|
2
|
|
3
|
1
|
5%
|
1,
66%
|
V
|
3
|
|
11
|
14
|
18,
33%
|
23,
33%
|
V
|
4
|
|
2
|
0
|
3,
33%
|
0
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Mengucapkan
salam bagi seorang muslim bukan saja mendapat pahala tetapi juga
membawa dampak positif yang besar, sebab salam merupakan doa bagi
yang memberi salam atau yang menjawabnya, oleh karena itu sangat
disunahkan untuk menebarnya sesama muslim baik terhadap yang kita
kenal atau tidak.Wahai manusia sebarkanlah salam15,
dalam hadis lain dikatakan baik kepada yang dikenal atau belum.
Kenyataan yang terlihat di kedua kampus baik UMJ atau UAI mengucapkan
salam termasuk sudah terbiasa diucapkan jika saling bertemu. Hal ini
terlihat dari tabel diatas yaitu sebesar 73, 33% - 75%, sementara
yang Cuma senyum sebesar 18, 33% - 23, 33%, yang mengucapkan selamat
pagi dan sore 1, 66% - 5%, dan yang cuek dan tidak bereaksi 3, 33%.
Kehidupan kampus yang tumbuh dengan nilai-nilai keislaman sangat
menguntungkan bagi masyarakat terutama dalam membina dan menumbuhkan
rasa persaudraan sesama muslim. Masa sekarang ini rasa ukhuwah di
kalangan umat islam sudah mulai memudar. karena terkotak oleh
perbedaan politik, oraganisasi, profesi, menebarkan salam menuju
salah satu jalan untuk mengembalikan rasa kerenggangan diantara
sesama umat islam. Begitu penting peranan mengucapkan salam, maka
menjawabnya salam menjadi wajib hukumnya. Disampng itu menebar senyum
bukanlah sesuatu yang tidak baik, ini juga merupakan dari bagian
perintah agama, bahkan senyum adalah sodakoh bagi seorang muslim.
Jadi jika ada dua amalan ini yakni salam dan senyum selalu menjadi
bagian dari pergaulan keseharian di lingkungan kampus, maka suasana
islami sudah terasa, dengan demikian keharmonisan dan kedamaian
selalu mengiringi aktifitas baik di UMJ atau di UAI sebagai model
kampus islamai yang sarat dengan pendidikan integratif.
Tabel 29
Respon
Responden tentang Pergaulan
Mahasiswa
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
35
|
22
|
58,
33%
|
36,
66%
|
V
|
2
|
|
15
|
13
|
25%
|
21,
66%
|
V
|
3
|
|
6
|
16
|
10%
|
26,
66%
|
V
|
4
|
|
4
|
9
|
6,
66%
|
15%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Apabila
diperhatikan tingkat dan model pergaulan di kedua Universitas
tersebut seimbang dan tidak ada perbedaan yang terlalu menyolok,
seperti pada tingkat baik 36, 66% - 58, 33%, sementara yang
menghatirkan sebesar 21, 66% - 25%, dan yang bebas sebanyak 10% - 26,
66%, malah yang tidak mengethui sebesar 6, 66% - 15%. Penemona
tersebut mengindikasikan masih terjadi pergaulan yang sebenarnya tdak
pantas dilakukan dan terjadi di tengah dan komoditas kampus islami.
Baik UMJ atau UAI menerapkan sistem etika – moral sebagai modal
dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia , lingkungan yang
Islami16.
Tidaklah berkhalwah ( bersepian ) seorang laki dan wanita kecuali
syaitan yang ketiganya yang akan masuk diantara keduanya17
Hal ini akan membawa dampak yang tidak baik terhadap perkembangan
universitas di mata masyarakat. Sebab jika cara pergaulan mahasiwa/ i
sudah melampaui batas sesuai yang diatur dalam islam, kita khawatir
ada oknum dari luar yang memanfaatkan memontum ini masuk dan
bertujuan merusak pergaulan mahasiswa/i di kedua kampus tersebut.
Karena kelompok yang tidak simpati dengan islam selalu ada dan
mencari kelemahan islam terutama dari para pemudanya, termasuk
pakaian yang modis sarat dengan misi orang lain guna merusak akhlak
dan pergaulan generasi muda islam, dan kampus islam merupakan salah
satu sasaran target yang utama. Jika diperhatikan yang peneliti
saksikan cara bergaul mereka cukup mengusap dada, sebab memang kurang
ada perhatian kusus dari pihak universiats untuk mengatur ruang gerak
mereka, minimal ada alat kontrol yang membuat mereka merasa risih dan
malu jika melebihi pergaulan yang melanggar norma ketimuran, terlebih
ajaran islam. Usaha ini memeng berat dan akan berdampak, karena akan
timbul pro-kontra, tetapi ini suatu keharusan guna menjaga keberadaan
kampus islami. Kita yakin usaha ini mendapat dukungan yang luas,
terutama dari orang tua para mahasiswa, karena dari awal mereka
mengharapkan jika anaknya bukan saja bagus kemampuan intelektualnya
tetapi jiwa spritualnya juga dapa dibanggakan.
Tabel 30
Respon
Responden Cara
Berpakaian Mahasiswa/i
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
27
|
11
|
45%
|
18,
33%
|
V
|
2
|
|
9
|
4
|
15%
|
6,
66%
|
V
|
3
|
|
23
|
44
|
38,
33%
|
73,
33%
|
V
|
4
|
|
1
|
1
|
1,
66%
|
1,
66%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Aurat dalam
ajaran islam merupakan bagian yang sangat pital, bahkan berdampak sah
dan tidaknya ibadah seorang muslim. Memang ada perbedaan aurot
seorang muslimah dengan seorang muslim jiak muslimah harus tertutup
seluruh tubuh dari kepala sampai kaki, kecuali muka dan dua tapak
tangan. sementara jika lelaki dari lutut sampai pusat (puser). Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan keseluruh
tubuhnya.18
Kampus islami seperti UMJ dan UIA harus menjadi contoh dalam
berpakaian terutama para mahasiswinya. Ternyata yang termasuk menutup
aurot cukup lumayan yaitu 18, 33% - 45%, sementara yang modis dan
mengitkuti trendy zaman cukup signifikan yaitu sebesar 38, 33%-73,
33%, namun yang seronok sangat kecil Cuma 1, 66%, sementara yang
terbuka sebanyak 6, 66% - 15%. Ternyata perbandingan kedua kampus
tersebut tidak berbeda jauh, yang menjadi sorotan adalah perlu adanya
kampanye dan pengertian dari pihak univeritas perlunya berpakaian
sesuai dengan ajaran islam. Memang modis belum tentu tidak menutup
aurot, sebab modis lebih berkonotasi pada perkembangan mode, banyak
memang pakaian yang menutup aurot tetapi sangat modis. Yang perlu
mendapat perhatian dan memprihatinkan kita mahasiswi yang berpakaian
tetapi nampak tidak berpakaian seerabab aurotnya terlihat dengan
jelas. Tidak mudah memang mengatur mereka, namun jika diberi
pengertian yang mendidik dan penuh kelembutan melalui pendekatan
personal, baik melalui pertemuan kelembagaan atau ceramah agama kita
yakin mereka akan merubah siakp dirinya dalam berpakaian. Sebab ada
juga yang tidak mengetahui manfaat berpakaian menutup aurot, atau
bisa juga tidak memahami secara benar sebatas mana aurot seorang
muslimah.
