Rabu, 28 Januari 2015

Penerapan Konsep Pendidikan Integratif Pada Pendidikan Tinggi Islam Swasta -- a Thesis by Abdul Basith

Penerapan Konsep Pendidikan Integratif

Pada Pendidikan Tinggi Islam Swasta

a Thesis by Abdul Basith

  1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang telah diciptakan dalam bentuk paling sempurna, sebuah kenyataan yang sepatutnya disyukuri dan dinikmati. Ayat Al-Quran menegaskan bahwa kesempurnaan manusia tersbut karena dilatarbelakangi oleh berbagai macam karakter yang tidak dimiliki makhluk lain. Sedikitnya ada empat karakter yang melekat erat daam diri manusia, yaitu fitrah, nafs, qalb, dan aql. Menurut Quraisy Shihab, sebagaimana disinyalir dari pendapat Muhammad ibn Asyur dikemukakan bahwa fitrah adalah bentuk dan system yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada diri setiap manusia yang berkaitan dengan aspek jasmani dan akal (ruh) nya. Manusia berjalan dengan kaki, melihat dengan mata, dan lain sebagainya menrupakan fitrah jasadiyahnya, senang menerima nikmat dan sedih jika ditimpa musibah juga sebagai fitrah ruhaniyah yang melekat erat pada diri manusia1.
Oleh karena itu manusia dijadikan Allah SWT. sebagai khalifah, yaitu sebagai subjek dan pelaku langsung dalam mengisi kehidupan dan sekaligus menggali semua potensi alam ini dengan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan mereka. Tugas ini sangat berat, karenanya makhluk lain menolak bahkan malaikat pun meragukan kemampuan manusia dalam mengemban tugas sebagai khalifah di atas dunia. Sebab dengan berbekal nafsu, mereka akan sukar mengontrol emosinya untuk berbuat curang dan tindakan kriminal. Statement malaikat tersebut langsung direspon oleh Allah dalam Al-Quran:

و واذ قال ربك للملا ئكة إ ني جا عل في الارض خليفه قا لوا أ تجعل فيها من يفسد
فيها و يسفك الد ما ء ونحن نسبح بحمد ك ونقد س لك قال إ ني أعلم ما لا تعلمون ( البقرة )

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, mereka berkata, mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji Engkau dan mensucikan Engkau Tuhan berfirman ‘Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang kalian tidak ketahui2’.

Islam sebagai agama samawi yang telah diciptakan langsung oleh Allah SWT. tentu saja mengetahui dengan pasti tentang kebutuhan hidup pemeluknya baik yang berkaitan dengan urusan dunia terlebih urusan akhirat. Guna mencapai dan memperoleh kehidupan keduanya dibutuhkan sarana dan prasarana hidup yang lengkap dan memadai bagi manusia dan itu bisa didapati jika ditopang oleh sumber daya manusia (SDM) yang bisa diandalakan kemampuannya. Karena kebutuhan keduanya dipersiapkan secara garis besar sehingga memerlukan pengkajian dan pemahaman yang mendalam (syariat) sementara itu yang berhubungan dengan kebutuhan hidup dunia harus mengikuti perkembangan Teknologi (science). Disinilah faktor ilmu Pengetahuan berperan penting dalam peradaban manusia, baik ilmu Syariat atau ilmu Umum (modern sciences). Korelasi kedua Ilmu tersebut seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, artinya tidak adanya perbedaan dan yang lebih penting, baik Al-Qur’an atau Hadist tidak memilih antara ilmu yang wajib dipelajari dan yang tidak.Seperti Allah SWT. sudah mengisyaratkannya dalam Al Qur’an, bahwa jika manusia ingin mengetahui kekayaan alam ini baik yang dibumi, laut, udara, tidak akan berhasil kecuali dengan ilmu pengetahuan. Jika kita memahami secara dalam dapat dipahami bahwa ilmu itu mempunyai netralitas, tidak melihat bangsa, ras, keturuuan bahkan status sosial. Oleh karna itu Islam menghukum wajib kepada para umatnya mendalami ilmu pengetahuan tanpa melihat dan membedakan apakah ilmu umum atau agama, keduanya dibutuhkan.
ي يا معشر الجن والانس ان استطعتم ان تنفذوا من اقطا ر السموات والارض فا نفذوا لا تنفذون الا با السلطا ن ( الرحمن )
Artinya: Hai golongan jin dan manusia, jika kamu mampu untuk mangarungi sempadan-sempadan langit dan bumi silahkan harungi, tetapi kamu tidak akan mampu mengarunginya, kecuali dengan kekuatan ( QS. 55:33)3.

Dalam Hadist Nabi Muhammad SAW. telah memotivasi umatnya bahkan menjadi kewajiban pribadi dalam mempelajari ilmu pengetahuan diantaranya adalah beliau bersabda:
ا طلبوا العلم ولو با ا لصين فا ن طلب العلم فريضه على كل مسلم ( رواه الديلمي عن ام سلمة )
Artinya : Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negri cina, sesungguhnya mencari ilmu pengetahuan adalah wajib bagi setiap muslim4.

Dalam satu kesempatan Syaidina Ali beliau memperingatkan kita bahwa untuk mencapai kesuksesan hidup yang prima (dunia-akhirat) diperlukan pribadi yang berkualitas dan sarat dengan ilmu pengetahuan (SDM).
من اراد الدنيا فعليه با العلم ومن اراد الاخرة فعليه با العلم ومن اراد هما فعليه با العلم ( قا ل علي كرم الله وجه )
Artinya: Barang siapa yang menghendaki kebahagiaan dunia maka haruslah dengan ilmu,barang siapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat maka haruslah dengan ilmu dan barang siapa menghendaki keduanya haruslah juga dengan ilmu5

Dengan begitu dalam Islam tidak ada pemisahan ilmu agama dan ilmu umum (dikotomi) jadi tidak ada perbedaan orang yang menuntut ilmu agama ditinggikan derajatnya dan mereka yang menuntut ilmu umum tidak diberi derajat oleh Allah SWT. Tentu saja yang dimaksud derajat disini ulama juga memberikan batasan, namun pada prinsipnya yang dimaksud derajat adalah nilai lebih yang tidak dirasakan dan dimiliki oleh mereka yang tidak memperoleh ilmu pengetahuan. Diakui atau tidak umat Islam sekarang mengalami kemunduran dan tertinggal dari dunia barat, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena dalam Pendidikan Islam sendiri masih menghadapi pola pikir dikotomik, yakni dikotomisme antara urusan duniawi-ukhrawi, akal-wahyu, iman-ilmu, Allah, manuisa-alam, dan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Seharusnya umat Islam lebih sensitif membaca penomena alam yang sangat cepat bergerak dan berubah meniggalkan manusia jika tidak dinamis. Coba kita lihat alam dengan sejuta dinamikanya tidak pernah berhenti. Dengan kata lain Allah SWT. tidak pernah berhenti bekerja dan berkarya dengan kesempurnaan ilmunya,sehingga tidak pernah mengalami distorsi dan ketinggalan sesuai perkembangan dan kebutuhan mahluk.Secara Institusi isyarat ini mestinya dicermati oleh umat Islam khususnya dalam dunia penidikan. Ali Asyraf menyebutkan pendidikan yang dikotomik tadi, menyebabkan umat Islam mengalami kemunduran multi kompleks mulai dari kemunduran ekonomi, politik, hukum, budaya, teknologi dengan disiplin keilmuannya.
Pendidikan dan seterusnya sebagai krisis yang dialami pendidikan Islam, disebabkan pemisahan keilmuan yang cukup lebar, seolah-olah ilmu pengetahuan dan teknologi dipandang tidak menyebabkan ketakwaan dan kesalehan seseorang6.
Jika diamati secara seksama pernyataan tersebut menimbulkan akibat umat Islam terjebak dalam pemaknaan yang tidak utuh terhadap struktur ilmu, sehingga timbul anggapan bahwa yang wajib dipelajari hanyalah ilmu agama, sementara ilmu umum dianggap sekuler dan tidak wajib dipelajari. Dalam sejarah Universitas Islam tertua Al Azhar, Al-Mushthanshiriyah di Bagdad, bahkan IAIN di Indonesia pun terkena pola pikir, dalam masyarakat juga secara individu kesan orang sudah terkavling oleh dikotomi ilmu, sehingga Pesantren dan Madrasah yang mewakili Pendidikan umat Islam secara kelembagaan mendapat sorotan sebelah mata karna dianggap lembaga pendidikan nomor dua (inferior) yang tidak menjanjikan masa depan dan kurang mampu membaca kebutuhhan dan tidak marketable. Masyarakat Islam banyak yang memilih Lembaga Pendidikan Umum karena menjanjikan, membanggakan, superior dan marketable. Kerugian ini bukan saja dari sisi regenerasi tetapi juga dari Pembinaan dan Penyebaran dakwah. Dikotomi ilmu menyebabkan ketertinggalan umat Islam amat jauh di bidang Sains, Ilmu terapan dan Teknologi (IPTEK). Ketertinggalan ini hampir melanda seluruh Negara yang mayoritas berpenduduk Islam. Sehingga dalam persaingan ekonomi, budaya, politik kita tidak mampu mengalahkan mereka bahkan selalu menjadi obyek sikap terjangnya. Eropa Utara, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru yang protestan, Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang katolik, Eropa Timur yang katolik ortodoks, Israel yang Yahudi, India yang Hindu, Singapura, Cina, Korea, Taiwan, Hongkong yang Bhuddis konfusialis, juga Jepang dan Thailand yang Bhuddis terus melaju meninggalkan kita, terutama Umat Islam Indonesia. Padahal Nabi pernah memberikan isyarat ketika terjadi dialog dengan petani kurma, Beliau bertanya kenapa korma ini bagus dan besar tidak seperti biasanya, petani tersebut menjawab bahwa aku kawinkan antara satu jenis dengan jenis lainnya (asimilasi). Mendengar jawaban ini bersabda:
انتم اعلم با امور دنيا كم ( راوه مسلم )
Artinya: Anda lebih tahu dengan urusan dunia anda sendiri

Kalimat singkat ini menggambarkan kepada umat Islam bahwa untuk membangun dan mengelola bumi ini membutuhkan Teknologi yang bersumber dari Ilmu Pengetahuan dan itu bagian dari kesalehan seorang muslim. Dengan demikian Pendidikan Integratif dalam dunia Pendidikan Islam yaitu menyatukan dan memadukan Ilmu Agama dan Ilmu Umum (Syariah-Sains) terus dibangun jangan dipisahkan, dikotomi ilmu dalam pendidikan Islam harus segera dihentikan, sehingga umat ini tidak terus menerus berkubang dalam keterpurukan yang tidak berujung.Jadi segala yang mengarah kepada integrasi ilmu dalam pendidikan Islam harus disambut baik dan terus dikembangkan dan berkelanjutan mulai dari pendidikan dasar sampai tingkat Pendidikan Tinggi. Hal ini sebenarnya bukan dikarenakan perkembangan peradaban,tetapi didorong oleh semangat Islam yang berangkat dari semangat Al Qur’an dan Hadist dan praktek para Tokoh dan ilmuan Islam terdahulu. Umat Islam perlu meninjau ulang format pendidikan Islam nondikotomik melalui upaya pengembangan struktur keilmuan yang Integratif. Salah satu bentuknya adalah berubahnya Institut Agama Islam Negri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negri (UIN) yang dimotori oleh Menteri Agama Dr. H. Tarmizi Taher pada awal tahun 1996. Pertimbangan dengan langkah cerdas dan cepat tsb.dengan alasan agar dalam Pendidikan Tinggi Islam bukan saja ilmu agama yang dipelajari tetapi juga ilmu umum. Seperti yang Penulis sampaikan diatas bahwa kemajuan teknologi tidak dapat dibendung karma terus mengalir, tetapi harus dihadapi dengan sumber daya manusia yang handal dan berpikir progresif. Inilah tugas para cendikiawan muslim dengan melakukan Ijtihad pemikiran melalui Pendidikan Tinggi Islam yang Integratif.
Jika ditarik benang merahnya maka nampak semakin jelas bahwa Pendidikan Integratif sejalan dengan apa yang diamanahkan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, karena keduanya bertujuan membangun peserta didik khususnya pada jenjang Pendidikan Tinggi yaitu membentuk Insan Akademika yang prima baik kemampuan Agama (Syariat) atau Teknologi (Kauniyat). Perpaduan Intelegensia Question (IQ) dan Spritual Question (SQ) tidak bisa dipisahkan, inilah tujuan akhir dari penyelenggaraan Pendidikan.
Bangsa kita yang dikenal religi. Jika generasi mendatang tidak dipersiapkan secara cermat terutama produk Pendidikan Tinggi maka sulit bagi bangsa ini bisa menyejajarkan dengan Negara lain, kuncinya adalah semakin dirapatkan antara kelompok ilmu profan yaitu ilmu-ilmu keduniaan yang kemudian melahirkan perkembangan Teknologi dan Sains di hadapkan dengan Ilmu–ilmu Agama pada sisi lain.
Jabatan khalifah yang dibebankan kepada manusia sangatlah tepat karena pada diri manusia terdapat potensi berpikir sebagai modal mengembangkan dan mengolah dunia. Tentu saja semuanya baru berhasil jika didukung oleh teknologi.
Ada satu hal yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yaitu kemampuan akal. Dari sinilah manusia mampu berkreasi, berkarya dan berinovasi sehingga memunculkan peradaban dan kebudayaan yang terus berkembang. Kata aql dalam literature Al-Quran tidak dikemukakan secara langsung, yang ada hanyalah bentuk kata kerja masa kini dan lampau. Namun dari konteks ayat-ayat yang menggunakan kata aql dipahami antara lain daya untuk memahami dan menggunakan sesuatu pekerjaan yang dapat merubah suasana yang direncanakan7. Terkadang seringkali akal juga digunakan pada hal yang negatif.
Jalaluddin Rahmat, dalam salah satu tulisannya mengemukakakn,bahwa terdapat dua komponen pokok yang membedakan hakikat manusia dengan hewan lainnya yaitu, potensi untuk mengembangkan iman dan potensi untu mengembangkan ilmu. Dari sini dapat disimpulkan, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, makhluk biologis dan psikologis (spiritual)8. Oleh karenanya dalam konteks kehidupan, manusia mempunyai tingkat kebutuhan dan peranan yang berbeda dari makhluk Allah yang lain senantiasa berubah dan berkembang sesuai dengan keadaan dan tingkat kebutuhan, kesemuanya itu diatur secara detail dalam nash (Al-Quran dan Hadits). Ataupun kebijakan yang dibuat manusia.
Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, tujuan pendidikan di Republik ini adalah dalam rangka membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani sebagaimana yang disebut dalam pasal 3 USPN.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi mansuia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berbudi luhur, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab9.
Bila dicermati secara seksama, banyak sekali tindakan kriminal atau asusila di negeri ini yang dilakukan justru oleh orang yang berpendidikan seperti korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), penyalahgunaan jabatan, pengembangan anggaran (mark up) baik pada lembaga Negara, DPR, pengadilan, kejaksaan, kepolisian bahkan sudah merambah kepada dunia pendidikan. Pemandangan ini sangat ironis, satu sisi tujuan pendidikan kita sangat bagus dan idealis, namun pada kenyataannya, atau aplikasi lulusannya jauh panggang dari api. Bila dibiarkan ini terus berlangsung, bisa jadi kita akan mengalami kemunduran dan tertinggal dengan Negara berkembang lainnya, bahkan akan jatuh terpuruk karena Negara ini diisi oleh birokrat dan pemimpin yang tidak mempunyai nurani yang bersih, pekerja yang salah, dan birokrat yang tidak amanah. Dalam hal ini tidak mungkin Pemerintah lewat Undang-undang Pendidikan Nasionalnya mampu mengatasi secara baik secara sendirian, sebab sangat terbatas kemampuan pemerintah, baik dari segi sumber daya manusia (SDM), konseptor pendidikan, finansial, atau metode pendidikan yang memang terus berkembang.
Penulis dapat melihat permasalahan ini, dengan melibatkan organisasi keagamaan yang sudah mapan terutama Muhammadiyah. Karena organisasi yang satu ini sudah banyak berbuat dan memebrikan kontribusi besar bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Persoalannya adalah sambutan dan sikap serta apresiasi pemerintah belum maksimal, sehingga kebijakan dan konsep yang ditawarkan tidak berjalan dengan mulus, bahkan terhambat penyelenggaraannya baik pada tingkat perekrutan (recruitment) atau konsep yang ditawarkan, belum lagi adanya persaingan tidak positif antar lembaga pendidikan swasta bahkan antar lembaga pendidikan Islam. Jelas semua itu akan menghambat terjadinya perekrutan tenaga pendidik yang mempunyai akar pengetahuan yang brilian dan dasar agama yang dapat diandalkan. Dalam bahasa akademis diistilahkan dengan ‘Ulama yang intelektual, dan Intelektual yang ulama’. Inilah yang Penulis maksudkan dengan pendidikan Integratif (Kaffah).
Sebenarnya gagasan menjadikan pendidikan Islam dapat menghasilkan lulusan yang komplit tersebut sudah digagas pada masa Menteri Agama pada masa Orde Baru, yaitu banyak lulusan Strata Satu atau Dua yang belajar ke luar negeri untuk memajukan daya analisa dan kritis terhadap perkembangan pembangunan di Indonesia, khussnya pada pelayanan birokrasi dan konsep penyelenggaraan Negara termasuk di dalamnya dunia pendidikan. Bahkan pada tingkat sekolah menengah adanya Madrasah Aliyah Plus, dimana para siswanya diberikan pendidikan umum lebih besar dari pendidikan agamanya, jadi hampir mirip dengan pendidikan Sekolah Menengah Umum. Kebijakan ini mendapat reaksi keras dari masyarakat sebab dianggap akan meghilangkan tujuan pendidikan Madrasah Aliyah, yaitu tetap pada pendalaman ilmu keagamaan tetapi tidak tertingal dalam pendidikan umum.
Pertanyaan kita adalah dapatkah para ormas Islam khususnya Muhammadiyah membangun kembali pendidikan Integratif yang pernah dibangun. Jika dapat seperti apa konsep yang ditawarkan dan bagaimana system pembelajarannya, serta dari mana model pendidikan tersebut dilaksanakan. Apakah mulai dari Taman kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi atau dari Sekolah Menengah dan berakhir pada Perguruan Tinggi, atau cukup pada waktu menjalani pendidikan tingkat Kesarjanaannya. Semua itu memerlukan pemikiran yang baik dan sangat komprehensif, sebab satu dan lainnya saling terkait, apalagi berhubungan dnegan pembentukan karakter (character building), nampaknya tidak bisa ada unsur yang dilompati apalagi hilang. Sebab mengakibatkan hasilnya tidak maksimal berupa tidak mendatangkan pengaruh terhadap perkembangan jiwa seseorang, sehingga terjadilah generasi yang tidak memiliki kompetensi yang baik bahkan akan menjadikan persoalan baru dalam membangun bangsa ini.
Islam sebagai ajaran yang sesuiai dengan fitrah manusia bukan saja mengatur ubudiyah tetapi juga mengatur kepada umatnya dalam hal yang berhubungan dengan mualamah. Bahkan dalam menempatkan seseorang dalam bekerja atau ditugasi dalam posisi jabatan diharuskan mereka yang memang ahli dan professional di bidangnya. Ini sangat modern, manajemen apapun setuju denagn konsep tersebut sebab tidak mengundang kepada kolusi dan perekrutan tenaga berdasarkan kolega (kerabat, teman, saudara dst). Tetapi sekali lagi mengedepankan kemampuan semata sebab nabi Muhammad SAW. dalam haditsnya bersabda:
إذا وسد الأمر في غير محله فانتظر الساعة. ( رواه البخا ري )
“Apabila suatu urusan di tempatkan pada seorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah masa kehancuran”10.