Tabel 31
Respon
Responden Jajan
di Kantin Kampus
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
55
|
52
|
91,
66%
|
86,
66%
|
V
|
2
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
3
|
|
5
|
8
|
8,
33%
|
13,
33%
|
V
|
4
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Salah satu
kegiatan anak kampus yang menjadi ciri khas mereka adalah
bercengkrama di kantin kampus.Kantin bukan saja tempat makan dan
minum atau jajan mahasiswa, tetapi merupakan tempat yang strategis
untuk ngobrol seputar pengelaman, atau hoby sampai pengalaman pribadi
mereka sesama mahasiswa. Melihat tabel diatas tingkat kejujuran
mereka dalam jajan di kantin kampus sangatlah tinggi, baik mahasiswa
UMJ atau UAI dalam mempersiapkan insan yang profesional di bidangnya
percaya diri,bertanggungjawab yang berkarakter sipat shiddiq (jujur)19
.Mereka tidak berbohong atau curang dalam membayar, selalu sesuai
dengan harga yang dimakan. Hal ini terlihat pada jawaban yang meraka
tampilkan yaitu 86,66 % - 91,66 %, Sikap jujur sangatlah diperlukan
bagi seorang manusia dalam bergaul ditengah masayarakat, bahkan ada
kata hikmah yang berbunyi kejujuran adalah mata uang yang berlaku
dimana-mana. Artinya jujur membuat seorang bisa diterima oleh lapisan
masyarakat manapun baik dari golongan tingkat atas sampai tingkat
bawah. Dalam islam jujur merupakan ahlak mulia yang merupakan ukuran
taqwa tidaknya seseorang. Mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan
sudah seharusnya memelihara sipat ini agar tidak lepas dari diri
mereka, melekat seperti menyatunya kulit dengan daging. Sebagai
lembaga pendidikan tinggi islam UMJ atau UAI seharusnya menjadi
pelopor membentuk para mahasiswanya menjadi manusia yang jujur baik
kata dan perbuatan. Jika ini dapat dipertahankan akan mendatangkan
beberuntungan bagi kedua kampus tersebut.
Tabel 32
Respon
Responden Porsi
Mata Kuliah Agama
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
26
|
38
|
43,
33%
|
63,
33%
|
V
|
2
|
|
20
|
8
|
33,
33%
|
13,
33%
|
V
|
3
|
|
8
|
9
|
13,
33%
|
15%
|
V
|
4
|
|
6
|
5
|
10%
|
8,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Mencermati
sipat jujur atau sipat terpuji lainnya yang telah diperlihatkan oleh
kedua kampus baik UMJ atau UAI adalah bagian dari dampak positif dan
pembinaan keagamaan yang diberikan kedua kampus tersebut kepada para
mahasiwa baik melalui perkuliahan formal di dalam klas atau melalui
aktifitas dan kegiatan keagamaan. Langkah ini upaya membangun UAI dan
UMJ sebagai pusat pendidikan Islamisasi pengetahuan, Yusuf
Qardawi,Fazlurahman,Umer Chafra, Malik B Badri adalah tokoh-tokoh
penggerak islamisasi pengetahuan yang menegmukakan berbagai ide-ide
alternafif yang bersumber dari ajaran Islam20
Melihat tabel diatas jawaban mereka tentang porsi pendidikan
agama yang mereka terima selama seminggu sudah sangat mencukupi yaitu
sebanyak 43,33 % - 63,33 %. Yang menjadi kegembiraan adalah meraka
sudah mampu mengimplementasikan nilai-nilai agama pada peraulan
sehari- hari terutama dalam lingkungan kampus. Pendidikan agama bagi
UMJ dan UAI merupakan salah satu keunggulan dan mempunyai nilai
tersendiri di masyarakat, terutama dari para wali murid
mahasiswa.Sebab yang menjadi pertimbnagan utama para orang tua adalah
agar anaknya menjadi seorang ilmuan yang bukan saja bagus saitisnya
tetapi juga pengamalan agamanya tidak kalah, terutama ahlak dan
ibadah mahdohnya. Jadi misi dan visi kedua kampus yang berangkat dari
ormas islam tersebut mengusung pendidikan integratif semakin menjadi
kenyataan. Banyak alumninya yang berkiprah di masyarakat baik swasta
atau pemerintah pertimbangan utama mereka adalah karena pembinaan
mental dan nilai keislamannya sudah baik, tidak diragukan lagi.
Apalagi pada sekarang ini perusahaan atau instansi membutuhkan
pekerja yang kuat spritualnya.
Tabel 33
Respon
Responden Adakah Nilai
Keislaman dalam Kuliah
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
49
|
39
|
81,
66%
|
65%
|
V
|
2
|
|
11
|
15
|
18,
33%
|
25%
|
V
|
3
|
|
0
|
4
|
0
|
6,
66%
|
V
|
4
|
|
0
|
2
|
0
|
3,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Pendidikan
integratif yang menjadi penelitian penulis adalah untuk mengetahui
secara akurat di lapangan apakah konsep pendidikan integratif sudah
terlaksana penerapannya baik di UMJ atau di UAI sebagai Pendidikan
tinggi islam swasta . Ternyata penerapannya sudah terlaksana secara
baik yaiitu 65% - 81, 66%, disamping itu yang menurut mahasiswa masih
samar sangat kecil yaitu 6, 66%, yang berpendapat masih sedikit tidak
besar jumlahnya berkisar 18, 33% - 25%, yang mengatakan tidak ada
nilai keislamannya sangat kecil sekali yaitu sebesar 3, 33%.
Sebenarnya tidak ada dikotomi antara pengetahuan agama Islam dengan
umum.Oleh karena itu adanya lembaga yang mengintegrasikan ilmu agama
dan umum merupakan suatu kebutuhan dewasa ini21
Pendidikan tinggi islam mempunyai misi dan visi yang jelas yaitu
membentuk mahasiswa atau lulusannya kuat iman dan imtaqnya, bukan
saja bagus kemampuan intelektualnya, tetapi juga kuat nalar
spritualnya. Dengan kata lain ulama yang intelektua dan intelektual
yang ulama. Pada masa sekarang ini dimana dunia terus mengglobal
sehingga kemajuan teknologi tidak bisa terhindari, bahkan terkadang
lebih cepat dari pergerakan manusia itu sendiri. Jadi dampaknya
begitu besar, jika positif akan membawa manusia bahagia, namun yang
negatifnya akan menyusahkan manusia itu sendiri. Disinilah peranan
ilmu sangat berperan terutama yang berkaitan dengan iman dan akidah.
Banyak pejabat yang bergelar sarjana tetapi ilmunya digunakan untuk
menipu dan merugikan orang lain, tidak amanah, korupsi dan manipulasi
data. Ini terjadi sisebabkan mereka kurang menghayati nilai-nilai
agama. Yang ada cuma hawa nafsu dan kepentingan pribadi yang bersifat
material, jika dari awal sudah dibekali ilmu agama kemungkinan
tersebut dapat dihindari atau paling tidak bisa diminimalisasi.
Tabel
34
Respon
Responden Alasan
Kuliah di Kampus Islam
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
21
|
12
|
35%
|
20%
|
V
|
2
|
|
30
|
39
|
50%
|
65%
|
V
|
3
|
|
9
|
9
|
15%
|
15%
|
V
|
4
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Menilik
tabel diatas menggambarkan bahwa kuliah yang merupakan pendidikan
tingkat tinggi seorang seharusnya dilakukan dengan kemauan dan bakat
si anak, bukannya dipaksakan atau ada intervensi dari orang luar
termasuk keluarganya. Didiklah anak-anak kalian ilmu pengethuan tidak
seperti yang pernah diajarkan kepada kalian karena mereka diciptakan
untuk generasi zaman yang berlainan dengan generasi zaman kalian 22.
Tingkat belajar di universitas mempunyai persoalan yang sangat
berbeda dengan di sekoah menengah umum baik sistem belajar atau
kurikulum, lingkungan dan aturan akademik lainnya, jadi memerlukan
kemampuan yang mandiri dan bisa memecahkan persoalan yang diberikan
oleh dosen. Mengikuti hasrat orang tua berdasarkan tabel diatas masih
tinggi baik di UMJ atau UAI yaitu sebesar 30% - 39%, dan yang
bermotivasikan membela islam 12% - 21%, sementara yang bertujuan
mencari jabatan antara mahasiswa kedua kampus seimbang yakni 15%,
Secara umum dapat dikatakan bahwa mereka yang berkuliah di kedua
kampus itu sudah baik, jika ada yang mengikuti kehendak orang tua
pertimbangannya adalah agar si anak akhlaknya tetap terjaga dan tidak
terkontiminasi dengan lingkungan yang sudah mulai jauh dari nilai
keagamaan, namun mengenai bakat dan kebebasan memilih jurusan
diserhkan kepada si anak, dengan begitu secara akedemik tidak ada
kekangan. jika akhlak sudah baik maka perusahaan atau lembaga manapun
bisa menerima mereka bejerja sarjana muslim.
Tabel 35
Respon
Responden Kepuasan
Kuliah di Kampus Islam
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
26
|
33
|
43,
33%
|
55%
|
V
|
2
|
|
26
|
21
|
43,
33%
|
35%
|
V
|
3
|
|
2
|
3
|
3,
33%
|
5%
|
V
|
4
|
|
6
|
3
|
10%
|
5%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Kepuasan
mahasiswa menimba ilmu dalam universitas merupakan pertanda bahwa
lembaga pendidikan tinggi tersebut sudah berhasil memberikan
pelayanannya kepada masyarakat. Secara umum proses belajar
pembelajaran baik yang menyangkut layanan akademis, kwalitas dan
Sumber daya manusia baik tenaga administrasi atau tenaga edukatif,
kurikulum, methode pembelajaran, akreditasi prodi baik, sarana pisik
dan penunjang mencukupi bahkan sampai dengan layanan sekunder
mahasiswa kesemua itu terpenuhi, sesuai dengan visi dan misi kedua
kampus tersebut berkarakter sipat amanah, profesional dalam layanan
jasa pendidikan23.
Data tabel diatas tersebut menunjukkan bahwa kepuasan itu sudah
nampak baik di UMJ atau UAI yaitu melebihi dari lima puluh prosen
yaitu 43, 33% – 53%, sementara yang merasa belum sejumlah 35% –
43,%, dan yang merasa tidak kecil sekali yaitu 3, 33% – 5%. Ini
menunjukkan bahwa pelayanan kedua universitas tersebut sudah memenuhi
harapan mahasiswa. Menurut pengamatan yang peneliti perhatiakn memang
lingkungannya sudah sangat mendukung terciptanya pelayanan yang prima
kepada mahasiaswa sebagai pemakai langsung jasa pendidikan tersebut.
Prestasi ini janganlah membuat terlena sebab saingan pendidikan
tinggi semakin ketat, apalagi akan datang persaingan global, dimana
orang luarpun boleh menyelenggrakan pendididkan di negeri ini. Jelas
langkah mereka merupakan tantangan baru bagi dunia kampus terutama
yang dikelola umat islam. Disamping itu kepuasan mahasiswa tersebut
dijadikan cambuk untuk menyempurnakan kekurangan.
Tabel 36
Respon
Responden Dosen
Memulai Kuliah
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
54
|
38
|
90%
|
63,
33%
|
V
|
2
|
|
2
|
5
|
3,
33%
|
8,
33%
|
V
|
3
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
4
|
|
4
|
17
|
6,
66%
|
28,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Dalam
ajaran islam dalam mengerjakan sesuatu yang baik harus dimulai dengan
menyebut nama Allah SWT. yang maha pengasih dan maha penyayang bagi
seluruh mahluknya, dengan demikian semua pekerjaan dan usaha kita
akan menuai keberkahan. Setiap amal yang ada kebaikannya tidak
dimulai dengan ucapan menyebut nama Allah, maka tidak ada
keberkahan24.
Banyak kita melupakan atau kerena belum terbiasa atau juga lalai
padahal amalan ini sangat penting dan merupakan pertanda bahwa itu
bagian dari hamba yang pandai bersyukur. Dari tabel diatas ternyata
ajaran ini sudah berjalan dengan baik dengan jumlah 38 – 54%,
sementara yang membaca doa berkisar 2 – 5%, tetapi yang diam saja
juga masih ada sekitar 4 – 17%. Gambaran temuan ini baik di UMJ
atau di UAI tidak terpaut perbedaan yang jauh, semua dosen sudah
membiasakan diri memulai kuliah dengan membaca asma Allah SWT. jika
ada yang belum melaksanakan mungkin itu cuma terlupa bukannya tidak
mengetahui hukumnya, atau bisa dosen tersebut membacanya dengan sir,
bukan tidak membaca. Kebiasaan ini bukan saja itu memang perintah
agama, tetapi juga ada unsur dawah yang besar pengaruhnya bagi
mahasiswa. Kampus islami harus menunjukkan diri dan selalu eksis
dengan aturan yang ada dalam islam, jangan sampai sikap kita akan
mengundang orang lain padahal itu tidak baik, terlebih dihadapan
mahasiswa yang mempunyai daya kritis tinggi terhadap penomena yang
ada di sekitarnya, disamping itu akan membawa citra yang tidak indah
di tengah masyarakat sebagai mitra universitas yang cukup penting.
Tabel 37
Respon
Responden Dosen
Menyudahi Kuliah
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
50
|
39
|
83,
33%
|
65%
|
V
|
2
|
|
1
|
0
|
1,
66%
|
0
|
V
|
3
|
|
9
|
17
|
15%
|
28,
33%
|
V
|
4
|
|
0
|
4
|
0
|
6,
66%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Salah satu
hal penting untuk mengetahui akhlak seorang muslim adalah dengan cara
melihat apa yang diucapkan ketika habis mengerjakan kebaikan. Jika
yang keluar pujian kepada Allah, maka itulah pertanda mereka seorang
muslim yang baik, karena itulah ajaran Islam. Maha suci Allah Tuhan
singgasana (arasy) yang agung. Segala puji bagi Allah Tuhan alam
semesta25
Dalam kedua kampus tersebut baik UMJ atau UAI masih kental dan kuat
nilai keislamannya yaitu sampai 39-50% angka ini cukup tinggi.
Sementara dosen yang diam dan langsung keluar ruangan berjumlah 4 –
17%. Sebagai kampus yang berlabel islam mestinya para dosen memberi
contoh kepada mahasiswa dengan membumikan ajaran islam dalam segala
aktipitasnya terutama di dunia pendidikan sebagai corong dalam
menyuarakan dakwah islam. Untuk merealisasikan itu semua diperlukan
kerja sama yang baik antara pihak yayasan, karyawan, dosen dan
mahasiswa sebagai sasaran utamanya. Harus ada yang mengkampanyekan
dan mensosialisasikannya secara baik, jangan sampai terjadi kampus
islami tetapi penghuninya tidak memahami aturan dan akhlak islam.
Dalam aspek akhlak mestinya selalu dikedepankan karena dari sinilah
akan terukur sampai dimana seorang muslim berinteraksi dengan
lingkungan dengan baik. Seorang ilmuan yang berakhlak tinggi tentunya
semakin dekat mereka dengan Allah SWT. sebab sadar bahwa ilmu yang
diperolehnya tidak seberapa dibandingkan dengan kekuasaan Allah SWT.
demikian pula terhadap sesama manusia tidak timbul rasa sombong dan
besar diri kerena marasa pintar sendiri.
Tabel 38
Respon
Responden Menyontek
Dalam Ujian
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
23
|
25
|
38,
33%
|
41,
66%
|
V
|
2
|
|
6
|
9
|
10%
|
15%
|
V
|
3
|
|
22
|
22
|
36,
66%
|
36.
66%
|
V
|
4
|
|
9
|
4
|
15%
|
6,
66%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Fenomena
yang hampir boleh dikatakan umum dalam dunia kampus adalah aktifitas
mahasiwa sering kali mengelabui pengawas dalam mengikuti ujian,
dengan bahasa mereka dikenal dengan ngepe. Melihat tabel diatas
kejujuran mahasiswa dalam mengikuti ujian tengah smester atau ujian
akhir smester pernah melakukan nyontek, prosentasenya cukup besar
yaitu 23 – 25%, untuk yang sifatnya insidental sebesar 22%, ada
yang menghawatirkan yaitu sering nyontek itu dilakukan mahasiswa 6 –
9%. disamping sikap mental yang baik, ternyata masih ada mahasiswa
yang mempunyai idelisme tinggi yakni mereka tidak pernah menyontek
dalam ujian. Salah satu tanda sipat tercela dalam seorang muslim
adalah hianat,karena ini bagian dari sipat tanda orang munafik Tanda
orang munafik tiga bila bicara dusta,bila janji berbohong, bila
diamanahkan hianat26
Kejadian ini mestinya harus ada upaya maksimal dari pihak universitas
agar kegiatan ini tidak lagi nampak di kampus islam, karena
biarbagaimanpun sikap ini akan menghantarkan mahasiswa bersikap tidak
jujur ketika mengatasi persoalan, atau diberi amanah. Harus ada
pembentukan karakter yang bersifat kesinambungan, dan ini bisa
dimulai dari kampus sebagai dunia ilmiah yang menjujung tinggi
nilai-nilai sportipitas akdemis. Menyontek merupakan sikap mental
yang terjadi secara spontanitas, tetapi diakui atau tidak sikap ini
terbawa dari produk pendidikan sebelumnya. Oleh karna itu dampak
negatifnya juga akan merambah dan biasanya berkepanjangan. Jadi
menyontek bukan saja akan mendatangkan sikap malas yang merugikan
bagi mahasiswa, namun mereka yang jujur dalam ujian bisa tergusur
prestasinya.