Degradasi moral bangsa kita terutama para birokratnya dewasa ini mengalami masalah besar, hampir melanda di setiap lini pemerintahan dan lembaga sosial maka timbul lah ketimpangan sosial pada sektor riil. Problema lain para pengelola Negara mempunyai tugas ganda yaitu satu sisi sebagai tokoh partai dan di sisi lain sebagai seorang birokrat. Sementara para pelakunya dominan mereka yang haus jabatan dan mencari keuntungan pribadi dan kelompok saja, maka manipulasi jabatan dan kebijakan selalu mengarah kepada keuntungan dan kelanggengan jabatan. Seolah Negara ini milik mereka akibat yang timbul, tidak sedikit masyarakat dari kalangan tertentu terus tertinggal baik pendidikan, atau status sosialnya mereka terpaksa tidak dapat menikmati kekayaan Negara seperti hasil bumi, mineral, laut, hutan, gas, dan seterusnya. Mengapa terjadi? Karena yang mengurus Negara ini baik eksekutif, yudikatif, dan legislatif masih jauh pengamalannya dari nilai-nilai keagamaan karena kering naluri kerohaniannya.
Secara sosial, Negara adalah kumpulan antara pemimpin dan rakyat yang mengajarkan mereka untuk bersikap toleran dan harus tolong menolong dalam setiap tindakan, karena hakikatnya mereka mempunyai fungsi yang saling menguatkan. Jadi untuk melihat bagus dan buruk suatu Negara dilihat dari kerjasama antara ulama dan umara. Jika keduanya baik maka Negara tersebut bisa kondusif dan system pemerintahan bisa berlangsung sehat. Adanya penyimpangan material dan kebijakan dikarenakan diantaranya sudah tidak ada lagi kepercayaan. Terutama dari umara ynag merasa lebih penting, pintar dan memegang kekuasaan. Dalam Islam pengaturan sebuah komunitas baik local atau Negara dibangun atas kerjasama yang baik antara ulama dan umara. Penguasaan di tangan satu orang tidak mungkin menghasilkan hasil yang maksimal dan membawa kesejahteraan umat. Dalam hadits nabi dikatakan:
صنفان من الناس إذا صلحا صلح كله و إذا فسدا فسد كله العلماء و الأمراء. ( رواه ابو نعيم وديلمي )
“Ada dua golongan dari manusia apabila keduanya baik maka baiklah manusia tersebut, dan apabila keduanya jahat maka rusaklah manusia tersebut, yaiut ulama dan umara”11

Walaupun syariat mendorong individu untuk berkarya secara menerus, namun Al-Quran dan hadits juga mengakui bahwa sebagai makhluk sosial mempunyai kekurangan, semua itu dapat disempurnakan melalui pendidikan. Dengan pendidikanlah manusia mampu meningkatkan imajinasi, inovasi,dan kreatifitas dalam mengelola bumi ini, termasuk membentuk tatanan masyarakat yang sesuai dengan hukum dan kehendak Allah SWT. jauh dari intrik negatif yang dapat merugikan dirinya, orang lain, bahkan bangsa dan negaranya.
Dari uraian penjelasan tersebut di atas, kiranya sangat tepat jika kesejahteraan masyarakat dengan berbagai macam aspek kehidupannya yang menjadi tujuan utama system masyarakat Islam salah satu syaratnya adalah dilayani oleh masyarakat yang mempunyai kemampuan lengkap, cerdas, pandai dan professional di bidangnya namun dikuatkan pada pribadi yang kuat dengan jiwa agama, keshalehan, dan amanah. Coba kita lihat ketika Rasulullah SAW. mampu membentuk masyarakat yang berubah total dari masyarakat kasar, bodoh, temperamental, garang, hukum rimba dan tidak bertauhid menjadi masyarakat yang lemah lembut, santun, kasih sayang, penyabar, taat hukum dan bertauhid. Demikian pula ketika para sahabaat melanjutkan kepemimpinan tersebut, kuncinya adalah adanya kecakapan mental dan spiritual yang tinggi dalam pribadinya. Kesemuanya itu didapat melalui pendidikan kaffah dan tempaan Rasulullah SAW. secara komprehensif, sehingga mereka mempunyai kepribadian yang menguntukngkan bagi masyarakat.

  1. Permasalah Penelitian
  1. Identifikasi Masalah
Penelitian berjudul Penerapan Konsep Pendidikan Integratif pada Pendidikan Tinggi Islam Swasta studi Komparatif Universitas Muhammadiyah Jakarta – Universitas Al-Azhar Indonesia diawali oleh keinginan Penulis untuk mengetahui jawaban konkret tentang misi dan visi kedua pendidikan tinggi Islam swasta tersebut dalam membangun masyarakat yang Islami, modern, dan amanah sesuai tujuan pendidikan nasional membentuk dan mengembangkan Manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab Atas dasar latar belakang dan begitu banyaknya permasalahan maka Penulis mengidentifikasikan masalah tersebut sbb:
  1. Sejauh mana upaya Muhammadiyah memberikan pelayanan Pendidikan Tinggi Integratif kepada mahasiswa
  2. Bagaimana cara Muhammadiyah mengembangkan dan menumbuhkan rasa cinta kehidupan Islami
  3. Metode apakah yang sering digunakan agar pelaksanaan Pendidikan Tinggi Integratif selalu mendapatkan respon positif
  4. Bagaimana caranya Muhammadiyah mengemas kurikulum agar dosen mahasiswadan karyawan ikut menciptakan lingkungan islami
  5. Apa yang menjadi kendala penerapan pendidikanTinggi Integratif di tingkat Pendidikan tinggi.

  1. Pembatasan Masalah
Karena banyaknya permasalahan yang terdapat pada Identifikasi masalah pada obyek Penelitian Penerapan Konsep Pendidikan Integratif Pendidikan Tinggi Islam swasta yang berada dibawah ormas Islam Muhammadiayah maka Penulis membatasi pada dua universitas yaitu, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI).
Penulis hendak memfokuskan pembahasan pada Sejauhmana Kontribusi Pendidikan Tinggi Islam tersebut membentuk mahasiswanya menjadi manusia yang menguasai ilmu Agama dan Umum secara menyeluruh (Kaffah-Integratif) pengkajian diarahkan pada Pendidikan Tinggi Islam sebagai lembaga Pendidikan yang mempunyai tugas untuk membentuk manusia sesuai dengan tujuan hidup menurut Petunjuk Al Qur’an dan Hadits yaitu menuju hidup bahagia dunia dan akhira. Sebagai khalifah manusia memerlukan pembekalan ilmu yang kuat baik ilmu dunia (Teknologi) atau ilmu Agama (syariat) di samping faktor-faktor lain sebagai pendukung mencapai tujuan, Penulis ingin melihat factor penghambat dalam mengupayakan terbentuknya masyarakat Islami.


  1. Perumusan Masalah
Sesuai dengan Pembatasan masalah yang telah disebutkan diatas, maka Permasahan tersebut dapat penulis rumuskan sbb:
  1. Bagaimana caranya menyelenggarakan pendidikan tinggi islam integratif yang bisa diterima di masyarakat.
  2. Seperti apakah konsep dan model pendidikan tinggi islam integratif tersebut, siapa sasaran utamanya
  3. Bagaimana metode pengajaran dan kurikulum yang diterapkan.
  4. Sejauh manakah mengetahui dampak positif pendidikan tinggi islam integratif tersebutbagi mahasiswa dan masyarakat.

  1. Tujuan Penelitian
  1. Menjelaskan dan mengetahui bagaimana visi dan misi Pendidikan Tinggi Islam yang dibawah Ormas Muhammadiyah.
  2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mendukung dan hambatan agar model pendidikan Tinggi integratif terselenggara dengan baik.
  3. Menjelaskan peran Pendidikan Tinggi Islam dalam merealisasikan Pendidikan Tinggi integratif.
  4. Tantangan positif bagi penulis dan sekaligus menyumbangkan pemikiran dalam membangun bangsa.


  1. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi Pendidikan Tinggi Islam dalam upaya pengembangan Pendidikan di masyarakat sebagai berikut :
  1. Sumbangan pemikiran kepada dunia Pependidikan Tinggi Islam dalam meningkatkan kwalitas lulusan yang kuat Iptek dan Imtaqnya.
  2. Sumbangan wacana berpikir bagi Pakar Pendidikan, Dosen, Konsultan Pendidikan, Yayasan khususnya dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan pembentukan Pendidikan Tinggi Integratif (Kaffah).
  3. Bahan bacaan bagi Insan Akademis terutama bagi Dunia Pendidikan Tinggi Islam.
  4. Sebagai bahan kajian khusus bagi umat Islam dibawah ormas Islam terutama Muhammadiyah.


  1. Tinjauan Pustaka
  1. H. Zainal Abidin Ahmad, Memperkembang dan Mempertahankan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Bulan Bintang.
Setiap orang pasti menginginkan dan berharap hidupnya lebih baik di hari mendatang. Salah satu jalan untuk merealisasikan impian tersebut adalah melalui pendidikan tinggi. Secara formal pendidikan tinggi adalah merpakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma sarjana, magister, spesialisasi dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi12 oleh karena itu pada jalur inilah seorang mahasiswa akan terlihat jelas kemana arah bakat nya disalurkan serta akan tercetak jelas seperti apa pembentukan karakter kepribadiannya. Dengan kata lain pendidikan tinggi dimana mereka belajar sangat mempengaruhi bagaimana cara berpikir dan bertindaknya di masyarakat sebagai bangsa yang kuat keagamaannya (religius) Pemerintah kita tidak menginginkan para sarjana cuma matang dan memahami ilmu secara teoritis dan membangun jasmaniah saja. Tetapi harus ada keterpaduan antara pembangunan jasmani dan rohani yaitu kuat Iptek dan Imtaqnya. Jadi tujuan pendidikan nasioanl kita mempunyai arah dan target sangat strategis.13
Terlebih Pendidikan Tinggi Islam tampa adanya aturan tersebut mestinya sudah mempunyai komitmen membentuk masyarakat Islami yang mampu berkarya dan berkiprah di masyarakat dengan membangun komonitas yang mendatangkan kemamuran dan keadilan didasari oleh semangat Iman dan Imtaq sehingga terbentuklah kepuasan material dan spiritual di tengah masayarakat. Sebab banyak kita jumpai orang pandai di negeri ini yang keberadaannya bukan membawa manpaat tetapi mendatangkan beban berupa siakp dan tindakannya yang melawan dan melanggar hukum, adat, norma agama, dan aturan negara. Jadi tujuan yang urgen pada setiap Pendidikan Tinggi Islam mempunyai misi menghasilkan sarjana muslim yang kuat ilmu umum dan agama seperti yang dikemukakan Prof. Teungku Muhammad Hasbi dalam buku tersebut adalah sbb:
  1. Membentuk Pemuda-Ulama yang akan membentuk masyarakat di masa depan.
  2. Membentuk sarjana-sarjana yang cakap membanding masalah-masalah yang dikehendaki masyarakat semua dapat mengambil mana yang sesuai dengan pembangunan masa dan masyarakat masing-masing.14
  3. Membentuk Pemuda-pemuda yang berilmu luas,berdada lapang, berakhlaq tinggi dan bertaqwa kepada Allah SWT. yang dapat memenuhi hajat penduduk kota yang sudah dipengaruhi oleh aneka rupa kebudayan luar, dan dapat melayani kebutuhan-kebutuhan penduduk kampung dan desa yang masih primitif dan segala sederhana keadaannya istimewa dalam cara berpikir yang belum banyak mempunyai Critise Zin yang lebih banyak berpegang teguh kepada warisan-warisan lama dan sukar melepaskan diri dari taqlid.
  4. Membentuk pemuda-pemuda Ulama yang tidak hanya pandai bercakap tetapi juga pandai beramal dan berusaha. Pandai menempatkan sesuatu pada tempatnya dengan jiwa yang dinamis15.