Tabel 39
Respon
Responden Mata
Kuliah Favorit
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
10
|
6
|
16,
66%
|
10%
|
V
|
2
|
|
20
|
32
|
33,
33%
|
53,
33%
|
V
|
3
|
|
12
|
5
|
20%
|
8,
33%
|
V
|
4
|
|
18
|
17
|
30%
|
28,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Setiap
mahasiswa memang bebas untuk memilih ilmu yang akan ditekuninya sebab
banyak berkaitan dengan bakat dan kebutuhan pribadi, atau bisa juga
kebutuhan pasar. Namun begitu kesenangan pada mata kuliah favorit
mampu menimbulkan persaingan positif sesama mahasiwa. Dari tabel
diatas ditemui mata kuliah sosial menjadi mata kuliah terfavorit
yaitu sebesar33,33 %- 53,33 %, disusul dengan mata kuliah gabungan
yaitu mencapai 28,33% -30% sementara mata kulia eksakta masih besar
yaitu 8,33 %-20 % , disusul mata kuliah agama sebanyak 10%. -16,66 %
Al Ghazali tidak memandang antara ilmu agama dengan ilmu umum
bertentangan , karenanya keduanya saling melengkapi27,
Jika dilihat perbandingan dari kedua Universitas tersebut cukup
berimbang, artinya keterwakilan mereka dalam memilih mata kuiliah
menggambarkan adanya pemerataan dalam mempelajari ilmu pengetahuan,
tidak didominasi dengan mata kuliah tertentu. Inilah yang menyebabkan
akan terjadinya wawasan yang luas dan daya analisa yang tinggi bagi
seorang mahasiwa.
Sementara itu yang menjadi
sasaran utama penelitian yaitu untuk mengtahui sejauah mana
pendidikan integratif bisa terselnggara cukup berhasil terbukti
penggabungan mata kuliah umum dan agama masih menjadi pilihan
favorite dikalangan mahasiswa. bisa disimpulkan bahwa mereka
menginginkan bukan saja kesuksesan intelektual yang diperoleh, tetapi
juga kekayaan spritualnya bisa terpenuhi, jadi ada nilai keseimbangan
nya. Jiwa mereka tidak kering walaupun berhadapan dengan kemajuan
teknologi yang serba mekanis, semua dikembalikan pada nilai-nilai
Islam.
Tabel 40
Respon
Responden Hiasan
Dinding di Ruang
Kuliah
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
8
|
5
|
13,
33%
|
8,
33%
|
V
|
2
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
V
|
3
|
|
2
|
1
|
3,
33%
|
1,
66%
|
V
|
4
|
|
50
|
54
|
83,
33%
|
90%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Respon
responden tentang interior pada ruangan kuliah masih minim sekali
terisi dengan kata atau foto yang dapat membangkitkan rasa dan
memotifasi mahasiwa dalam mencari ilmu pengetahuan. Ini terlihat
responnya mencapai 50 - 54%. Sementara dalam bentuk kaligrafi cuma 5-
8%, dan foto ilmuan islam sebesar 2%. Kondisi ini sebenarnya cukup
disayangkan Sebab untuk memperoleh ilmu tidak saja kemampuan
intelektual yang tinggi, tetapi juga kemampuan seni cukup membantu
bahkan pada waktu-waktu tertentu bisa menjadi pilihan utama guna
memompa semangat kerja menggeluti ilmu pengetahuan. Ibnu Sina
memandang bahwa pendidikan seni akan mampu menajamkan pikiran ,
perasaan, mencintai dan meningkatkan daya khayal ( imajinasi ) yang
kuat28
Otak manusia terbagi dua yaitu
otak kiri dan otak kanan salah satunya membuthkan kehalusan rasa hati
dan membentuk rasa sensifitas, disinilah seni dibutuhkan. Disamping
itu gambar merupakan media pendidikan yang berpengaruh besar bagi
peserta didik, dari sini bisa timbul inspirasi yang menimbulkan
berbagai kreatifitas bagi seseorang, bukan saja bisa mendatangkan
nilai material, tetapi juga menghasilkan yang tidak didapati di
bangku kuliah. Jadi pengaruh interior ruang kuliah sebagai hiasan
dinding menjadi bagian dari proses pembelajaran yang efektif,
terlebih dalam bentuk kaligrafi baik pesan Al-Quran atau Hadist atau
juga kata-kata hikmah cepat sekali membangkit kan rasa keislaman
seorang mahasiwa. Sekilas hal ini ringan, tetapi mempunyai dampak
begitu besar sekalipun pada tingkat pendidikan tinggi, terutama nilai
filosifisnya.
Tabel 41
Respon
Responden Materi
Kuliah yang Kontra dengan Islam
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
17
|
9
|
28,
33%
|
15%
|
V
|
2
|
|
30
|
34
|
50%
|
56,
66%
|
V
|
3
|
|
6
|
5
|
10%
|
8,
33%
|
V
|
4
|
|
7
|
12
|
11,
66%
|
20%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Menurut
data yang peneliti dapati di lapangan bahwa rasa keislaman para
mahasiswa masih cukup mengembirakan, rasa ghiroh
dan fanatisme dalam beragama tidaka perlu diragukan. Hal ini terlihat
pada sensitifisme jika terjadi penyimpangan atau kontra dengan ajaran
islam mereka langsung meluruskan sebesar 30 - 34%. Sementara yang
langsung menegur dan mengambil tindakan spontanitas juga masih
signifikan yaitu 9 – 17%, di samping itu terdapat juga mahasiswa
yang memperingatkan dosennya yaitu 5 – 6%, dan yang membiarkan
dalam jumlah menengah sampai 12%. Melihat fenomena ini sangat
variatif tanggapan mereka, tetapi secara umum predikat sebagai
mahasiwa islam masih memiliki rasa tanggungjawab beragama yang baik.
Ini dapat dicermati pada emosional mereka yang bisa dibanggakan.
Jika kampus
mereka sudah terbentengi dengan baik terhadap anasir materi kuliah
yang menyimpang dari ajaran islam maka diharapkan pembentukan mental
dan jiwa spritualnya bisa terus terbawa ketika mereka beradaptasi di
tengan masyarakat. Timbulnya sikap tidak terpuji dari para sarjana
muslim di tengah komonitas tertentu bisa jadi ketika masa kuliahnya
tidak mendapatkan pendidikan spritual yang optimal, atau bisa juga
memang lingkungan format perkuliahannya belum integrated.
Tabel 42
Respon
Responden Pendidikan
Generasi Muda Islam
ke Depan
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
2
|
4
|
3.
33%
|
6,
66%
|
V
|
2
|
|
19
|
18
|
31,
66%
|
30%
|
V
|
3
|
|
39
|
36
|
65%
|
60%
|
V
|
4
|
|
0
|
2
|
0
|
3,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Tantangan
umat manusia semakin kedepan semakin berat kerena perkembangan ilmu
pengetahuan terus maju seolah tanpa batas, konsekuensi adalah
kehidupan manusia bisa semakin baik, dalam bahasa agama semakin taqwa
atau bisa jadi semakin rusak dan jauh dari nilai-nilai agama. Oleh
karena itu pendidikan yang merupakan pusat pembentukan manusia
menjadi ukuran krusial keberadaannya. Dengan kata lain kurikulum
sebagai pilot proyek sebuah pendidikan tinggi harus memadukan
nilai-nilai keislaman dengan kemajuan teknolgi sesuai dengan
perkebangan zaman. Mantan rektor IAIN Harun Nasution berujar Sejarah
membuktikan, sarjana-sarjana muslim di masa lalu mampu mengusai
ilmu-ilmu agama sekaligus ilmu umum , bahkan mengusai ilmu filsafat
seperti Ibnu Sina,Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd29
Ternyata konsep ini mendapat suara mayoritas dari mahasiswa yaitu 36
– 39%. Namun begitu pendidikan agama juga masih mendapat dukungan
baik yaitu 18 – 19%, hal ini semakin menguatkan konsep penerapan
pendidikan integratif pada pendidikan tinggi islam sebagai persiapan
generasi islam yang lebih baik di masa depan.