Pada buku tersebut jelas sekali bahwa tujuan inti dari Pendidikan Tinggi Islam adalah Membentuk manusia yang mempunyai kwalitas dan kemampuan lengkap yaitu bisa di Andalkan kemampuan berpikir dan bertindak sesuai bdengan ilmu pengetahuan baik umum atau Agama. Dalam bahasa pancasila membangun manusia Indonesia seutuhnya tentu saja ini sesuai dengan bahan penelitian yang Penulis akan lalukan karma meteri buku tsb Sangat menarik. Di samping itu banyak Informasi baru yang penulis dapati guna mengembangkan Pendidikan Tinggi Integratif (Kaffah) terutama Pendidikan Tinggi yang menjadi obyek Penelitian, benarkah sudah memenuhi persyaratan atau masih terdapat bagian yang belum terpenuhi baik dari unsure metode, kurikulum, dosen, mahasiswa atau juga lingkungan.
Buku tersebut memang tidak khusus membahas Pendidikan Tinggi Islam Inegratif (Kaffah) tetapi tantang pendidikan Islam secara umum, namun spiritnya dapat membantu Penulis untuk mengembangkan sesuai dengan bahan kajian Thesis.


  1. Prof. Dr. A. Malik Fajar, Mencari Laboratorium Ulama, Jakarta, UMJ. Press, 2000
Dalam tulisan ini banyak digambarkan keberadaan Ulama, tantangan, profil, dan tipe yang bagaimana Ulama yang dibutuhkan masyarakat.16 Sebab ulama sekarang bukan seperti masa lalu pandai berbahasa arab, mengusai kitab-kitab kuning, pandai baca doa dan punya pondok dst belum cukup, tetapi perlu memahami perkembangan zaman termasuk pendidikan bahkan mereka dituntut menjadi seorang sarjana (moslem scholar), cendikiawan muslim atau ulama intelek.Kelebihan dan kekurangan adalah milik zaman, masalahnya adalah bagaimana kita mengukur dan menempatkan secara proporsional dan model yang seperti apa yang perlu dipersiapkan17. Pertanyaan ini sangat erat dengan Penelitian yang sedang penulis lakukan yaitu bagaimana Pendidikan Tinggi Islam memprodak para lulusannya menjadi sarjana yang kuat imannya, luas teknologinya dan brilian pemikirannya. Sebab zaman terus berkembang secara pesat banyak perseoalan keagamaan yang tidak diduga sebelumnya muncul dimasyarakat dan itu harus dicari jawabannya oleh para intelekual Islam. Mana mungkin seorang ulama sebagai panutan dan tempat mengadu jamaahnya mampu mengatasi jika tidak memiliki pengetahuan yang memadai.Jadi semakin jelas disini NU - Muhammadiayah sebagai wadah umat Islam dalam memajukan dan meningkatkan Sumber Daya Manusia harus menyiapkan dan mempasilitasi para generasi mudanya untuk melakukan peningkatan kualitas pendidikannya sebagai alat untuk mengatasi persoalan umat. Dikatakan dalam buku itu tantangan dan tuntutan yang selalu berubah tidak mengenal kompromi adalah niscaya dan ada pada setiap zaman maka yang ada ini harus kita ukur dan kita bobot menurut konteks zamannya pula. Dari konteks akademik dapat dipahami bahwa pola pembelajaran di tingkat Pendidikan Tinggi seharusnya cepat membaca keadaan dan kebutuhan umat agar tidak terjadi. Stagnasi keilmuan. khususnya yang menyangkut pembentukan manusia yang berwawasan keislaman luas18.

  1. Prof. Dr. HAR. Tilaar M.Sc., Ed., Manajmen Pendidikan Nasional, Bandung, Rosda Karya, 2006
Dalam buku ini banyak terungkap bagaimana manajemen pendidikan seharusnya berjalan baik.Sebab kampus yang luas, mahasiswa yang banyak, SDM Dosen dan tenaga Administratif yang mumpuni tidaklah akan membawa hasil yang maksimal jika tidak ditopang oleh manajmen pendidikan yang benar19. Banyak dijumpai banyaknya lembaga pendidikan yang gulung tikar atau paling tidak kalah bersaing dengan yang lain karna manajmen yang amburadul. Secara khusus buku mempunyai kaitan erat dengan penelitian yang sedang penulis lakukan, sebab susah manjunya pendidikan Islam terutama pada tingkat Tinggi disebabkan sering terjadi persaingan yang tidak sehat dianantara mereka, termasuk pada ormas NU - Muhamadiyah susah untuk bersatu dalam satu bendera, mereka lebih senang berdiri sendiri walau tampa kekuatan. Apalagi bila mengacu pada peraturan pemerintah No. 30 tentang pendidikan tinggi yang mengarah pada pendidikan tinggi otonom, kreatif, dinamik dan profesional, ini bisa diartikan masyarakat semakin jeli menilai suatu Pendidikan Tinggi. Demikian dalam buku itu dikatakan.20
Banyak penulis dapati bahan-kajian dan pemikiran yang diutarakan oleh Penulis buku tsb. Sehingga membuka pemikiran untuk mengembangkan dalam penelitian yang Penulis lakukan khususnya pada pengelolaan manajmen Pendidikan tinggi Islam yang sampai saat ini masih menjadi penghambat utama untuk bersaing dengan pendidikan tinggi lain yang dikelola orang lain. Dengan begitu target dan sasaran pendidikan tidak akan menjadi kenyataan apabila tidak didukung oleh manajmen pendidikan yang sesuai dengan aturan terlebih dalam Pendidikan Tinggi.

  1. Dr. Samsul Nizar, MA., Rekonstruksi Pendidikan Islam Suatu Alternatif Design Pendidikan Integral
Dalam buku ini ditulis beberapa upaya yang telah dilakukan oleh para cendikiawan muslim dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia pendidikan islam dalam menghadapi tantangan millennium secara profesional.
Dikatakan ada cara ada cara-cara dominan dianatarnya adalah merekonstruksi sistem pendidikan yang lebih adaftik, fleksibel dan sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta didik yang diwarnai oleh Ruh Islam.21 Sebagai nilai kontrol yang ampuh bagi manusia dalam melakukan aktifitas. Materi yang diuatarakan sangat bersinggungan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu untuk membangun bangsa yang kuat dan mandiri harus dimulai dan didasari oleh semangat islam, terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan tugas karena tidak adanya kontrol maksimal keaagamaan dalam setiap individu, guna menciptakan manusia yang kuat mental dan spiritual, ilmu dan imtaqnya cuma didapati melalui jalur pendidikan integratif (Kaffah). Sebab masih ada Pendidikan tinggi Islam yang kurang mencerminkan atau bahkan nuansa keislamannya kurang terlihat.sementara secara moral seharusnya mereka giat dan semangat memunculkan simbol-simbol islam. Termasuk mengkader dan mempersiapkan tenaga-tenaga profesional muslim yang siap berkarya dan membangun masyarakat dengan nilai-nilai keislaman, bukan saja kualilitas ilmu umumnya tetapi mampu menjabarkan agama dalam setiap disiplin ilmu secara integratif, inilah yang telah dilakukan oleh para ilmuan muslim terdahulu. Dalam hal ini NU - Muhammadiyah sebagai reprensentatif umat Islam Indonesia bertanggungjawab meningkatkan kualitas generasi mudanya lewat Pendidikan Tinggi agar selalu tinggi kreatifitas ilmiahnya tetapi tetap menjujung tinggi nilai-nilai Keislaman. Jadi jika tidak terjadi perubahan, sementara tuntutan zaman dan perubahan sosial begitu cepat, maka rekonstruksi pendidikan tinggi Islam merupakan jalan terbaik pada bentuk sistem pendidikan yang adaftik dan harmonis.22
Dalam buku tersebut banyak bahan kajian yang menurut penulis sangat baik untuk dikembangkan sebagai bahan analisis, walau tidak secara langsung mengupas Pendidikan Tinggi Islam Integraratif (Kaffah) namun banyak yang bersinggungan sehingga membuat Penelitian Penulis semakin mendapat bahan dan lietratur pustaka.

Memahami Pendidikan Integratif
  1. Pengertian Pendidikan Integratif
Integratif berasal dari bahasa Inggris integrate, yang mempunyai arti: (1) mengintegrasikan; (2) menyatupadukan; atau (3) menggabungkan/mempersatukan, sementara integrated – yang digabungkan1.
Pendidikan Integratif adalah Pendidikan yang memadukan antara kebenaran wahyu (burhan qauli) dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta (burhan kauni)2 Dikatakan struktur keilmuan integratif di sini bukanlah berarti antara berbagai ilmu tersebut dilebur menjadi satu bentuk ilmu yang identik, melainkan karakter, corak, hakikat antara ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi material- spritual, akal- wahyu, ilmu umum- ilmu agama, jasmani- rohani, dan dunia- akhirat. 3
  1. Tujuan Pendidikan Integratif
Tujuan Pendidikan Integratif adalah berupaya memadukan dua hal yang sampai saat ini masih diperlakukan secara dikotomik, yakni mengharmoniskan kembali relasi antara Tuhan - alam dan wahyu - akal, dimana perlakuan secara dikotomik terhadap keduanya telah mengakibatkan keterpisahan pengetahuan agama dengan pengetahuan umum4.
Secara normatif - konseptual, dalam Islam tidak terdapat dikotomi ilmu pengetahuan. Baik dalam Al-Quran atau Al Hadist tidak memilih dan membedakan mana ilmu yang wajib dipelajari dan tidak. Orang yang mempeljari ilmu akan mendapat derajat yang tinggi Allah Swt. berfirman
يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجت ( المجا د لة )
Artinya : Allah akan meninggikan Orang-orang yang beriman diantaramu dan Orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q. S. 58:11)5.

Disamping itu pula Nabi besar Muhammad SAW. bersabda:
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة ( رواه ابن البر عن انس )
Artinya: Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap Muslim baik laki atau perempuan6.