Banyak terjadi pada masa
sekarang kemajuan teknologi menjadikan manusia terancam aqidahnya
bahkan ada upaya pendangkalan yang bersifat sistemik, coba perhatikan
sajian media massa baik cetak atau elektronik penuh dengan
pengelabuan yang jika tidak jeli membuat umat islam tertipu karena
dibungkus oleh dunia hiburan. Kejelian dalam memfilter itu semua
memerlukan ilmu yang terpadu antara ilmu agama dan umum. Semua ini
menjadi pekerjaan dan tugas umat islam dari semua kalangan, sebab
dalam membentuk pendidikan membutuhkan
semua kekuatan dan banyak
unsur didalamnya seperi ilmuandan persatuan umat islam.
Tabel 43
Respon
Responden Memasuki
Unsur Keislaman Ketika Kuliah
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
52
|
49
|
86,
66%
|
81,
66%
|
V
|
2
|
|
6
|
3
|
10%
|
5%
|
V
|
3
|
|
2
|
7
|
2,
33%
|
11,
66%
|
V
|
4
|
|
0
|
1
|
0
|
1,
66%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Mahasiwa
kedua kampus sepakat secara baik bahwa dalam perkuliahan dimasuki
unsur dan nilai-nilai keislaman, terutama mata kuliah bersifat
terapan dan eksakta, sebab selama ini ada anggapan ilmu tersebut
merupakan ilmu duniawi yang sifatnya tidak terkait dengan nilai-nilai
ibadah. Anggapan ini harus diluruskan sebab semua ilmu bersumber dari
Allah SWT. Naquib al- Atas dan Ismail Raji’ al Faruqi berpendapat
bahwa umat Islam akan maju dan dapat menyusul barat manakala mampu
mentransformasikan ilmu pengetahuan dalam memahami wahyu, atau
sebaliknya mampu memahami wahyu untuk mengembnagkan ilmu pengetahuan30
Dalam mencarinya tetap mendapat pahala, ada nilai ibadahnya, tidak
ada dikotomi ilmu. Pendapat ini mendapat respon 81, 66% – 86, 66%.
Ini menandakan pendidikan integratif dalam pendidikan tinggi islam
sudah berlangsung baik. Dengan cara inilah islam akan memiliki ilmuan
yang bukan saja pandai dalam teknologi (para saintis) tetapi juga
memiliki keimanan (ulama) dan aqidah yang kuat, semakin banyak
ilmunya semakin dekat dengan Allah SWT. karena sadar manusia lemah
dan tidak mempunyai kekuatan, tidak sekuler seperti yang terjadi di
dunia barat ilmu membuat mereka sombong dan berbangga diri, akal
dijadikan segalanya dalam memutuskan persoalan.
Sementara
yang kurang dan tidak setuju serta tidak tahu sangat kecil yaitu
berkisar 1, 66% – 11, 66% saja itu pun kerena kekurangan pahaman
saja atau ada alasan lain yang sebanarnya memerlukan pemikiran orang
lain. Dengan demikian pendidikan integratif merupakan cara dan media
yang ampuh untuk membangkitkan kembali pembentukan ilmuan yang ulama
dan ulama yang ilmuan. Cara yang ditempuh oleh UMJ dan UAI serta
pendidikan tinggi islam lainnya sudah tepat yaitu membuka fakultas
atau prodi umum. Karena islam harus kuat dari segala lini.
Tabel 44
Respon
Responden Penyebab Pendidikan
Islam tertinggal
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
10
|
15
|
16,
66%
|
25%
|
V
|
2
|
|
16
|
17
|
26,
66%
|
28,
33%
|
V
|
3
|
|
18
|
19
|
30%
|
31,
66%
|
V
|
4
|
|
16
|
9
|
26,
66%
|
15%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Menurut
responden berdasarkan tabel diatas bahwa penyebab utama tertinggal
nya umat islam pada pendidikan tinggi islam dengan yang lain terutama
dari kalangan non-muslim disebabkan masih minimnya Sumber Daya
Manusia (SDM) yang dimiliki yaitu 30%- 31, 66%, kalaupun ada banyak
yang berkiprah diluar negeri seperti yang ditemui pada Tabel 29.
Sementara itu untuk alasan lain seperti manajemen 26, 66% - 28, 33%
dan kurikulum 16, 66% - 25% , Al Syaibani memberikan empat kerangka
dasar kurikulum Islam, terdapat aspek dasar agama, dasar falsafah,
dasar psikologis,dan dasar sosial, keempat dasar tersebut berpadu (
berintegrasi) dan saling melengkapi satu sama lainnya31.
Persoalannya adalah bagaimana para tokoh pendidikan islam mampu
meningkatkan sumber daya manusia sebagai tenaga akademik dimasa
mendatang yang berangkat dari empat dasar tersebut. keseimbangan
spritual -intelektual , jika tidak, banyak generasi muda Islam yang
lari dari kampus-kampus Islam karena dianggap ketinggalan dengan
zaman..
Disamping
itu juga pendidikan tinggi islam harus memperhatikan fasilitas dan
segala sarana pembelajaran yang baik terhadap mahasiswanya. Kasus ini
cukup besar yaitu 15% – 26, 66% menimpa mahasiswa. Mana mungkin
prestasi belajar dapat berhasil dengan baik jika tidak didukung oleh
fasilitas yang memadai, terutama perpustakaan sebagai pusat kajian
literatur disamping laboratorium sebagai alat experimen mendapatkan
temuan dan aplikasi keilmuan mahasiwa yang diperoleh di bangku
perkuliahan. Semua penyebab tersebut diatas perlu segeranya direspon
dengan baik menuju kearah yang lebih baik.
Tabel 45
Respon
Responden Kemunduran
Ilmu
dala Islam
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
19
|
12
|
31,
66%
|
20%
|
V
|
2
|
|
24
|
28
|
40%
|
46,
66%
|
V
|
3
|
|
12
|
10
|
20%
|
16,
66%
|
V
|
4
|
|
5
|
10
|
8,
33%
|
16,
66%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Sejarah
mengakui dan menjadi bahan rujukan yang tidak terbantahkan jika umat
islam pernah mengusai ilmu pengetahuan yang mendunia banyak tokoh
yang diabadikan namanya baik dari ilmu kedokteran, filsafat, ekonomi,
keagamaan, fisika, matematika, biologi dan ilmu terapan lainnya.
Tetapi prestasi itu tidak dapat dipertahankan oleh generasi
berikutnya, bahkan banyak karya umat islam yang di klaim oleh
non-muslim sebagai temuan mereka. Salah satu penyebabnya responden
adalah umat islam lari dari konsep Islam yaitu sebesar 20% – 31,
66%. Alasan yang lebih ironis adalah terbuai oleh konsep barat yaitu
sebesar 40% – 46%. Padahal orang barat sendiri banyak temuan ilmiah
atau metode penelitiannya yang mengacu dari tokoh ilmuan islam. Hal
ini terjadi kerena kurangnya rasa kesatuan dan perhatian terhadap
ilmuan islam masih minim yaitu sebesar 8, 33% – 16, 66%. Perginya
para ilmuan islam keluar negeri mencari popularitas atau materi
diantaranya disebabkan faktor tersebut diatas.32
Peradaban Islam tegak diatas dialog yang konstruktif dan prinsip
memberi dan mengambil,33
sehingga menghasilkan peradaban gemilang dan cemerlang dalam segala
bidang ilmu pengetahuan 34
Untuk
mengatasi persoalan tersbut jangan sampai berlarut, dunia pendidikan
tinggi adalah sebuah instrumen yang sangat tepat untuk
mengkampanyekan dan menjelaskan kepada genarsi muda islam khususnya
bahwa islam mempunyai potensi besar untuk mengembangakan sains dan
itu pernah ditunjukkan oleh ilmuan islam masa lampau, bukannya orang
barat yang menjadi idola. Disamping itu juga perang pemikiran
(Gozwatul fikri) dengan dunia barat perlu diantisipasi secara cermat.
Tabel
46
Respon
Responden Enggan
Kuliah di Kampus Islam
No
|
Alternatif
Jawaban
|
Frekuensi
Mahasiswa
|
Persentase
Jawaban
|
Ket
|
||
UMJ
|
UAI
|
UMJ
|
UAI
|
|||
1
|
|
28
|
31
|
46.