Dengan demikian kita dapat memahami bahwa tidak berarti ilmu agama (Syari’ah) wajib dipelajari, sementara ilmu umum (Modern Sciences) tidak wajib, atau mereka yang cuma menuntut ilmu agama saja yang diangkat derajatnya oleh Allah SWT., sementara yang bergelut dalam ilmu umum tidak. Dalam hal ini yang menjadi ukuran pasti adalah ketauhidan seorang ilmuan, jika beriman tentu berbeda dengan yang tidak beriman.
Dari aspek keutuhan ilmu para tokoh Muslim, Ulama terdahulu juga telah membuktikan tidak adanya pemisahan dalam ilmu untuk dipelajari, semuanya diperlukan. Sebagai contoh Al Kindi adalah seorang Filosuf dan sekaligus agamawan, demikian pula Al Farabi, Ibnu shina, selain ahli dibidang kedokteran, filsafat, psikologi, musik, beliau juga ulama, Ibnu Khaldun selain seorang ahli dalam bidang ilmu ekonomi, sosiologi, matematika, juga seorang yang sangat luas pandangan ilmu agamanya. Indonesia juga memiliki Tokoh- tokoh seperti itu diantaranya Muhammad Nasir, KH. Ahmad Dachlan, KH. Hasim Asy’ari, yang akan penulis uraikan lebih jauh pada para tokoh pendidikan integratif.
Dalam dataran konsep ideal, Islam diyakini sebagai agama yang memiliki ajaran sempura7, artinya seluruh aspek kehidupan diatur secara komprehensip dan menyeluruh, memang Al-Quran dan Hadis membuatnya secara global (ijmali) Islam memuat semua sistem ilmu pengetahuan, tidak ada dikotomi dalam aturan keilmuan Islam, disinilah diperlukan ketajaman berpikir dari cendikiawan muslim. Dalam hal ini pengembangan akal dan intelektual merupakan suatu dorongan intrinsik dan inheren dalam ajaran Islam. Tumbuh dan berkembangnya akal pikiran yang menghasilkan kebudayaan Islam yang tinggi pada abad pertengahan seperti yang dikatakan Sayyed Hossein Nasr tidak lain disebabkan adanya pandangan kesatuan dalam keseluruhan ajaran Islam8. Dalam konteks pendidikan pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa untuk membuat peradaban ilmu pengetahuan yang tinggi dimana dunia Islam pernah mengalaminya terutama pada masa daulah Abbasyiah dan Umayah diperlukan para cendikiawan yang bukan saja dalam ilmu agamanya, tetapi juga luas ilmu umumnya. Adanya perpaduan ke dua ilmu, baik ilmu ukhrawi yang mengatur ibadah, ada juga ilmu duniawi yang mengatur urusan hubungan anatar manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.
Namun yang terjadi sebaliknya, muncul pemisahan antara kelompok ilmu profan yaitu Ilmu-ilmu keduniaan yang kemudian yang melahirkan perkembangan sains dan teknologi dihadapkan pada Ilmu-ilmu agama pada sisi lain9. Maka timbulah istilah dan peneglompokan, ilmu agama kemudian disebut sebagai ilmu Islam, sementara ilmu sains dan teknologi disebut ilmu umum. Secara etis, Al Ghazali membagi ilmu-ilmu intelektual ke dalam tingkatan terpuji , tercela dan diperbolehkan. Ilmu intelektual yang terpuji adalah ilmu yang padanya bergantung aktivitas kehidupan ini. Bila tidak ada, maka dapat mengakibatkan manusia kedalam kesulitan serius, contohnya kedokteran aritmatika10 tetap masuk pada peringkat ilmu fardu kifayah, yang termasuk kategori fardhu ‘ain hanya untuk ilmu-ilmu relegius saja11. Meskipun demikian, Al Ghazali tidak memandang antara ilmu agama dan ilmu umum bertentangan. Karena keduanya saling melengkapi. Keterbatasan akal sebagai sumber ilmu umum mengharuskan adanya bimbingan wahyu yang merupakan sumber ilmu agama Islam. Demikian juga keterbatasan wahyu memerlukan interpretasi akal12.
Akibatnya, dalam waktu yang cukup panjang bahkan beberapa dekade persoalan dikotomi ilmu yang dihadapi oleh dunia islam terus dan tidak berhenti dan selalu dihadapi oleh perbedaan antara ilmu Islam dan non Islam, ilmu barat dan ilmu timur. Terutama dalam pendidikan lebih jauh dikotomi ini merambah kedalam sistim pendidikan Islam, munculnya dikotomi sekolah umum pada satu sisi dan sekolah madrasah yang merupakan perwakilan sekolah agama13.
Agar dapat dicapai konsep keutuhan ilmu, sesuai dengan semangat dalam Al-Quran dan Hadis, serta praktik para ulama terdahulu, umat Islam perlu meninjau ulang format pendidikan Islam nondikotomik melalui upaya pengembangan struktur keilmuan yang integratif. Islamisasi ilmu pengetahuan yang santer kini disuarakan seperti Naquib al-Atas tidak lepas dari kesadaran berislam di tengah pergumulan dunia global yang sarat dengan ilmu teknologi14. Potensi keyakinan terhadap sistem Islam yang bisa mengungguli sistem ilmu pengetahuan barat yang tengah mengalami krisis identitas inilah yang kemudian memberikan kesadaran baru umat Islam untuk melakukan upaya islamisasi ilmu pengetahuan15. Sehingga terjadilah hubungan yang saling terkait antara satu ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan lain yang berangkat dari perpaduan akal dan pemahaman wahyu. Dalam memahami wahyu baru bisa menghasilkan yang optimal ketika didukung oleh akal dan segala perangkat, atau hasil kerja akal. Sementara itu akal sendiri tidak mungkin selamat cara kerjanya bila tidak didukung oleh wahyu.
Coba kita lihat kenapa para ilmuan barat menjadi sekuler ketika berhadapan dengan ilmu pengetahuan, dan beranggapan bahwa itu hasil karya murni yang dilakukannya. Sebab yang berperan disini adalah dominasi akal belaka, tidak didasari oleh wahyu, sehingga semakin maju teknologi yang diperolehnya, maka semakin sombong dan congkak mereka. Disini makna Integratif juga berarti harus ada kesatuan antara ilmu kauniyah dengan syari’ah. Umat Islam Indonesi yang majemuk sangat rentan pola pikirnya jika saja tidak di barengi dengan pendidikan yang integratif yaitu pendidikan umum yang diberikan harus dibarengi dengan ilmu agama, karena pada hakekatnya penemuan dan karakteristik pengetahuan bersumber dari yang satu yakni ilmu Allah SWT. Sehingga tidak mungkin ada pertentangan di dalamnya. Penemuan-penemuan Sains semakin dalam akan menjadi nilai lebih spritual, orang semakin dekat dan yakin tentang kekuasaan Allah SWT. dan juga sebaliknya, mereka yang tidak dilandasi oleh nilai keimanan akan mengalami kebinasaan. Masa lalu orang mengatakan IQ (intelegensi Quistion) paling unggul dalam meraih prestasi akademis, namun kini tidak demikian lagi. Ia dianggap cuma menyumbang sepuluh prosen dalam kecerdasan, di mana sisanya didominasi oleh SQ (Spritual Quistion) dan EQ (Emotional Quistion). Persoalan kita dalam pendidikan memang akut, jika kita diam saja terhadap dikotomi keilmuan yang kita alami, maka keadaan tidak akan banyak membantu bagi kemajuan. Disadari atau tidak umat Islam dunia manapun mayoritas tengah berada dalam kondisi tertinggal dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi, hal ini disebabkan sistem, metode, sumber daya manusia (SDM), kurikulum yang labil, sarana-prasarana, belum lagi kebijakan pemerintah yang gonta ganti ditambah kepentingan politik kualitas pendidikan kita masih rendah dibanding sistem pendidikan barat.
Pendidikan tinggi Islam sebagai motor penggerak dan tempat memproduksi para intelektual yang handal dan mampu bersaing, sudah selayaknya maju pada garis terdepan mengatasi ketertinggalan ini. Penulis mencermati perubahan IAIN (Institut Agama Islam Negri) berubah menjadi UIN (Universitas Islam Negri) sebagai bagian dari implikasi gagasan tentang konsep integrasi ilmu dalam pendidikan Islam. Harun Nasution sangat mendudkung pengembangan IAIN menjadi UIN. Intinya dikatakan, sangat mendukung pembentukan UIN. Sehingga dalam lembaga pendidikan Islam tidak terjadi dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu umum, atau penyelenggaraan pendidikan yang dualistik16. Di zaman yunani kuno, para saintis dan filosofnya mengembangkan pemikiran rasional tanpa terikat dengan agama apapun. sehingga, timbulah sains dan filsafat yang sekularistik, kemudian di zaman klasik Islam (650–1250 M) dilakukan upaya Islamisasi terhadap tradisi keilmuan yunani tersebut, sekaligus perumusan pendidikan yang integratif antara pengetahuan umum dan agama oleh para tokoh muslim17. Baik barat atau Islam keduanya pernah mengalami masa-masa sulit karena terjadinya dikotomi ilmu, khususnya dalam peradaban Islam pada abad pertengahan (1250-1800 M) dimana para fuqoha memegang peranan penting dan sangat berpengaruh pada dunia pendidikan Islam. 18 Sementara di barat terjadi sekularisme. Dunia Islam mengalami kemunduran karena belum mampu mengatasi dikotomi ilmu dan dunialistik, padahal bahaya dikotomi belum tentu tidak lebih berbahaya dibanding paham yang berkembang di dunia barat yang semua diukur dengan otak dan kebendaan. Untuk menghilangkan dikotomisme ilmu dan dualisme pendidikan , di satu pihak, dan menghilangkan pemikiran rasional sekuler, di pihak lain , itulah yang mendorong Harun Nasution ide pengembangan IAIN menjadi UIN19
Gelombang Islamisasi ilmu yang mulai ditelaah ulang sejak Konferensi Pendidikan Islam se-dunia di Makkah pada tahun 1977, lalu di Islamabad pada tahun 1980 dan 1981, serta di Indonesia pada 1983, dimana hasilnya merekomendasikan dikembangkannya pendidikan Islam yang non dikotomik, dengan mengintegrasikan ilmu agama dengan ilmu umum dalam sebuah ilmu Universitas Islam20. Lebih lanjut, Islamisasi ilmu pengetahuan, menurut Ismail Raji al- Faruqi,dimulai dari kesadaran umat islam dari pergumulan dunia global yang sarat dengan kemajuan teknologi. Sehingga menghendaki peningkatan adanya hubungan timbal balik antara realitas dan aspek kewahyuan. Dalam konteks ini, untuk memahami nilai-nilai kewahyuan, umat Islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Tanpa memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memahami wahyu, umat Islam akan tertinggal oleh umat lainnya. Karena realitasnya, saat ini, ilmu pengetahuanlah yang amat berperan dalam menentukan tingkat kemajuan umat manusia21. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, sarat dengan ilmu pengetahuan, memerlukan pemikir-pemikir Islam yang brilian, yakni yang mampu menerjemahkan pesan wahyu kepada kehidupan manusia dengan berbagai aspeknya, seperti nilai-nilai keimanan, kemanusiaan, peradaban dan ilmu pengetahuan. Pendekatan Islamisasi pengetahuan yang di lakukan Al Faruqi diantaranya penguasaan khazanah ilmu pengetahuan masa kini, Rekonstruksi ilmu sehingga menjadi panduan yang selaras dengan warisan dan identitas islam.Maka islamisasi ilmu pengetahuan yang ditawarkan Al faruqi adalah membangun semangat umat islam untuk selalu moderen, maju, progresif dan terus melakukan perbaikan bagi diri dan masyarakatnya yang terhindar dari keterbelakangan ilmu pengetahuan dan teknologi22 .Namun Islamisasi ilmu tersebut yang berangkat dari kebebasan penalaran intelektual dan kajian rasional-empirik dan filosofis dengan tetap merujuk kepada kandungan Al Qur’an dan sunnah, sehingga umat islam akan bangkit dan maju menyusul ketertinggalan tetapi tetap dalam koridor islam.
Disamping itu tokoh lain Al-Atas misalnya merumuskan integrasi ilmu pengetahuan dilakukan dengan jalan, pertama sekali tubuh ilmu pengetahuan barat itu dibersihkan dari unsur-unsur yang asing bagi ajaran Islam, kemudian setelah itu baru merumuskan serta memadukan unsur-unsur Islam yang esensial dan konsep-konsep kunci, sehingga menghasilakn suatu komposisi yang merangkum pengetahuan inti itu23 Dikotomi keilmuan sebagai penyebab kemunduran umat Islam sudah berlangsung sejak abad 16, disamping itu umat Islam cenderung bernostalgia mengenang masa kejayaan di abad pertengahan,disamping adanya kolonialisme barat atas dunia Islam pada abad 18 hingga abad ke 19.24
Menanggapi hal ini, para sarjana barat mengatakan bahwa rasa kebanggaan dan keunggulan budaya Islam dimasa lampau telah membuat para sarjana muslim tidak mampu menghadapi tantangan-tantangan yang dilemparkan oleh para sarjana barat.Padahal bila tantangan itu ditanggapi secara positif dan arif, maka dunia Islam dapat melakukan proses islamisasi ilmu pengetahuan baru itu, kemudian memberinya arah baru.Demikan kata Abdul Hamid25
Dengan demikian, dikotomi ilmu dalam pendidikan Islam harus segera diberhentikan, sehingga umat Islam tidak terus menerus terperosok dalam keterpurukan, ketertinggalan baik kalam ekonomi, politik, teknologi, pendidikan, serta hukum. Segala usaha dan upaya yang mengarah pada pendidikan integratif , menghilangkan dikotomi ilmu, harus didukung dan disambut baik, agar dapat tercapai konsep kesatuan ilmu sesuai dengan garis-garis dan kehendak Al-Quran dan Hadis. Nabi Muhammad SAW. bersabda
تركت فيكم امرين لن تضيلوا ابدا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه ( رواه الحا كم )

Artinya : Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, kamu tidak akan mengalami kesesatan selamanya selama berpegang teguh kepada keduanya yaitu Al-Quran dan Hadis26.

Jaminan yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. sudah pasti kebenarannya, sebab Beliau dalam bertutur kata bukan kehendak pribadinya, atau ada motivasi kepentingan, namun semata berdasarkan wahyu Allah SWT. Seharusnya umat Islam tidak boleh tertinggal dengan umat lain, sebab segala sesuatunya sudah tertata rapi, tinggal bagaimana kita mampu menyikapinya. Jika kita berpandangan bahwa Islam telah mengatur semua kehidupan secara komprehensif, mestinya di barengi oleh sikap yang mampu mengembangkan ajaran Islam seperti yang telah dirintis oleh pendahulu kita, dimana mereka mampu mengembangkan pesan-pesan wahyu dengan bahasa ilmu pengetahuan sehingga terciptalah perkembangan ilmu yang begitu pesat. Dunia Islam kini sama saja yakni dalam kondisi kemunduran semua keseluruhan secara keseluruhan, sementara itu para ilmuan dunia barat masih merujuk pada karya Ibnu Khaldun, kita mengatakan itu hal yang biasa, ketika barat mengambilnya dianggap sebagai hal yang baru. Sebaiknya kita tidak boleh apologi menganggap kita hebat namun sebatas bicara, kita harus siap dalam berbagai aspek kalau mau maju, inilah kata kuncinya. Kita memiliki masalah tersendiri karena mempunyai masalah tersendiri, disebabkan sekian lama kita dihadapkan pada pemisahan dalam hal keilmuan. Jika ada kemaun keras dan berusaha secara menerus tanpa adanya dikotomi keilmuan maka akan dapat teratasi persoalan tersebut, memang butuh waktu lama dengan terus mengembangkan pendidikan integratif terutama pada dunia Pendidikan Tinggi Islam. Inilah salah satu alasan para tokoh ilmuan dan pendidikan kita mempertahankan pendapatnya untuk merubah IAIN menjadi UIN, sebab dari sinilah akan timbul ilmuan muslim yang bukan saja mengusai ilmu keagamaan yang bisa dijamin kualitasnya, tetapi kemampuan sains dan teknologinya tidak kalah dengan tehnokrat barat. Semuanya baru bisa terbukti dan terleasisasi melalui pendidikan integratif di mana pengkajian syari’at dan sains dalam satu atap.
Salah satu kelemahan umat Islam dalam mengembangkan dan membangun tradisi keilmuan yang integratif sehingga mampu menimbulkan peradaban baru adalah bertumpu pada kerenggangan antara pemerintah dengan para ilmuan. Tidak disadari bahwa konflik keduanya menimbulkan tersendatnya pembentukan sumber daya manusia yang terampil dalam pembangunan sebuah Negara. Ini artinya yang paling dirugikan adalah umat Islam, karena mayoritas di republik ini tercinta Kelemahan lain kita belum mempunyai sistem yang baik. Banyak orang pintar kita tidak bisa berbuat apa-apa di negeri sendiri, namun dapat menyumbangkan sains dan teknologinya di barat. Kenapa, karena belum adanya acuan, aturan dan cara terbaik yang bisa menampung dalam bentuk sarana-prasarana. Perubahan baru bisa setelah adanya perubahan pemikiran. Kenapa barat bisa bergerak cepat dan meninggalkan kita, padahal mereka banyak belajar dari para ilmuan Islam, bahkan sampai sekarang. Kerena mereka mempunyai sistem yang lebih baik dari kita. Jika retorika saja yang dikedepankan tanpa sistem, maka kita akan terus kalah.
Pendidikan Islam Integratif berupaya memadukan dua hal yang sampai saat ini masih diperlakukan secara dikotomik, yaitu mengharmoniskan kembali relasi wahyu-akal, dimana perlakuan secara dikotomik terhadap keduanya telah mengakibatkan keterpisahan pengetahuan agama dengan pengetahuan umum. Dari sini lalu muncul anggapan bahwa ilmu yang wajib ’ain dipelajari adalah ilmu agama, sementara bidang ilmu umum hanya wajib kifayah, artinya cukup perwakilan saja yang mengerjakan. Bila ini yang menjadi ukuran tidak mungkin kita bangkit dari keterpurukan dan ketertinggalan yang tidak bertepi dengan dunia barat. Sebagai contoh dalam satu komonitas daerah dimana penduduknya jutaan orang, dari sisi kesehatan umpanya cuma seorang yang belajar kedokteran. Dalam hukum pardu kifayah sudah gugur yang lain kewajibannya. karena sudah terwakili, tetapi dari segi manfaat dan kebutuhan sudah pasti tidak berimbang, sehingga kesehatan, gizi, pola makan, rumah tinggal, sanitasi dan lain-lain tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Umat Islam seharusnya mencermati dengan bijak, sebab yang dimaksud dengan pardu kifayah disini bukanlah pada pengertian kualitatif, tetapi lebih mengarah pada penekanan obyek hukum. Oleh karena itu bukan berarti jika lebih dari seorang yang mengerjakan menjadi kesalahan, justru disinilah kreatifitas umat Islam di tuntut berpikir kritis dan antisipatif. Bidang ilmu yang berkarakteristik integratif sudah barang tentu memiliki interkoneksitas antar bagian keilmuannya. Walaupun begitu, masing-masing disiplin ilmu tetap memiliki karakter dan posisi tersendiri yang dapat dibedakan dengan yang lain. Sebab antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya mempunyai perbedaan dan karakter-identitas sendiri-sendiri, tetapi dalam tataran implementasi masing-masing ilmu tersebut saling berkaitan.
Terlepas dari persoalan tersebut, tahap pertama penyusunan konsep kesatuan ilmu dalam pemikiran Islam adalah mengkaji secara menyeluruh asal-usul ilmu khususnya akar ilmu itu sendiri. Akar ilmu pendidikan dapat ditelusuri dari manusia yang bertindak sebagai subyek, atau ada hal yang diketahui di luar subyek27. Pada tahap berikutnya untuk menyusun kembali struktur ilmu pendidikan Islam, maka konsep pendidikan Islam harus dibedakan melalui dua pendekatan. Pertama, pendidikan Islam yang dipandang sebagai suatu benda (obyek eksistensial) dan kedua pendidikan Islam dipandang sebagai suatu proses28. Pengertian pendidikan Islam sebagai suatu benda itu sendiri dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu benda dalam arti lembaga pendidikan dan benda dalam arti ilmu pendidikan29. Semua pendekatan tersebut harus diamati dengan cermat sehingga terjadinya acuan dalam upaya pengembangan struktur keilmuan pendidikan Islam. Melihat masalah-masalah pendidikan Islam yang cukup kompleks, maka sebenarnya masalah-masalah itu tidak mungkin dapat dipecahkan sekedar melalui perluasan (ekspansi) linear dari sistem pendidikan yang ada. Juga tidak bisa dipecahkan dengan jalan penyesuaian teknis administratif di sana-sini. Bahkan, tidak bisa diselesaikan pula dengan pengalihan konsep pendidikan dari teknologi pendidikan yang berkembang dengan pesat. Yang diperlukan sekarang adalah meminjam kembali konsep dan asumsi yang mendasari seluruh sistim pendidikan Islam, baik secara makro maupun mikro30. Dengan begitu pendekatan yang dilakukan bertujuan pendekatan yang bersipat situasional. Sebab pendidikan Islam berusaha mempersiapkan generasi Islam agar dapat menjawab segala tantangan, tuntutan kehidupan, serta perkembangan zaman dengan teknologinya secara manusiawi. Inilah pendekatan principal yang tidak dapat lagi di tawar. Karena itu, diperlukan pendekatan inovasi yang obyektif dan kreatif agar dengan demikian tercipta usaha-usaha pendidikan berdasarkan kepentingan anak didik, masyarakat Islam, dan umat manusia secara keseluruhan. Singkatnya, seperti yang dikatakan Winarno Surakhmad yaitu diperlukan pendekatan yang lebih intelegen terhadap masalah kependidikan masa depan31. Dengan segala uraian yang penulis paparkan, semakin menampakkan bagi kita masyarakat Islam bahwa pendidikan Islam Integratif bukan sekedar model, tetapi kebutuhan. Terutama dari Pendidikan Tinggi Islam, sebagai motor penggerak dan memproduk ilmuan dan inteletual yang matang syari’ah dan sainsnya. Semoga!

  1. Tokoh-tokoh Pendidikan Integratif
Membicarakan orang yang telah berbuat baik dan berjasa bagi agama merupakan keharusan bagi setiap muslim, apalagi yang berkaitan dengan kepentingan dan perkembangan pendidikan Islam. Hal ini telah ditandaskan oleh Nabi Muhammad SAW.
اذكروا محاسن موتاكم وكفوا عن مساويهم ( الترمذي عن ابن عمر )
Artinya : Ingat-ingatlah kebaikan orang-orang yang telah mendahului kamu dan simpanlah dari hal yang buruk32.

Ditarik benang merahnya, disini memberi pemahaman bahwa jasa itu bukan saja berguna bagi pelopornya ketika masih hidup , tetapi ketika sudah mati pun masih membawa manfaat, dan ini temasuk amal jariah yang pahalanya terus mengalir. Dalam Islam terdapat banyak sekali tokoh-tokoh pendidikan yang berjasa sekali bagi peradaban Islam, baik dari Negara kita sendiri atau dari manca Negara. Khususnya mereka yang mempunyai kompentensi tinggi dan kelengkapan ilmu pengetahuan yang lengkap, yaitu mengusai ilmu agama (syari’ah), dan sekaligus mengusai ilmu umum (sains), banyak penemuan yang bersipat ilmiyah dan menjadi referensi dan rujukan utama dalam mengembangkan ilmu dan teknologi masa sekarang baik dari timur atau barat. Diantaranya adalah Ibnu Shina, Ibnu Khaldun keduanya dari luar Indonesia, dan seorang lagi dari Indonesia yakni Muhammad Nasir, yang menjadi bahasan utama dan tokoh lainnya sebagai ilustrasi dan pelengkap dalam membahas ketiga pokok utama tersebut.
  1. Ibnu Sina
  1. Riwayat Hidup Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Shina adalah Abu ‘Ali al- Husayn Ibn Abdullah. Nama ini banyak perbedaan dan menimbulkan banyak pendapat di kalangan ahli sejarah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari bahasa Latin, Aven Sina, dan sebagian lain mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari kata al-shin yang dalam bahasa arab berarti Cina. Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa nama tersebut di hubungkan dengan nama tempat kelahirannya, yaitu , Afshana33. Dalam sejarah pemikiran Islam, Ibn Sina dikenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Ia lahir pada tahun 370 H, bertepatan dengan tahun 980 M, di Afshana, suatu daerah yang terletak dekat Bukhara, di kawasan Asia tengah. Ayahnya Abdulah dari Balkh, suatu kota yang termasyhur di kalangan orang-orang yunani, dengan nama Bakhtra yang mengandung arti cemerlang. Hal ini sesuai dengan peranan yang dimainkan kota tersebut, yaitu selain sebagai pusat kegiatan politik, juga sebagai pusat kegiatan intelektual dan keagamaan34
Tampilnya Ibnu Sina selain sebagai ilmuan yang terkenal di dukung oleh tempat kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan. Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun dengan berbekal kecerdasan yang sangat luar biasa. Pelajaran yang pertama dipelajarinya adalah Al-Quran, kemudian di susul dengan ilmu keislaman lain seperti tafsir, fiqih, ushuluddin, tasawuf. Dengan kemampuan diatas rata-rata Ibnu Sina sudah hafal Al-Quran dan cabang ilmu Islam lainnya memasuki usia sepuluh tahun. Sementara ilmu umum (sains) matematika dipelajarinya melalui seorang guru yang bernama Mahmud al- Massah dari India. Kajian ilmu lainnya adalah loghika dan filsafat di pelajarinya melalui Abi Abdillah an-Natili35. Kesungguhan beliau belajar baik melaui guru-guru formalnya atau secara otodidak tidaklah diragukan, sejarah mencatat beliau menghabiskan waktunya di sebuah perpustakaan milik Nuh bin Mansyur seorang sultan di Bukhara, karena berhasil mengobatinya. Ilmu kedokteran yang menjadi cikal bakal dan sebagai sumber utama serta referensi para ilmuan barat dan timur yang menekuni kedokteran, adalah hasil buah karyanya yang sangat monumental. Dalam menekuni ilmu kedokteran beliau bukan saja mempelajari teori-teori kedokteran, tetapi sering kali mengadakan penelitian dan praktek pengobatan. Banyak buku beliau yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, berkenaan dengan itu banyak yang menduga bahwa Ibnu Sina mempelajari ilmu kedokteran dari Ali Abi Sahl al-Masity dan Abi Mansur al-Hasan ibn Nuh al-Qamary. Selanjutnya Ibnu Sina dikenal bukan saja tajam dalam pengamatan ilmu agama dan pengamalannya, tetapi beliau juga mendalami ilmu eksakta dan ilmu terapan lainnya. Hal ini menandakan Ibnu Sina tidak membedakan antara ilmu syari’ah dengan sains, sebab beliau melihat untuk membangun peradaban manusia tidak mungkin mengistimewakan disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya. Keduanya saling membuthkan, pendidikan Islam berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi. Sedangkan pendidikan non-Islam, orientasinya duniawi saja. Di dalam ajaran Islam antara dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan tujuan. Karenanya kualitas hidup di akhirat ditentukan oleh kualitas hidup di dunia. Fungsi pendidikan tidak akan tercapai bila pendidikan yang ditawarkan hanya mampu menciptakan manusia pada satu kebahagiaan, seorang muslim dilarang untuk hidup pada satu orientasi saja, tetapi harus diraih secara keseluruhan, yaitu dunia-akhirat. Firman Allah SWT. Dalam Al-Quran telah memberikan peringatan dengan santun:


وابتغ فيما اتاك الله الدارالاخرة ولاتنس نصيبك من الدنيا ( القصص )
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu kebahagiaan negri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan dunia (QS. 28 : 77)36

Bisa dipahami kenapa Ibnu Sina begitu gigih menekuni berbagai macam ilmu pengetahuan, karena begitulah Islam memerintahkan kepada umatnya. Terbukti dengan karyanya yang berjumlah tidak kurang dari empat ratus lima puluh buah, meliputi bidang ilmu kedokteran, filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik sampai sastra arab. Para sejarawan ada perbedaan pendapat, ada yang berkata karyanya berjumlah 276 menurut versi Father dari Dominican, sementara menurut peneliti lain Philip K. Hitti sebanyak 99 buah. Perbedaan ini memang sangat memungkinkan sebab banyak sedikitnya data yang digunakan37.
Karya beliau yang paling monumental dan dikenang oleh dunia barat dan timur adalah tentang kedokteran. Dia dianggap sebagai Bapak kedokteran modern, George Sarton seorang ilmuan barat berkata Ibnu Sina Ilmuan paling terkenal dari Islam lewat karya kedokteran. Satu hal yang menjadi kebiasaan beliau adalah ketika sudah mengalami kebuntuan berpikir dalam penelitian atau sedang mengkaji ilmu, maka meninggalkan buku-bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid dan melakukan sholat sunah sampai datang hidayah yang dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitannya. Kemudian bersedekah kepada pakir miskin sebagai ungkapan rasa terima kasihnya kepada Allah Swt. Menjelang akhir hayatnya karena sakit yang tidak mungkin lagi sembuh, kemudian beliau mandi, lalu bertaubat kepada Allah Swt. Menyedekahkan seluruh hartanya kepada fakir-miskin, memaafkan orang yang pernah menyakitinya, membebaskan para budaknya, membaca Al-Quran sampai tamat (khatam) setiap tiga hari sekali. Ia wafat pada hari jum’at pada bulan ramadhan tahun 428 H- 1037 M di makamkan di Hamadan.

  1. Konsep Pendidikan Ibnu Sina
Pemikiran Ibnu Sina dalam pendidikan antara lain berkenaan dengan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru, dan pelaksaan hukuman. Penulis tidak membahas semua, tetapi Cuma dua yaitu tujuan pendidikan dan kurikulum, karena dua aspek iniah yang ada korelasinya dengan pendidikan integratif.
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ka arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan, dan potensi yang dimiliki38. Khusus mengenai pendidikan yang bersipat jasmani, Ibnu Sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, seperti olah raga, makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan39.
Konsep pendidikan yang ditawarkan Ibnu sina mencakup tiga unsur, semuanya berkaitan dengan pembangunan karakter manusia, menurut beliau potensi spritual yang terdapat dalam diri manusia harus dikembangkan, kemampuan akal juga harus dikembangkan, serta kekuatan raga harus di pelihara. Rumusan ini di tawarkan bertolak dari pengalaman pribadinya, bukan karena hasil renungan atau daya imajinasi kosong. Dengan begitu rumusan yang dirancang Ibnu Sina merupakan strategi belajar yang mengandung pengembangan potensi dan bakat manusia secara optimal, menyeluruh dan komprehensif, agar manusia bisa eksis dan mampu menjalankan tugasnya sebagai pengelola bumi (khalifah) bukan saja memakmurkan, tetapi juga mengelola bumi ini dengan baik sesuai dengan keinginan penciptanya. Karena manusia sebagai khalifah juga sekaligus menjadi penghamba (‘abd) Tanpa pengetahuan yang multi kompleks yakni pembekalan ilmu yang sempurna bagi manusia, baik ilmu syari’ah atau sains teknologi nihil manusia dapat mengoptimalkan bumi dan melaksanakan penghambaan melalui pelaksanaan ibadah. Ada dua fungsi yang melekat pada diri manusia. Mengabaikan salah satu sisi fungsi tersebut dengan sendirinya menghilangkan separuh dari jati diri manusia itu sendiri, ini menuntut penegasan guna menekankan bahwa ketika kita mengatakan humanism dalam artian Islami, maka itu berbeda dengan pemakmanaan humanism barat yang mengandung pengertian penolakan terhadap dimensi keilahian. Sementara dalam Islam pengembangan manusia mengandung dimensi- dimensi kebertuhanan40. Tujuan pendidkan diarahkan pada penggalian potensi pada anak didik dan sekaligus pengembangan sesuai dengan perkembngan zaman dan teknologi, sebab pendidikan yang modern adalah pendidikan yang mampu mengantisifasi lingkungan secara optimal dan menyeluruh. Hal ini ditunjukkan oleh Ibnu Sina dengan memberikan pendidikan keahlian, lulusan yang mampu bekerja di tengah masyarakat, disamping mencegah adanya pengangguran, juga jangan sampai terjadi gejolak sosial yang sudah pasti akan menghambat semua tugas manusia sebagai pengelola bumi. Ide cemerlang pendidikan yang dicetuskan Ibnu Sina ratusan tahun lalu masih bisa diterapkan pada masa sekarang walaupun dunia pendidikan sudah maju pesat, terutama bagi bangsa yang menghendaki kemajuan. Disamping itu, konsep yang dibangun oleh Ibnu Sina, bukan sekedar teori di atas kertas, tetapi beliau sudah tunjukkan kepada dunia khususnya Islam sebagai seorang pemikir, pekerja dan sekaligus praktisi. Kesemua itu berangkat dari keinginannya yang kuat dalam pengamalan perintah Allah SWT. dan Rasulullah SAW. yang tercover dalam Al-Quran dan Hadis, seperti yang penulis paparkan diatas begitu hebat rasa penghambaannya kepada Al Khalik baik dalam waktu susah atau waktu senang. Melalui tujuan pendidikan yang dirumuskannya, diharapkan manusia bisa menerapkannya terutama generasi muda Islam lewat pendidikan Integratif yang telah dirintisnya.
  1. Kurikulum
Secara sederhana istilah kurikulum digunkanan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran bisa dalam bentuk ijazah atau gelar. Suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan –tujuan pendidikan tertentu41.
Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk anak didik usia 3 tahun sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan pada mata pelajaran olah raga, budi pekerti, kebersihan, seni suaran dan kesenian42.
Pelajaran olah raga bagi anak-anak sangatlah diperlukan, sebab dengan banyak bergerak tulang, sendi otot, peredaran darah akan berjalan normal, hal ini akan membawa kesempurnaan pertumbuhan fisik secara optimal. Sementara pendidikan budi pekerti mengajarkan anak supaya mempunyai ahlak dan sopan santun dalam bergaul, peka terhadap lingkungan dan mempunyai rasa sosial yang tinggi. Setelah itu untuk hidup selalu bersih indah dan sehat, maka diperlukan pengenalan kebersihan sejak dini, terutama kebersihan dirinya. Kemudian kenapa seni perlu dipejari tujuannya adalah untuk menghaluskan perasaan, tidak kasar sikap hidupnya dan tinggi tingkat imajinasinya. Khusus olah raga Ibnu Sina memberikan batasan sesuai dengan kemampuan fisik dan usia, berat dan ringan. Kesemuanya pelajaran tersebut akan menghantarkan manusia menjadi sehat mental dan spritual.
Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 tahun sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Quran, pelajaran agama, pelajaran syair, dan pelajaran olah raga43.
Pada konsep pedidikannya memasuki usia 6 sampai 14 tahun di haruskan anak didik sudah mulai membaca dan sekaligus menghafal Al-Quran. Hal ini sangatlah baik pada usia muda seperti seseorang belum disibukkan oleh urusan dunia, jiwa dan hatinya masih bersih, ingatannya kuat, dan yang lebih penting anak sudah dibekali dengan nilai keagamaan dalam ibadah. Disamping itu Al-Quran merupakan dasar untuk memahami literature ilmu keislaman seperti fiqih, tauhid, tasawuf, ahlak, disamping dalam penguasaan bahasa arab banyak kosa kata yang dihafal. Langkah ini sangatlah strategis dan cukup mendasar dalam pembinaan ilmuan muslim yang kuat iman dan imtaqnya seperti yang telah dibuktikannya sendiri.
Selanjutnya kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas. Pandangan Ibnu Sina terhadap mata pelajaran yang diberikan pada usia ini sama seperti diatas amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat. anak. Ini perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu Sina menganjurkan kepada para pendidik agar memilihkan jenis pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya44.
Di antara mata pelajaran tersbut dapat dibagi kedalam mata pelajaran yang bersipat teoritis dan praktis. Mata pelajaran yang bersipat toritis anatara lain ilmu tentang materi dan bentuk, gerak, dan perubahan, wujud dan kehancuran, tumbuh-tumbuhan, hewan, kedokteran, astrologi, kimia, yang secara keseluruhan tergolong ilmu-ilmu fisika. Selanjutnya ilmu tentang ruang, baying dan gerak, meukul beban, timbangan, pandangan dan cermin, dan ilmu memindahkan air, yang secara keseluruhan tergolong ilmu matematika. Selanjutnya terdapat juga ilmu tentang cara-cara turunnya wahyu, hakikat jiwa pembawa wahyu, mu’jizat, berita gaib, ilham dan ilmu tentang kekekalan ruh setelah berpisah dengan badan yang secara keseluruhan termasuk ilmu ketuhanan45.
Selanjutnya mata pelajaran yang bersipat praktis adalah ilmu akhlaq yang mengkaji tentang cara-cara pengurusan tingkah laku seseorang, ilmu pengurusan rumah tangga, yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami dan isteri, anak-anak, pengaturan keuangan, dalam kehidupan rumah tangga, serta ilmu politik yang mengkaji tentang bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintah, kota dengan kota bangsa dengan bangsa46. Ibnu Sina juga memasukkan pula ilmu tentang cara menjual dagangan, membatik, dan menenun, masuk pada ilmu yang praktis.
Apabila kita perhatikan kurikulum yang dibentuk oleh Ibnu Sina sangat komprehensif dan sudah sangat modern, bukan saja masa itu dimana dunia pendidikan belum di dukung oleh media pengajaran elektronik. Tetapi masa sekarang inipun kurikulum itu masih cocok diterapkan di sekolah, baik pada sekolah menengah umum atau sekolah kejuruan, baik kosentrasi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diwakili oleh ilmu biologi, kimia, asrologi, matematika. Sementara jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang diwakili oleh llmu berdagang, politik, manajemen. Untuk jurusan sekolah kejuruan (keterampilan) tergambar mata pelajaran membatik, menenun. Ibnu Sina dengan kurikulumnya mempersiapkan generasi mendatang dengan bekal ilmu yang cukup, sebab bukan saja membentuk manusia menjadi trampil dengan keahlian yang dimiliki sebagai usaha berkarya di masyarakat dalam mencari rezki. Kemudian dipersiapkan juga mereka yang akan menyibukkan pada dunia alam dan lingkungan sampai anatomi manusia melalui penelitian dan laboratorium. kehidupan rumah tanggapun diatur sedemikian rupa sehingga terciptanya rumah tangga sakinah, mawaddah wa rahmah. Bisa jadi ini menjadi penekanan utama dalam kurikulum, karena rumah tangga adalah bagian terkecil dari masyarakat, tetapi mempunyai pengeruh besar dan menentukan nasib suatu bangsa.
Dengan begitu, uraian tentang kurikulum yang dibuat Ibnu Sina mempunyai tiga ciri pertama yaitu kurikulum tersebut bukan sekedar konsep tetapi disertai juga dengan petunjuk pelaksanaannya (Juklak) seperti masa pemberian usia berapa diberikan kepada anak didik, tujuan, pertimbnagan aspek psikologis berkaitan dengan bakat dan minat. Sehingga anak didik benar-benar senang-suka mempelajarinya. Kedua bahwa kurikulum yang ditawarkan Ibnu Sina bersipat pada pemikiran pembentukan lulusan yang benar-benar mempunyai keahlian dan ketrampilan pada bidangnya, sehingga dapat membangun masyarakat (Market oriented) dengan kata lain mempunyai tingkat kompetensi yang baik. Ketiga, penawaran kurikulum tersebut bukannya hasil turunan dari karya orang lain (Plagiat) tetapi benar- benar berangkat dari pengalaman pribadinya yang cukup lama digeluti. Tentu saja kurikulum model seperti ini akan membawa hasil maksimal. Disamping itu ada usaha agar pengalaman beliau dalam menggeluti berbagai disiplin ilmu pengetahuan dapat diteruskan dan terwarisi dan masuk pada katagori ilmu yang bermanfaat yang pahalanya terus mengalir kepada orang yang telah mengajarkannya. Seperti Hadis Nabi Muhammad SAW. bersabda:
اذا ما ت الانسا ن انقطع عمله إلا من ثلا ث صد قة جا ريه او علم ينتفع به او ولد صلح يد عو له ( رواه المسلم )
Artinya : Apabila mati seorang manusia maka putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga hal yaitu shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang soleh yang mendoakan kepada kedua orang tuanya (HR. Muslim)47.