66%
|
51,
66%
|
V
|
2
|
|
19
|
12
|
31,
66%
|
20%
|
V
|
3
|
|
4
|
9
|
6,
66%
|
15%
|
V
|
4
|
|
9
|
8
|
15%
|
13,
33%
|
V
|
Total
|
60
|
60
|
100%
|
100%
|
V
|
Sumber: Diolah dari data
lapangan
Dari
gambaran data tersebut diatas dapat dipahami bahwa keengganan mereka
sebagai generasi muda islam harapan bangsa dan perkembangan islam
kedepan kuliah di pendidikan tinggi berlabel islam kurang populer
yaitu 46, 66 – 51, 66%, sementara alasan mencari kerja dan SDM
masih minim dan tidak menjadi pertimbangan yang signifikan yaitu cuma
6, 66% -15% saja. Sementara yang beranggapan tidak bonafid lumayan
banyak yaitu 20% - 31, 66% Jika demikian tuntutan mereka maka umat
islam terutama dari ormas islam terutama muhammadiyah untuk berupaya
agar pendidikan tinggi islam bisa mempunyai nama yang sejajar dengan
perguruan tinggi favorit baik negeri atau swasta. Harus ada
keberanian untuk meninjau kembali, dan diperkaya agar sesuai dengan
tuntutan pendidikan muthakhir35,
Seperti dengan banyak mengikuti event-event nasional apalagi
internasional dalam bidang ilmu pengetahuan, penelitian, Study
banding , pertukaran mahasiswa, seminar dan sebagainya. hal ini
sesuai dengan visi dan misi UMJ dan UAI yang dinamis dan proaktif.
Islam kaya dengan konsep pendidikan. Banyak negara telah mengambil
alih tujuan pendidikan yang terdapapat dalam pendidikan Islam36,
kita lebih banyak terlena dan merasa cepat puas.
Sebab
secara kualitas mahasiswa dari Pendidikan Tinggi islam tidak kalah
keintelektualnya, banyak sudah karya yang mereka tunjukkan, cuma
kurangnya sosialisasi dan penghargaan terutama dari kalangan intern
kampus berbagai prestasi hilang dan akhirnya tidak terekspos
masmedia, ini yang menyebabkan kurangnya populer, padahal ini
merupakan media yang cukup akurat untuk mensosialisasikan pendidikan
tinggi islam dikalangan masyarakat terutama generasi muda islamnya
yang pemikiran masih lebih dodominasi dari hal-hal yang berlabel
dibandingkan isinya. Tetapi masalah ini menjadi bahan pemikiran
berharga dan serius bagi pengelola Pendidikan tinggi Islam.
- Interpretasi Data
Setelah
penulis selesai melakukan analisa data berdasarkan temuan di lapangan
yang didukung oleh berbagai buku refrensi, baik di UMJ atau di UAI.
Maka untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, penulis melakukan
akan melakukan penafsiran (interpretasi) dengan cara mengumpulkan
pada persoalan yang mempunyai substansi kasus yang sama atau
mendekati sesuai dengan instrumen yang penulis buat. Semua jawaban
yang penulis terima yang diajukan melalui angket menghasilakn respon
positif artinya tidak ada jawaban yang cacad atau rusak, Bila
diperhatikan substansi jawaban yang dilakukan kedua kampus tersebut
baik UMJ atau UAI tidak ada perbedaan yang jauh pada setiap
persoalan, kalaupun ada perbedaan itu sangat kecil prosentasenya.
Sehingga dapat dikatakan persoalan dan penomena kehidupan kampus
keduanya tidak ada perbedaan yang signifikan. lebih jauh penulis akan
melakukan penafsiran (interpretasi) sebagai berikut.
- Agama
Kemarakan
kampus dengan berbagai kegiatan keagamaan kedua kampus tersebut cukup
menggembirakan dan ini suatu pertanda bahwa civita akademika,
terutama dari pihak mahasiswa peduli dan mempunyai semangat tinggi
dalam menumbuhkan nilai-nilai ajaran islam di tengah dunia pendidikan
tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan persoalan yang diajukan
kepada mereka seperti kegiatan keagamaan di kampus, intensitas sholat
jamaah, reaksi mahasiswa ketika mendengar panggilan sholat (azan),
respon mahasiswa bila ada kegiatan agama di kampus. lihat butir soal
(1, 2, 4, 6). tidak didapati respon negatif, secara umum bisa
dikatakan baik. Kegiatan sholat jamaah, merespon panggilan azan,
mendukung kemarakan kegiatan keagaman, semua merupakan cara dalam
peningkatan dan menumbuhkan rasa cinta terhadap islam kepada
mahasiwa. Penanaman agama kepada mahasiswa harus komprehensif dan
tidak tekstual, tetapi harus dijalani dengan aplikasi nyata 37
Sikap seperti ini akan membentuk karakter muslim yang kuat
spritualnya, bertanggungajwab, memiliki rasa sosial tinggi, peka
lingkungan, dan ada ghiroh keagamaan yang kuat. Dalam sisi lain semua
kegiatan tersebut mempunyai silaturahmi yang kuat dalam rangka
membangun kesatuan dan solidaritas umat, walaupun mereka berangkat
dari keluarga dan status sosial yang berbeda. Jika ini sudah
terbentuk sejak masa kuliah, maka ketika terjun di masyarakat sudah
terbiasa. Salah satu kegagalan umat islam dalam membangun pendidikan,
ekonomi, politik atau hukum, khususnya dalam mencerdaskan umat tidak
adanya kesatuan, visi dan misi yang sama. Kepentingan agama
dikalahkan dengan fanatisme golongan atau lainnya.
- Pendidikan
Salah satu
keberhasilan proses bekajar seorang mahasiwa adalah terlihat pada
intensitas kwaltas diskusinya, baik yang dilakukan di klas secara
struktural atau pada kegiatan extra kurikuler lainnya. Banyak
mahasiwa yang lebih senang bermain game, facebook, twitter dan
lainnya, waktu mereka terbuang percuma. Jarang diantaranya yang
memanfaatkan waktu luang untuk melakukan hal-hal yang produktrif
dalam menggali potensi yang ada dalam pribadi mereka. Ketika penulis
menanyakan apakah universitas menyediakan tempat berdiskusi,
bagaimana mereka mengisi waktu ketika tidak ada kuliah lihat nomer (3
dan 5). ternyata tanggapan dan respon mereka sangat baik, mahasiswa
dari UMJ atau UAI mengisi waktu luangnya dengan melakukan diskusi,
terutama yang berkaitan dengan masalah agama, pada tempat yang telah
disediakan oleh pihak kedua universitas tersebut, bahkan mereka
berinisiatif mencari tempat guna kepentingan diskusi. Kesadaran
seperti ini menandakan keberhasilan metode perkuliahan yang mereka
terima dari pihak universitas.Semua ini dalam upaya menciptkan SDM
yang kuat iptek dan imtaq yang dilandasi keislaman kuat38
.Hal ini dapat terkihat dari intensitas dan kemarakan berdiskusi yang
menyangkut berbagai disiplin ilmu terutama ilmu agama khususnya dalam
mengsi waktu luang. Sudah pasti kegiatan ini akan menambah wawasan
mereka tentang pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunai kampus,
apalagi yang menjadi topik diskusi mereka perpaduan antara ilmu agama
dan umum, ini akan membentuk jiwa yang kuat baik kualitas spritual
atau ilmu saintisnya sebagai bekal sebelum mereka bermasyarakat
- Akhlak Sosial
Perbuatan
manusia yang didasari oleh akhlakul karimah adalah salah satu misi
penting dalam islam. Karena mansua yang mempunyai akhlakul karimah
bukan saja akan menguntungkan pribadinya, tetapi juga orang lain dan
lingkungan masyarakat. Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan
ahlak manusia39
Coba kita perhatikan komonitas masyarakat tertentu bahkan negara
tidak akan berhasil membangun umat dan bangsanya dengan baik jika
tidak dilandasi oleh akhlak yang prima. Perhatikan bangsa arab
sebelum islam datang, kehidupan mereka gelap, memprihatinkan, jauh
dari norma dan aturan yang mendatangkan ketentraman. Dewasa ini
negara kita ditimpa krisis akhlak yang sudah kronis, munculnya
perampasan uang rakyat lewat praktek korupsi yang sistemik, kolusi
yang Cuma menguntungkan golongan, nepotismen yang merusak sistem.
semua adalah dampak dari tidak suburnya akhlak sosial. Kehidupan
hampir tidak lagi rasa soaial dan kejujuran. Dalam konteks kehidupan
kampus ketika masalah ini penulis tanyakan bagaimana sikap mereka
ketika teman sakit, dan ketika jajan di kampus kantin lihat nomer (7,
15) ternyata jawaban mereka baik dari UMJ atau UAI cukup positif,
lebih dari mayoritas mempunyai rasa sosial dan kebetsamaan yang
sangat tinggi sesama mahasiswa contohnya ketika temannya sakit mereka
menjenguk, ada yang berdoa, dan ada juga yang mencari dana. Ini
menunjukkan bahwa akhlakul karimah mereka terlihat. Contoh lain
ketika jajan di kampus, mereka jujur dalam membayar sesuai dengan
yang dimakan, padahal kesempatan membohong terbuka. Semua merupakan
pertanda kedua universitas tersebut berhasil membentuk generasi yang
dibentuk menjadi pemimpin yang mempunyai akhlak sosial yang prima.
- Lingkungan
Baik dan
tidaknya seorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana mereka
berada, tidak terkucuali kampus. Hal ini berdampak juga bagi
kesuksesan atau kegagalan mahasiwa/i dalam menggeluti ilmu
pengetahuan. Karnanya banyak kampus yang berlokasi jauh dari
keramaian. Dalam konteks pendidikan yang dimaksud lingkungan juga
berarati mahasiswa sangat dipengaruhi oleh mata kuliah yang diterima
dalam perkuliahan. Jadi pembinaan mental sripitual akrab sekali
dengan lingkungan, baik dalam arti pisisk atau mental. Pertanyaan
yang diajukan penulis dalam kaitan ini bagaimana jika kampus mereka
dimamasuki oktum yang merusak agama, apakah lingkungan kampus sudah
islami, bagaimana pelayanan universitas kepada mahasiswa/i dan apakah
lingkungan kampus sudah bersih. lihat nomer (8, 9, 10, 11) Jawaban
yang mereka berikan sudah baik dan sangat mendudkung guna menciptakan
kampus yang sesuai dengan nilai islam, baik pisik atau mental. Hal
ini terlihat ketika kampus disusupi oknum yang bisa merusak agama,
mereka langsung mencegah dan tidak senang/, menurut mereka kampus
yang menuju penampilan islami perlu diperjuangkan terus oleh
mahasiswa. Demikian juga kebersihan disekitar kampus sudah baik dan
sejuk perlu dijaga baik, UMJ atau UAI ada perbedaan ketika mengenai
pelayanan terhadap mahasiswa administrasi yang islami, namun itu
lebih banyak menyangkut hal yang bersifat teknik saja. Segala yang
mereka hadapi dan harapkan dalam pembentukan manusia yang berjiwa
lengkap, nampak sudah terpenuhi walau belum penuh, tetapi mereka
meresponnya dengan positif.
- Etika
Seorang
manusia yang berinteraksi di tengah masyarakat yang paling menjadi
ukuran bukan karena kecakapakan pisik, ilmu yang mereka miliki dengan
sederat gelar, atau juga kekayaan yang melimpah, tatapi ukurannya
adalah etika yang melakat dalam diri sseorang. Banyak orang yang
merendahkan kemampuan orang lain, sombong dan merasa superior di
tengah kahiduapan masyarakat. mereka akan terisolir hidupnya. Etika
yang baik dimulai cara berpakaian, sikap ketika bertemu dengan teman,
dosen, dst. yang berkaitan erat dengan pergaulan lihat nomer (12, 13,
14) Semua jawaban yang diberikan mengarah pada pembentukan etika yang
baik pada pribadi setiap mahasiswa/i kedua kampus. seperti sebagai
mahasiswi muslimah mereka sudah menutup aurot dengan benar sesuai
aturan agama walau dengan gaya pakaian yang variatif (modist)
Disampign itu merka mengucapkan salam ketika bertemu atau berpapasan
dengan teman atau dosen, tebaran salam mempunyai makna yang sangat
dalam. Wahai manusia tebarkanlah salam 40selain
sebagai doa, juga akan mendatangkan tetentraman dan keharmonisan
dalam berkomnikasi, suasa menjadi damai, sejuk dan ada kebersamaan
sesama muslim. Islam sangat mengajarkan kepada umatnya baik yang
dikenal atau belum, salam terus ditebarkan. Disamping itu senyum juga
bagian dari etika bergaul ketika bertemu orang lain, bahkan juga
berpahala.
- Akhlak Belajar
Akhlak bagi
seorang muslim bukan saja diperlukan ketika berinteraksi dengan
manusia yang bersifat sosial saja, tetapi ketika belajarpun
diperlukan akhlak, mengapa begitu, sebab akan mempengaruhi keberkahan
ilmu yang diperolehnya. Sebagai contoh ketika akan melakukan hal yang
baik termasuk belajar islam memerintahkan umatnya supaya meyebut nama
Allah, atau baca bismillah, dan setelah selesai melakukan pujian
terhadap Allah, dengan membaca hamdallah41.
seorang yang belajar ilmu harus jujur. Dalam konteks jujur seorang
mahasiswa namanya bisa harum ditengah temannya, juga bisa jatuh
terjerembab. tergantung kejujuran, terutama dalam ujian. Itulah
jawaban mahasiswa ketika penulis mengajukan Pertanyaan apa yang
mereka dan dosen baca sebelum dan seudah kuliah, bagaimana sikapnya
menghadapi ujian lihat nomer (20, 21, 22) Dari jawaban yang diterima
sangatlah positif. Akhlak belajar seperti ini harus tersu
ditingkatkan dikalangan mahasiswa kedua kampus tersebut agar mereka
terbiasa hidup dengan nuansa islam yang kental. Banyak masih seorang
sarjana muslim yang mentalnya terutama kejujuran masih lemah sehingga
rentan dengan perbuatan yang melanggar ajaran agama. Ini suatu
indikasi bahwa pendidikan integratif belum berjalan secara penuh.
Oleh karena itu zaman dimana manusia sudah sangat dipengaruhi oleh
nilai mateial yang konsumtif dibutuhkan cara untuk mempilter jangan
sampai lepas tidak terkendali. Salah satunya pembentukan itu melalui
pendidikan tinggi, terutama yang berangkat dari kampus islam. Meraka
yang harus berdiri di gardu depan untuk mempelopori pendidikan yang
benuansa integratif.
- Emosional keagamaan
Besar dan
kecil, atau tinggi dan rendahnya kehidupan beragama seorang muslim
dapat dilihat seberapa jauh rasa emosional keagamaan yang melakat
dalam diriya, semakin besar rasa itu, maka semakin besar pula keadaan
keberagamaan seseorang. Jelasnya jika seorang muslim sudah baik
mematuhi ajaran islam, mereka akan membela memperjuangkan kapan,
dimana dan saat bagaimanapun juga. Ketika penulis mengajukan
pertanyaan apakah ada nilai keislaman dalam kuliah, setujukah mereka
jika unsur keislaman masuk materi mata kuliah, sikap ketika mata
kuliah kontra dengan islam, apakah alasan kuliah di universitas
islam, sampai dengan apa dinding ruang kuliah dihiasi. lihat tabel
(17, 18, 24, 25, 27) Jawaban mahasiswa dari kedua kampus sangat
responsif terhadap exintensi dan pemeliharaan ajaran islam ditengah
kampus islami. Sebagai lembaga pendidikan islam tingkat tinggi baik
UMJ atau UAI sudah memberikan cara dan wadah yang benar dalam
melestarikan dan mempertahankan bahkan memperlihatkan ajaran islam
kepada masyarakat khususnya dilingkungan kampus dengan cara
memasukkan unsur atau ajaran islam pada setiap mata kuliah agar
mahasiswa mengerti bahwa islam agama yang tidak bertentangan dengan
ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang menjadi ukuran
peradaban manusia dan masyarakat moderen sekarang ini. Tujuan
tersebut mendapat dukungan penuh dari pihak mahasiwa, bahkan karena
begitu besar emosional keagamaan yang menyatu dalam dirinya mereka
menegur dan meluruskan apabila terjadi jika dosen dalam memberikan
penjelasan bertentangan dengan nilai keislaman. Panatisme dan
emosinal beragama yang sudah tumbuh secara baik di kalangan mahasiswa
melalui jalur akademis, mestinya didukung oleh hal-hal yang sifatnya
seni, yaitu menghidupkan ruangan kuliah dengan pesan-pesan keagamaan,
baik melalui gambar atau tulisan. Ini mempunyai arti tersendiri bagi
seseorang karana pengaruh otak kirinya. karena jawaban yang penulis
terima mayoritas menjawab ruangan kuliah mereka sunyi dari
gambar-atau tulisan islami.