Dengan melihat ciri-ciri dan karaktersitik kurikulum yang ditawarkan Ibnu Sina pada dunia penidikan Islam khususnya sangat tepat. Bukan saja pada masa lalau, tetapi pada masa sekarang pun konsep ini masih bersifat kekinian, tidak ketinggalan zaman mulai dari taman kanak-kanak sampai pendidikan tinggi. Sebab konsep dasar pendidikannya sudah dimulai dengan pendidikan integratif yang sangat komprehensif. Semoga dunia pendidikan Islam mulai menerapkan kembali pendidikan Integratif yang sudah dimulai ratusan tahun lalu, dan berhasil membawa umat Islam pada peradaban puncak ilmu pengetahuan.

  1. Ibnu Khaldun
  1. Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abdullah Abd al-Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun. Beliau dilahirkan di Tunisia pada bulan Ramadhan tahun 732 H/1332 M, dari keluarga ilmuan dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara jabatan ilmiyah dan pemerintahan. Suatu jabatan yang jarang dijumpai dan mampu diraih orang pada masa itu. Sebelum menyebrang ke Afrika, keluarganya adalah para pemimpin politik di Moorish (Spanyol) selama beberapa abad. Dengan latar belakang keluarganya yang demikian, Ibnu Khaldun memperoleh dua orientasi yang kuat, pertama cinta belajar dan ilmu pengetahuan, kedua cinta jabatan dan pangkat. Kedua faktor tersebut sangat menentukan dalam perkembangan pemikirannya48.
Ibnu Khaldun telah ditinggalkan ayahnya pada usia 18 tahun, ayahnya yang bernama Abu Abdullah Muhammad pada menjelang akhir hayat meninggalkan dunia politik dengan menekuni ilmu pengetahuan dan dunia kesufian. Ibnu Khaldun pernah belerja pada raja Granada, menjadi seorang politikus karena berhasil menyelesaikan berunding dengan Raja Pedro (raja Granada) dan raja Castila di Selvia. Karena keberhasilannya ditawarkan bekerja oleh penguasa, dan sebagai imbalannya tanah-tanah bekas milik keluarganya dikembalikan kepadanya. Akan tetapi, dari tawaran yang ada, beliau akhirnya memilih tawaran untuk bekerja sama dengan raja Granada49. Tinggal bersama keluarganya, tetapi tidak lama. Kembali ke Afrika dan diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Sultan al-Jazair. Pada tahun 1382, beliau melaksanakan ibadah haji, setelah selesai berangkat ke Iskandariyah dan dilanjutkan ke Mesir dan diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung pada masa dinasti Mamluk. Selain dikenal sebagai filosof, dikenal juga sebagai sosiolog yang memiliki perhatian besar terhadap dunia pendidikan. Hal ini antara lain terlihat dari pengalamannya sebagai pendidik yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Setelah banyak menekuni berbagai macam aktivitas di Mesir, pada tahun 1406, Ibnu Khaldun meninggal dunia pada usia 74 tahun di Mesir50.
Melihat perjalanan Ibnu Khaldun sarat sekali dengan dunia pendidikan, hal ini dapat terlihat aktivitasnya dalam membina dan membimbing masyarakat. Seperti menjadi pendidik (guru) dan qadhi (semacam hakim) diplomat, penasihat penguasa. Semua itu dijalankan penuh dengan nilai-nilai ke Islaman tinggi, bukan ambisi pribadi. Tetapi dunia tersebut tidak lama ditekuni, beliau lebih banyak menekuni dunia ilmu pengetahuan dengan banyak menulis dan penelitian. Karyanya yang sangat monumental adalah Mukaddimah dan al-‘Ibar, karya sejarahnya. Dunia mengakui Ibnu Khaldun sebagai sejarawan muslim terbesar. Tidak itu saja, dunia barat mengakui beliau sebagai penemu sosiolog modern, lewat karyanya dalam ‘Ilm al-‘Umran (Ilmu Peradaban). Mari kita kembangkan ilmu pengetahuan denngan rasa optimisme yang kuat untuk kemajuan umat Islam yang telah dirintis oleh ilmuan muslim terutama Ibnu Khaldun. Jika orang luar sangat para sarjana non-muslim begitu menghargai karya-karyanya, mengapa kita sebagai umat Islam terkesan kurang simpati, kalau tidak melupakan. Mari kita kembangkan terus cara dan model Ibnu Khaldun menekuni ilmu pengetahuan dengan tanpa membedakan mana ilmu agama (syari’ah) dan ilmu umum (Sains- Teknologi).

  1. Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun
Banyak pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan yang dapat diaplikasikan pada sekarang, walaupun konsep ini dilontarkan beliau ratusan tahun yang lalu kususnya bagi umat Islam.
Menurut Ibnu Khaldun Tujuan Pendidikan beraneka ragam dan bersipat Universal. Di antara tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah sebagai berikut:
1). Tujuan Peningkatan Pemikiran
Ibnu Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah memberikan kesempatan akal untuk lebih giat dan melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan ketrampilan. Dengan menuntut ilmu dan ketrampilan seseorang dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya. disamping itu, melalui potensinya, akal akan mendorong manusia untuk memperoleh dan melestarikan pengetahuan. Melalui proses belajar, manusia senantiasa mencoba meneliti pengetahuan-pengetahuan atau informasi- informasi yang diperoleh oleh pendahulunya. Manusia mengumpulkan fakta-fakta dan menginventarisasikan keterampilan-keterampilan yang dikuasainya untuk memperoleh lebih banyak warisan pengetahuan yang semakin meningkat sepanjang masa sebagai hasil dari aktivitas akal manusia51. Atas dasar itu kita melihat bahwa pemikiran Ibnu Khaldun meninginkan adanya peningkatan kecerdasan dan pemikiran manusia selalu berkembang dan penuh dengan inovasi-inovasi baru. Sebab dengan inilah manusia selalu dinamis dalam mengembangkan potensi dirinya. Mereka bisa mengatur, mengembangkan dan mengolah bumi dengan teknologi dan ketrampilan. Semua ini bisa didapat dengan pewarisan ilmu pengetahuan melalui belajar.
2) Tujuan Peningkatan Kemasyarakatan
Dari segi peningkatan kemasyarakatn, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu dan pengajaran adalah lumrah bagi peradaban manusia52. Ilmu pengetahuan dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Semakin dinamis budaya suatu masyarakat, maka akan semakin bermutu dan dinamis pula ketrampilan di masyarakat tersebut. Untuk itu manusia seyogyanya senantiasa berusaha memperoleh ilmu dan ketrampilan sebanyak mungkin sebagai salah satu cara membantunya untuk dapat hidup lebih baik di masyarakat yang dinamis dan berbudaya. Jadi eksistensi pendidikan menurutnya merupakan satu sarana yang dapat membantu, individu dan masyarakat menuju kemajuan dan kecermelangan. Di samping bertujuan meningkatkan mendorong terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik53.
Tujuan pendidikan dari segi kerohanian adalah dengan meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktek ibadah, zikir, khalwat (menyendiri) dan mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagai mana yang dilakukan para sufi54.
  1. Kurikulum Pendidikan dan Klasifikasi Ilmu
Ibnu Khaldun membuat klasifikasi ilmu dan menerangkan pokok-pokok bahasannya bagi peserta didik. Beliau menyususn kurikulum yang sesuai sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Hal ini dilakukan, karena krikulum dan sistem pendidikan yang tidak selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik, akan menjadian mereka enggan dan malas belajar. Berkenaan dengan hal tersebut, Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
  1. Kelompok ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika sastra dan bahasa yang tersusun secara puitis (syair)
  2. Kelompok ilmu Naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
  3. Kelompok ilmu Aqli yaitu Ilmu-ilmu yang diperoleh manusia melalui kemampuan berpikir. Proses perolehan tersebut dilakukan melalui panca indra dan akal.
Ibun Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai dengan manfaat dan kepentingannya bagi peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu:
  1. Al-Quran dan Hadis
  2. Ulmu Al-Quran
  3. Ulum Al Hadis
  4. Usul al- Fiqih
  5. F i q i h
  6. Ilmu al- Kalam
  7. Ilmu al- Tasawuf
  8. Ilm Ta’bir al- Ru’ya
Menurutnya, Al-Quran adalah ilmu yang pertama kali harus diajarkan kepada anak. Al-Quran mengajarkan kepada anak tentang syari’at Islam yang dipegang teguh oleh para ahli agama dan dijunjung tinggi oleh setiap umat Islam55.
Disini kita melihat bahwa Ibnu Khaldun memulai pendidikan dengan ketat sekali, yaitu membentengi dan membina jiwa anak pertama dengan mengenal Al-Quran. Karena anak dalam usia pertumbuhan memerlukan pembinaan yang benar, karena jiwanya masih bersih belum terkena polusi. Jika anak sudah dibentuk dengan karakter yang kuat jiwa agamanya, dalam kondisi apapun tidak akan tergoda. Baik dalam Al-Quran dan hadis merupakan pedoman hidup muslim yang tidak ada intervensi, dia terjaga, ini yang perlu dipertahankan umat Islam.
Ilmu-ilmu naqli hanya ditujukan untuk dipelajari pemeluk Islam. Walaupun dalam memahaminya terkadang ada perbedaan, ini Cuma masalah interpretasi. Tetapi perbedaan itu tidak keluar dari substansi Syari’ah, dalam Islam eksistensi ilmu berfungsi meluruskan susuatu yang dianggap menyimpang, baik dalam kepentingan alam atau manusia, siapapun orang dan latar belakanga, sosial, agama, pendidikan atau jabatannya. Sehingga terbentuknya kehidupan yang dinamis.
Secara khusus, ilmu aqli dibagiinya kepada empat kelompok, yaitu:
  1. Ilmu Logika (Mantiq)
  2. Ilmu Fisika : termasuk didalamnya ilmu kedokteran dan ilmu Pertanian.
  3. Ilmu Metafisika (‘Ilm al- Ilahiyat)
  4. Ilmu Matematika termasuk didalamnya, ilmu Geografi, Aritmatika, dan Al-Jabar, Ilmu Musik, Ilmu Astronomi, dan Ilmu Nujum.
Mengenai ilmu nujum, Ibnu Khaldun menganggapnya sebagai ilmu yang fasid. Pandangannya ini didasarkan asumsi bahwa ilmu tersebut dapat dipergunakan untuk meramalkan segala kejadian sebelum terjadi atas dasar perbintangan. Hal ini merupakan sesuatu yang bathil dan berlawanan dengan ilmu tauhid yang menegaskan bahwa tak ada yang menciptakan dan menentukan kecuali atas kehendak dan Iradah Allah Swt. itu sendiri.
Menurut Ibnu Khaldun, mempelajari ilmu-ilmu aqli (rasio) dipandang sebagai sesuatu yang lumrah bagi manusia dan tidak hanya milik suatu agama. Ilmu-ilmu aqli dipelajari oleh senua penganut agama. Mereka sama-sama memenuhi syarat untuk mempelajari dan melakukan penelitian terhadap ilmu-ilmu aqli. Ilmu-ilmu ini telah dikenal manusia sejak peradaban dikenal oleh manusia di dunia ini. Ia menyebut bahwa ilmu-ilmu aqli merupakan ilmu-ilmu filsafat dan kearifan56.
Untuk dapat dipahami bahwa manusia melalui proses berpikir dan meneliti, akan mengalami perubahan dan kemajuan budayanya. Menuju ke arah sana tentu saja diperlukan ilmu aqli (rasio) sebagai medianya. Demikian besar manfaatnya untuk kehidupan manusia baik secara individu atau bermasyarakat.
Ibnu Khaldun berupaya menyusun ilmu-ilmu tersebut di atas berdasarkan urgensi dan faedahnya bagi peserta didik, yaitu:
  1. Ilmu Syari’ah dengan semua jenisnya
  2. Ilmu Filsafat (rasio); ilmu alam (fisika) dan ilmu ketuhanan (metafisika)
  3. Ilmu alat yang membantu ilmu agama ilmu bahasa Gramatika, dan sebagainya.
  4. Ilmu alat yang membantu ilmu Falsafah (rasio); ilmu mantiq, dan ushul Fiqih57.
Secara umum (global), keempat ilmu tersebut di atas kemudian dibagi oleh Ibnu Khaldun menjadi dua golongan yaitu (1) Ilmu-ilmu pokok (2) Ilmu-ilmu alat. Ilmu-ilmu syari’at dan filsafat berada dalam satu klasifikasi. Ibnu Khaldun menamakannya dengan ilmu-ilmu pokok (al- ulum al- maqsudah bi zatiha). Namun demikian, beliau lebih mengutamakan ilmu-ilmu syari’ah dari ilmu-ilmu filsafat karena merupakan asas dari ilmu-ilmu. Menurutnya, syari’ah dari dari Allah SWT. dengan perantaraan para Nabi. Manusia hendaknya menerima apa yang dibawa oleh para Nabi, melaksanakan dan mengikutinya untuk tercapainya kebahagiaan58.
Adapun golongan ketiga dan keempat, Ibnu Khaldun meletakkan pada klasifikasi alat. Dari ilmu tersebut Beliau mengutamakan mengamalkan ilmu syari’ah melalui ilmu alat. Dari sini pula kita bisa memahami Al-Quran dan Hadis dengan seperangkat bahasa arab dan cabangnya khusus nahwu, shorof, balaghoh, mantiq. Beliau menempatkan ilmu filsafat pada bagian posisi terakhir sebagai penunjang, dan alat pelengkap, tetapi bahasa arab dengan jenisnya pada setiap anak didik, menjadi keharusan untuk dipelajari.
Dari uraian singkat tentang Ibnu Khaldun tersebut di atas menampakkan kepada kita bahwa konsep- konsep pendidikan yang di kemukakan begitu elegen dan komprehensif dan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena semua berangkat dari tuntunan wahyu, akal sekedar mengiringi untuk memahami. Tetapi keduanya saling membutuhkan. Sebab dalam Al-Quran banyak sekali diperintahkan agar kita mempergunakan akal, pikiran, logika, jika tidak, susah bagi manusia mengembangkan dan menggali bumi dengan segala potensinya. Jadi kurikulum yang dicanangkan Ibnu Khaldun pada pendidikan bermodel Integratif. Sebab antara ilmu umum (sains), dan agama (syari’ah) dipadukan tanpa membedakan keduanya berjalan dengan serasi. Hendaknya umat Islam menerapkan konsep ini, karena tidak mungkin peradaban ilmu pengetahuan dapat dibangun kembali jika kita lari dari konsep pendidikan oleh Tokoh-tokoh Islam, ini semuanya sudah terbukti.