- Ilmu Pengetahuan
Kemajuan
suatu peradaban bangsa adalah terlihat pada tingkat kemampuan
seberapa jauh keluasan ilmu pengetahuan yang mereka milki, baik ilmu
umum atau ilmu agama. Sejarah mencatat bahwa islam pernah menjadi
pioner dan mampu mengembangkan peradaban dunia karena kewdua ilmu
tersebut maju pesat pada zamannya terutama pada masa Abasiah
memerintah. Salah satu tempat ideal dan dipercaya untuk mengembangkan
ilmu pengetahan adalah kampus. Disinilah tempatnya mahasiswa sebagai
calon ilmuan merintis bakat yang menjadi favoritenya menuju dan
menggapai berbagai profesi yang mareka minati. Jadi untuk membentuk
generasi yang lebih baik sekian tahun mendatang harus dipelopori
kampus sebagai lembaga ilmiyah dan murni mengembangkan ilmu
pengethauan. Tentu saja ilmu yang dimaksud bukan saja pandai dalam
ilmu terapan yang berangkat dari ilmu eksakta, tetapi juga ilmu yang
membangun rohani manusia, Dalam pandangan Islam tidak ada dikotomi
ilmu, semua ilmu bersumber dari Allah SWT.42
sesuai dengan tujuan islam. agar melalui ilmu tersebut dapat
menghantarkan manusia bahagia dunia- akhirat. Untuk itu mahasiswa
memerlukan pembinaan yang jelas dan terstruktur pada masa kuliah.
Pertanyaan yang penulis ajukan kepada mahasiswa seperti berapa Sks
pendidikan agama, mata kuliah apa yang menjadi favorit, ilmu apa yang
cocok dibekali untuk generasi islam kedepan, dan kenapa islam
tertinggal dari ilmu pengetahuan, lihat tabel (16, 23, 26, 29)
ternyata jawaban mereka sangat rapi dan mengena pada sasaran dan
tujuan pendidikan integratif. Misalnya untuk mempersiapkan generasi
islam yang kuat iman dan saintnya harus dibekali ilmu umum dan agama
yang seimbang, harus ada perpaduan, jika tidak akan mengalami
kegagalan seperti yang terjadi pada masa lampau, terpaku pada ilmu
agama saja, padahal islam mendidik umatnya agar menjauhkan sifat
pendikotomian ilmu, antara ilmu agama dan umum sama diperlukan dalam
membetuk muslim yang kaffah. Inilah yang dilakukan oleh kedua
universitas tersebut terhadap mahasiswanya.
- Citra Universitas Islam
Sebuah
pendidikan tinggi atau badan lain bisa maju dan berkembang atau
sebaliknya hancur berantakan karena citra atau nama baiknya di
masyarakat. Dengan kata lain seberapa jauh penilaian masyarakat
terhadap lembaga pendidikan tersebut. Untuk menciptakan citra
bukanlah perkara mudah secepat membalik telapak tangan, tetapi
memerlukan perjuangan yang komprehansif, seperti SDM yang profesional
di bidangnya, penerapan manajmen yang sesuai porsinya, kurikulum yang
berwawasan kedepan, disamping itu harus didukung oleh pengelola yang
mempunyai dedikasi tinggi serta kemauan yang kuat dalam membangun
pendidikan tinggi yang menjadi idola masyarakat islam di tengah
masyarakat metropolis yang pragmatis dan penuh persaingan yang ketat.
Salah satu penyebab generasi muda islam enggan kuliah di universitas
islam adalah kurang atau minimnya sumber daya manusia yang dimiliki,
kurang populer, disamping alasan manajmen dan kurikulum. Itulah
jawaban yang mereka sampaikan terhadap pertanyaan yang penulis
berikan kepada mereka lihat tabel (19, 28, 30) Respon dan tanggapan
mereka memang sangat variatif didukung oleh argumentasi yang
menantang pengelola kedua kampus tersebut segara berbenah diri.
Secara umum mereka menyatakan puas kuliah di universitas islam, namun
begitu tetap banyak catatan yang perlu mendapat pehatian bersama,
terutama kepada pimpinan universitas sebagai pengelola agar lebih
profesional. Jika penyebab dan faktor – faktor tersebut diatas
sudah teratasi, secara otomatis citra pendidikan tinggi islam akan
menjadi universitas unggulan, melekat, populer dan menjadi tempat
kuliah generasi muda islam yang membanggakan.
- Kesimpulan
Kesimpulan
terhadap penerapan konsep pendidikan integratif pada pendidikan
tinggi islam swasta di bawah ormas Islam
studi
komparatif Universitas Muhammadiyah Jakarta Cirendeu – Universitas
Al-Azhar Indonesia Kebayoran Baru.
Berdasarkan
pada hasil peneletian dan pembahasaan adalah sebagai berikut:
- Penerapan pendidikan integratif yang dilakukan terhadap mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta Cirendeu dan Universitas Al-Azhar Indoensia Kebayoran Baru sudah mendapatkan respon yang baik di masyarakat. Hal ini terindikasikan dengan meningkatnya minat masyarakat memberikan putra-putrinya kuliah di UMJ dan UAI. Karena cara yang ditempuh oleh kedua Universitas tersebut memenuhi harapan masyarakat yaitu menghasilkan lulusan sarjana muslim yang kuat iman dan imtaqnya, seimbang antara tingkat pengetahuan ilmu umum dan ilmu agama.
- Konsep pendidikan integratif yang dilakukan oleh UMJ dan UAI berangkat dari aturan formal pemerintah melalui Mendiknas di samping tuntutan pasar tetapi tetap mengedepankan perpaduan ilmu agama dan umum dengan proses pembelajaran yang kreatif, jujur, amanah, dan profesional dengan sasaran utamanya adalah generasi muda Islam.
- Konsep pendidikan integratif yang diselenggarakan di UMJ dan UAI berangkat dari Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Keputusan Mendiknas Republik Indonesia No. 232/U/2000 Pedoman Penggunaan Kurikulum Perguruan Tinggi, Keputusan Mendiknas No. 45/U/2000 Tentang Kurikulum Inti. Metode kuliah menggunakan metode informasi, diskusi, dan pemberian tugas yang membuat mahasiswa kreatif, inovatif dan diperkaya dengan menerapkan sistem etika yang bercirikan nilai-nilai universal Islam seperti model pendidikan yang dilakukan oleh para ilmuan Islam terdahulu seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd.
- Para lulusan kedua universitas tersebut mendapat sambutan positif dimasyarakat ketika berkiprah dan berkarya sesuai dengan kompetensinya, disebabkan kemampuan intelektual dan spritualnya sudah teruji dan dapat diandalkan.
- Peran serta persyarikatan Muhammadiyah melalui majlis pendidikan tingginya serta pemerintah kota DKI jakarta untuk terus membantu terselenggaranya pendidikan integratif yang dikelola UMJ dan UAI.
- Saran-saran
Berdasarkan
dari pembahasan dan kesimpulan dari penelitian disarankan kepada
pihak-pihak terkait sebegai berikut:
- Universitas Islam perlu menigkatkan kinerjanya dalam penerapan konsep pendidikan intgratif dengan kegiatan seminar, workshop, pelatihan dan mengembangkan kajian pendidikan integratif guna menghadapi perkembangan zaman modren dan era globalisasi.
- Masih minimnya penelitian dan wacana pendidikan integratif dewasa ini sehingga belum tersosialisasi dengan baik. Oleh karena itu sudah semestinnya Universitas Islam swasta atau negri bekerja sama dengan pemerintah berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan dan membantu terwujudnya model pendidikan integratif dalam mempersiapkan generasi yang lebih baik.
- Kepada peneliti lain diharapkan bisa meneliti kembali tentang pendidikan integratif yang bukan hanya berorientasi pada kampus swasta, agar terdapat perbandingan yang semakin kaya dalam upaya penyempurnaan hasil penelitian.
- Diperlukan pendekatan yang intensif kepada seluruh sivitas akademika universitas dalam rangka mencari dukungan, kritik konstruktif, saran dan masukan sebagai bahan evaluasi dan penyusunan program pendidikan.