  1. Muhammad Natsir
  1. Riwayat Hidup Muhammad Nasir
Muhammad Nasir dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1908 di Alahan panjang, sebuah desa yang berhawa dingin terletak dalam daerah kabupaten Solok Provinsi Sumatera barat, anak ketiga dari empat bersaudara. Ayahnya bernama Idris Sutan Saripado, seorang juru tulis kontrolir di masa pemerintahan Belanda. Ibunya bernama Khodijah yang dikenal taat memegang nilai-nilai ajaran Islam59. Pendidikan yang ditempuh Muhammad Natsir di awali dengan menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat di Maninjau berbahasa melayu, lalu melanjutkan pendidikan formalnya di HIS (Hollandsch Inlandschs School) Adabiah, sekolah yang dikelola Haji Abdullah Ahmad yang mengacu pada sistem pendidikan belanda, tetapi dilengkapi dengan pelajaran agama Islam. Untuk meningkatkan pengetahuan keislaman beliau belajar agama di madrasah diniyah dan malamya belajar mengaji Al-Quran. Setelah selasai sekolah di HIS, lalu dilanjutkannya bersekolah di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dengan beasiswa, karena prestasinya yang istimewa. Beliau belajar bersama murid keturunan Belanda. 60
Ketika Beliau pada masa sekolah kecerdasannya melihat kondisi perkembangan pendidikan umat Islam sangat mengkhawatirkan, yaitu pola pendidikan barat sangat bertentangan dengan pribadinya sebagai seorang Muslim. Sebab bukan saja akan menimbulkan tidak simpatinya terhadap Islam, tetapi akan mendangkalkan kesadaran beragama siswa. Lebih dari itu akan menimbulkan antipati terhadap ajaran agama yang dianutnya. Ketajamannya dalam memahami persoalan agama terutama yang menyangkut urusan pendidikan dan da’wah Islam dipengaruhi oleh A. Hasan, seorang ulama dan cedikiawan yang luas ilmunya namun agak radikal, artinya tegas dalam berhadapan dengan hukum. Tokoh lain yang dapat membentuk keintelektual Muhammad Natsir ialah Haji Agus Salim. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Syafi’i Maarif bahwa tokoh Haji Agus Salim telah mewariskan banyak ilmu dan pemikiran kepada Muhammad Natsir. Seperti kejujuran, intelektualisme Islam, sikap percaya diri, kecakapan mengurus Negara, kesetiaan pada prinsip-prinsip perjuangan, kesederhanaan hidup dan rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap bangsa dan negara. Perpaduan pemikiran beliau antara pemahaman tekstual normatif dan bercorak kontesktual dan beorientasi ke masa depan. 61
Keterlibatan Natsir dalam dunia pendidikan dimulai sekitar tahun 1930 dengan mengadakan kursus, ternyata kegiatan ini berkembang dan berubah menjadi lembaga pendidikan Islam. Selama sepuluh tahun (1932-1942) jenjang pendidikan yang dirintis lengkap mulai dari taman kanak-kanak, HIS, MULO, Kweekschool. Beliau sempat terlibat pembangunan pendidikan Sekolah Tinggi Islam bersama Bung Hatta, A. Kahar Muzakir, inilah cikal bakal berdirinya UII sekarang. Dari sekian banyak kegiatan, pendidikan adalah menjadi tujuan dan cita-cita utamanya. Teruatama dalam pembaharuan pendidikan Islam. Tujuannya adalah mengangkat dan memberikan layanan pendidikan yang layak dan bermutu bagi umat Islam. Sehingga masa kejayaan Islam yang pernah diraih, lalu hilang dapat diraih kembali. Terutama umat Islam yang berada di republik ini.

  1. Pemikiran Pendidikan Muhammad Nasir
Dalam menelusuri pemahaman Muhammad Natsir dalam pendidikan terdapat tiga persoalan penting yang ingin dicermati yakni pertama, bagaimana hakekat manusia sebagai pelaku pendidikan. Kedua bagaimana hakekat pendidikan menurut Islam. Ketiga konsep nilai yang ingin direalisasikan dalam sistem pendidikan.
1). Manusia Sebagai Subyek Pendidikan
Mencermati hakekat manusia merupakan obyek pembahasan yang menarik dan tidak penah selesai dibicarakan dari priode klasik hingga kini. Manusia sebagai mahluk Allah Swt. yang penuh misteri dan unik. Sebab dalam dirinya menyatu dua aspek yaitu struktur fisik biologis dan aspek psikis ruhaniyah. Ini yang berkembang secara dinamis dan kreatif, seingga mampu merespon segala problematika hidup dan tuntutan perubahan yang terjadi62.
Jika kita mencoba memahami dua unsur tadi, nampaknya unsur fisik lebih dominan dalam kemampuannya mempungsikan panca indra, sehingga bisa berinteraksi dengan lingkungan. Ketika kondisi demikian manusia mampu merekayasa alam sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan manusia itu sendiri. ke arah yang lebih baik. Sedangkan aspek psikis ruhani manusia memiliki ruh, akal, hati, dhomir (hati nurani) dan nafsu. Akal yang diberi oleh Allah SWT. diperuntukan agar manusia dapat mengembangkan, berkreasi, berinovasi dan memaksimalkan bakat yang terdapat dalam diri manusia, sehingga dapat menggali dan memanpaatkan potensi alam dengan baik. Disinilah manusia perlu belajar, tanpa ilmu pengetahuan tidak mungkin mereka sukses. Jadi subyek pendidikan dipegang dan sekaligus manusia yang mengendalikan, mengatur, merencanakan, sistem, atau method, kerena semua itu menyangkut kebutuhan dan bersipat dinamis.
Disamping itu pada diri manusia terdapat ruh sebagai sumber kehidupan manusia, ruh tersebut Allah tiupkan ketika manusia sudah memulai kehidupan di alam rahim. Ruh dengan izin Al Khalik tidak mati, dia terus hidup. Dengan rohani inilah manusia mempunyai potensi apakah berbuat baik (taqwa) atau sebaliknya berbuat yang tidak baik (fujur). Sementara hati (al-qalb) berfungsi dapat merasakan keindahan, kebaikan. Jadi sebagai sumber dan central tingkah dan sepak terjang manusia, dari hatilah bisa terukur. Adapun dhomir merupakan daya murni dalam qalbu manusia yang dapat menentukan pilihan melakukan yang baik dan menjauhkan yang buruk, sebagai komponen hati. Karenanya ketika manusia melakukan perbaikan dan perubahan menuju hidup yang lebih bermakna menandakan bahwa komponen hati merupakan bagaian yang esensial dan integral untuk mencapai tujuan hidupnya. Apabila komponen- komponen tersebut diatas tidak terdapat dalam diri manusia, maka tidak mungkin manusia bisa menempatkan dirinya sebagai Khalifah fil ardh, dengan misi memakmurkan bumi.
Terkait dengan manusia sebagai pelaku pendidikan, menurut Muhammad Natsir keistimewaannya terletak pada potensi fitrah yang dianugrahkan Allah SWT. Oleh karena adanya interaksi dengan lingkungan manusia dihadapkan oleh dua alternative, yakni menjadi orang baik atau menjadi orang jahat. Disinilah peranan Wahyu, manusia di bimbing dan diarahkan agar tidak menyimpang. Pertautan antara berbagai potensi manusia dengan wahyu yang dinamakan Fitrah. Sebagai pelaku pendidikan, manusia mestinya mampu menumbuh kembangkan fitrahnya ke arah tujuan hidupnya yang hakiki sehingga menjadi hamba Allah yang ahsan baik secara jasmaniah maupun rohaniyahnya. Keduanya tidak mungkin bisa dicapai manusia jika tidak melalui proses pendidikan63. Disini terlihat bahwa manusia benar-benar sebagai pelaku langsung pendidikan, artinya maju dan mundurnya peradaban mereka, taqwa dan buruknya, bahagia dan tidaknya, mulia dan hinanya, tergantung sejauh mana pendidikan yang dijalani oleh manusia. Semakin bagus pendidikan umat Islam, harapan menjadi umat yang berkualitas semakin dekat.
2). Hakekat Pendidikan Dalam Islam
Pendidikan dalam Islam tidak mungkin memisahkan hahekat keberadaan manusia, sebab manusia itu sendiri sebagai aktivis pendidikan. Dalam memahami pemaknaan pendidikan, dalam Islam ada beberapa istilah yang lazim digunakan diantaranya adalah ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Namun demikian dalam implementasinya ketiga istilah itu memiliki spesifikasi berbeda sesuai dengan konteksnya masing-masing.
Kata ta’lim merupakan masdar dari kata ‘allama lebih banyak diartikan dengan pengajaran, jadi lebih mengarah pada trasformasi ilmu dan ketrampilan. Hal ini bila dilihat dari keberadaan manusia yang lahir tidak membawa ilmu dan tidak mengeri apa-apa, lalu Allah Swt. member potensi yang mampu pengaruh dari luar, diantaranya melalui pendidikan. Dengan begitu kata ta’lim dalam Islam pada konteks pendidikan bekonotasi pada pengembangan intelektual melalui proses bimbingan tarhadap ranah kognitif peserta didik64.
Sementara itu kata tarbiyah merupakan masdar dari rabba, yang berarti mengasuh, mendidik atau memelihara. Menurut Munir Mursy bisa bermakna mengasuh, bertanggungjawab, membesarkan, menumbuhkan, memproduksi, dan menjinakkan baik rohani atau jasmani. Sayid Kutub menambahkan makna tarbiyah dengan melakukan bimbingan terhadap pertumbuhan sikap mental peserta didik melalu pancaran nilai-nilai akhlak al-karimah65.
Pemaknaan tersebut diatas, jika diperhatikan adalah menggambarkan kepada kita bahwa Islam melakukan proses pendidikan dalam aspek yang luas. Sebab potensi yang ada dalam setiap anak berbeda, sehingga dipelukan aktualisasi yang benar, agar potensi beragama, intelektual, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya tidak salah dalam mengembangkannya. Sebab segala apa yang dimiliki oleh manusia baik berupa hak atau kewajiban harus berkonotasi pada ibadah, jika tidak maka pendidikan yang dirintis manusia kurang bermakna dan itulah bagian arti hakekat pendidikan dalam islam.
Salain itu kata ta’dib merupakan masdar dari kata addaba yang dapat diartikan sebagai proses mendidik dengan penekanannya lebih difokuskan pada pembinaan prilaku peserta didik, yakni pembentukan pribadi muslim berahlak mulia. Dengan demikian kata ta’dib lebih berorientasi pada proses tranformasi nilai-nilai sebagian inti dari pembentukan ranah afektif66.
Dari kata ta’lim, tarbiyah atau ta’dib memamg terdapat perbedaan, tetapi sebatas pada tinjauan bahasa. Namun secara substansif dan komprehensif tidak ada perbedaan yaitu perlunya tranformasi ilmu pengetahuan antar manusia sebagai salah satu tujuan penting dari pendidikan. Itulah yang selalu didengungkan oleh Islam secara normatif untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena begitu penting dan urgensinya pendidikan, islam melalui Al-Quran dan Hadis banyak sekali mengutarakan dan mensosialisasikan pencarian ilmu kepada manusia. Islam sangat memperhatikan hidup kesimbangan, tidak bisa kita mengejar dunia saja, lalu melupakan akhirat. Atau sebaliknya cuma mencari akhirat tetapi melupakan dunia. Demikian juga dalam dunia pendidikan, tidak boleh berkembang pemikiran dikotomi ilmu, karena disamping memang untuk membangun kehidupan seimbang dibutuhkan perpaduan ilmu agama dan umum (syari’ah-sains) disamping itu potensi yang ada dalam manusia berbeda, semua itu perlu dioptimalkan. Karena tujuan inti dari pendidikan adalah terletak pada upaya menumbuh kembangkan potensi. Sedangkan hasil yang ingin dicapai adalah terbentuknya manusia yang memiliki integritas pribadi utuh dan dapat memberikan kehidupan yang bermakna67.
Kewajiban mencari ilmu dalam Islam tidak terbatas pada ilmu agama, atau ilmu keislaman saja, tetapi mencakup semua ilmu yang dapat mendatangkan manfaat, termasuk ilmu umum baik secara akademis atau keahlian professional. Kemajuan umat baru bisa dicapai ketika kita mengusai ilmu secara komprehensif (kaffah). Karena antara ilmu umum dan agama saling melengkapi, keduanya diperlukan. Kita tidak mungkin meraih kemenangan dan meraih peradaban dunia jika masih berpola pikir tidak seimbang.
Menurut Muhammad Natsir, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara sistimatis dan komprehensif, diperlukan corak lembaga pendidikan yang lebih variatif, bisa berbentuk lembaga pendidikan keagamaan dan dapat pula berbentuk lembaga pendidikan umum. Bagi lembaga keagamaan idealnya beorientasi pada pembinaan liyatafaqqahu fi al-addin (Ulama) yakni orang yang benar-benar memahami persoalan seluk beluk keagamaan dan dilengkapi pula kemampuan dasar pengetahuan umum sebatas kebutuhan individual. Sedangkan bagi lembaga pendidikan umum mestinya dapat menghasilkan ulul albab (intelektual) yang mampu membuktikan bahwa ciptaan Allah SWT. tidak ada yang sia-sia bagi manusia. Namun harus pula melengkapinya dengan ilmu keagamaan, sehingga dapat menerapkan nilai-nilai akhlaq al-karimah dalam sikap dan tindakannya68.
Konsep pendidikan menurut Muhammad Natsir tersebut membuktikan bahwa untuk melahirkan ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama diperlukan lembaga pendidikan yang mampu mengakomodir kebutuhan itu. Dengan kata lain pendidikan Integratif merupakan pilihan pinal bagi umat Islam Indonesia. Apalagi kemajuan teknologi begitu pesat berkembang, jika ini tidak dibarengi dengan kemampuan ilmu peengetahuan yang komprehensif sudah hampir pasti kita menjadi obyek orang lain,. baik dalam ekonomi, politik, hukum, budaya dan tidak menutup kemungkinan akidah kita terancam, sebab kita dalam kendali orang lain yang keyakinannya berbeda. Sekarang apa yang menjadi kekhawatiran kita tersebut diatas sebenarnya sudah menggejala, coba lihat kemajuan teknologi didang komonikasi, model pakaian, pola hidup, pergaulan, hidup beragama, pola makan, minum, bahkan cara-cara berpolitik pun sudah banyak mengikuti pola-pola barat yang cuma mengedepankan kepuasan jasmani, mengesampingkan kebutuhan rohani. Hal ini tidak lain karena kita sudah tertinggal dengan orang non-muslim. Dalam ilmu pengetahuan kita beranggapan apa yang datang dari dunia barat baik dan modern, padahal belum tentu benar, ini akibatnya karena kita di bawah bayang-bayang mereka.
3). Sistem Nilai Dalam Pendidikan Islam.
Dalam bahasa Inggris nilai disebut dengan value yang berarti harga yang bersipat abstrak. Sedangkan pemaknaan secara terminologis nilai mengandung banyak arti sesuai dengan fokus permasalahan yang ingin dibahas. Berkait dengan pendidikan, menurut Sidi Gazalba, setiap aktivitas idealnya mengandung niai. Nilai bukanlah sesuatu yang statis, melainkan berkembang seiring dengan tuntutan kebutuhan sebuah komonitas, malahan nilai sesuatu akan berbeda dengan tingkat peradaban suatu bangsa. Dengan kata lain nilai sesuatu akan dibatasi oleh ruang dan waktu. Seiring dengan perkembangan peradaban suatu masyarakat, maka sudah tentu nilai-nilai juga ikut berkembang. Untuk dapat menumbuh kembangkan nilai-nilai dimaksud, diperlukan bimbingan secara sistimatis dan komprehensif melalui proses pendidikan. Demikian pula sebaliknya, suatu proses pedidikan yang tidak mengandung nilai, maka pendidikan tersebut akan melahirkan orang-orang pinter yang didak memiliki kedisiplinan diri sehingga mudah terjerumus pada perbuatan tercela69. Aktivitas yang dilakukan oleh manusia jika tidak disertakan dengan nilai sudah pasti menghasilkan sesuatu yang tidak maksimal. Demikian juga jika tanpa nilai bisa jadi hasilnya jauh dari harapan. Sebab antara akhlaq, etika, dan moral merupakan aspek nilai yang memiliki unsur persamaan, yakni sama-sama berorientasi pada sikap dan tingkah laku manusia, sedangkan perebedaannya terletak pada konteks dan ukuran kebenaran yang dipergunkan. Akhlaq sebagai sikap rohani dalam Islam, menjadikan norma wahyu sebagai parameter dalam mengukur kebenarannya, etika lebih berorientasi pada ilmu yang berkait dengan tingkah laku manusia dan ukuran kebenarannya bersandrakan pada logika, sedangkan moral merupakan prilaku praktis yang berdasarkan pada aturan-aturan dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.
Dapatlah bisa dipahami penidikan yang bersipat dinamis sudah pasti harus memperhatikan aspek-aspek tersebut. Sebab manusia sebagai pelaku langsung pendidik atau selaku yang menerima pendidikan akan menghadapi masalah yang serius, paling tidak keberadaannya tidak mendapat respon, dukungan dan simpati dari masyarakat. Jika ini yang dihadapi, konsep apapun yang ditawarkan akan mengalami kegagalan total. Dari manalagi kita akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang akan membangun peradaban keilmuan Islam, negara ini sampai sekarang masalah SDM masih menjadi masalah serius, artinya ini menjadi persoalan umat Islam di republik tercinta, karena kita memang mayoritas salah satu problem serius yang dihadapi oleh masyarakat atau negara ini adalah masalah sumber daya manusia. Problem ini bukan hanya menimpa dunia politik, budaya, agama, tetapi juga pendidikan. Banyak masalah di dunia pendidikan yang berhubungan dengan masalah kondisi sumber daya manusia. Ketika masyarakat di negara-negara maju memperbincangkan masalah peningkatan peradabannya, masyarakat atau Negara ini masih sibuk mengurus upaya membenahi sektor sumber daya manusia70. Seperti yang diugkapkan Muhammad Natsir, Ibnu Sina, dan Ibnu Khaldun konsep pendidikan yang mereka tawarkan adalah model pendidikan Integratif, yaitu mambangun peradaban keilmuan manusia khususnya umat Islam yang matang Iman dan imtaqnya, ilmu syari’ah dan sains. Jadi menuju pembentukan sumber daya manusia yang komprehansif jasmani dan rohani. Masa kedepan diperlukan manusia yang integral, sebab majunya teknologi tidak melihat keberadaan manuisa sebagai pelaku kehidupan dan pemakai teknologi. Umat manusia sekarang menghadapi tragedi kultur, yang mengancam kehancuran masa depannya, dan di antara penyebab utamanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, yang tanpa dibungkus oleh oleh kekuatan moral dan agama. Kemajuan Iptek lebih didayagunakan untuk tujuan-tujuan militer, dan kemajuan-kemajuan yang tidak bertanggungjawab, yang mengancam masa depan bumi dan seluruh macam kehidupannya, wajah bumi menjadi berubah gara-gara kemajuan Iptek yang tidak terkendali, dan lingkungan hidup sangat menyedihkan akibat perbuatan manusia yang merusaknya. Sekarang terasa pentingnya diadakan hubungan kerjasama antara Akal dan Iman menghadapi kekonyolan dan kegilaan bunuh diri yang akan menenggelamkan kemanusiaan71. Banyak manusia sukses dengan teknologi canggihny hampir mengusai dunia, namun tidak dibarengi dengan kedekatan ibadah yang maksimal, tidak ada keseimbangan dalam diri. Sehingga kemajuan tersebut membawa dampak negatif, bukan kemakmuran sebagaimana yang diinginkan Islam. Pemikiran terhadap masalah pendidikan sumber daya manusia tersebut sejalan dengan pemikiran pemikir muslim kenamaan al-Ghazali. Beliau merupakan salah satu ulama yang serius memikirkan masalah-masalah pendidikan. Al Ghazalai merupakan figur yang dapat dijadikan acuan keteladanan dalam dunia pendidikan, kerena Beliau mempunyai perhatian khusus terhadap masalah pengembangan sumber daya manusia yang berpangkal pada masalah pendidikan moral. Artinya dalam menjalankan tugas kekhalifaan di muka bumi, manusia harus terdidik secara moral supaya peran yang dilakukan benar-benar sejalan dengan ajaran Ilahi, dan bukan mengikuti segala kemauan yang mengarah pada perusakan dan kehancuran72.
Keadaan dan kondisi umat Islam sekarang ini, hampir diserang oleh berbagai kemunduran banyak persoalan, mulai ekonomi, hukum, sosial, politik, kepemimpinan tidak terkecuali Pendidikan. Semua itu terjadi bersumber pada penyelenggaraan pendidikan yang belum benar, baik manajemen, metode, sistem khususnya pada kurikulum. Dengan demikian jika umat Islam kembali kepada Pendidikan multi kompleks, komprehensif, atau Pendidikan Integrarif yang pernah dirintis oleh para pemikir pendidikan Islam kita baik local atau manca negara, keberhasilan itu dapat terulang lagi seperti sekian abad yang lalu. Nampaknya hal ini mulai sudah disadari oleh para cendikiawan muslim terutama yang berada di dunia Pendidikan Tinggi, contohnya berubahnya IAIN menjadi UIN atau banyaknya bermunculan Universitas Islam menandakan kebangkitan Pendidikan Integratif.
Ke tiga tokoh tersebut diatas mempunyai karakter pemikiran pendidikan tersendiri, atau ada persamaan dan perbedaannya. Ibnu Sina lebih penitik beratkan pada pemberdayaan potensi akal dan bakat manusia, mental dan spritual.Disamping itu pemberian pelajaran kepada anak didik dibagi dalam tiga pase yaitu usia 3-5 tahun olah raga, seni dan budi pekerti, 6-14 tahun belajar Al Qur’an dan urusan agama, sementara 16 tahun keatas pengarahan pada sesuai dengat potensi dan bakat.
Ibnu Khaldun mengarahkan potensi akal dan peningkatan pemikiran sehingga terbentuk kemampuan jasmani dan rohani yang optimal, trampil,zikir, dan ibadah.Jadi ilmu yang terpadu yaitu ilmu Lisan seperti bahasa dan retorika, ilmu Naqli seperti Al Qur’an, Sunnah, fiqih,Tauhid dan ilmu aqli Fisika,matematika,kedokteran astronomi filsafat.Sementara Muhammas Nasir manusia sebagai subyek pendidikan perlu belajar mengembangkan intelektualnya yang ada pada fisik biologisnya atau fisik rohaniyahnya sehingga berkembang baik, karenanya dibutuhkan orang lain sebagai pengajarnya. Itulah perbedaannya.Sementara persamaannnya adalah ke tiga tokoh tersebut sepakat mengembangkan semua potensi intelektual dan spritual, sains- syari’ah yang ada dalam manusia secara seimbang, tidak ada dikotomi dalam mempelajari ilmu,baik ilmu agama atau ilmu umum sama dibutuhkan, keduanya saling mengisi.

  1. Pro – Kontra Tokoh Pendidikan
Dalam kehidupan dunia ini memang diciptakan saling berpasangan. Laki dengan wanita, siang dengan malam, hidup dengan mati dan seterusnya. Demikian juga dalam dunia pendidikan hal itu tejadi. Seperti berubahnya Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negri (UIN) telah terjadi ragam pendapat dan tanggapan di antara para tokoh dan cendikian muslim, ada yang mendukung dan tidak kecil juga yang menolak. Keduanya mempunyai alasan dan argumentasi yang bisa dipertimbangkan. Sehingga mendapat perhatian luas dari masyarakat Islam dari berbagai profesi. Terutama dari para tokoh Islam. Salah satu solusi yang diambil untuk mencari penyelesaian adalah dengan mendengarkan para tokoh pendidikan dan cendikiawan muslim serta menyertakan juga para praktisi hukum dan poitik, sebab suaranya juga dibutuhkan dari aspek legalitas penyelenggaraan pendidikan. Diskusi pertama diadakan yang diprakarsai Yayasan Swarna Bumi, Harian Republika serta pihak IAIN sendiri, berlangsung pada tanggal 23 Desember 1995, di pusat kajian Islam dan Masyarakat.
Diantara tokoh yang melontarkan ide tersebut adalah Rektor IAIN Prof. Dr. Harun Nasuition, barang kali ini bisa dipahami, mengingat pengalamannya selama sebelas tahun (1973-1984) menjadi pejabat rektor Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta. Telah banyak melihat berbagai kelemahan IAIN bila tetap berupa Institut. Kerananya beliau mengusulkan agara terjadi perubahan status dari Institut menjadi Universitas73. Jalan atau ide ini tidak mulus kerena terbentur masalah kukum yaitu dengan pihak Depdikbud yang membawahi Universitas. Persoalan teknis dan yang menyangkut birokrasi ini kemudian diserahkan kepada menteri agama yang dijabat pada saat itu oleh Tarmizi Taher. Katanya sudah tidak saatnya lagi bagi IAIN tetap dalam bentuknya selama ini, jadi perlu diubah menjadi Universitas. Setelah mengalami jalan panjang ide dan gagasan ini menjadi kenyataan. Namun demikian terjadinya perubahan iAIN menjadi Universitas mengalami tantangan dan pro-kontra yang cukup hangat dikalangan para tokoh pendidikan, Ormas Islam, Cendikiawan Islam serta dari berbagai tokoh lainnya diantaranya ialah Rektor IAIN Prof. Dr. Harun Nasution termasuk orang yang sangat setuju dan pro terjadinya perubahan tersebut, masa sekarang ini kita diperlukan bukan hanya sarjana-sarjana yang mengetahui ilmu agama, tetapi juga ilmu umum. Harus diakui memang hal seperti ini tidak mudah, tidak banyak orang yang mengusai keduanya secara mumpuni. Hanya mereka yang jenius saja yang bisa melakukannya. Tetapi prinsipnya kita berupaya untuk mencetak Sarjana-sarjana Agama yang tidak asing dengan ilmu umum. Karenanya pada UIN nanti akan terdapat fakultas-fakultas umum selain fakultas-fakultas agama yang sudah ada selama ini. Ini bukanlah sesuatu yang mustahil kita lakukan. Sejarah membuktikan, sarjana-sarjana muslim dimasa lampau mengusai ilmu-ilmu agama dan sekaligus ilmu-ilmu umum, bahkan mengusai filsafat, contoh yang jelas itu adalah Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd dan lain-lain, mereka mengusai ilmu syari’ah tetapi sekaligus dokter, ekonom, filosof, dan ahli ilmu-ilmu eksakta. Kalau mereka masa lampau mampu menghasilkan tokoh-tokoh seperti itu, kenapa kita tidak mampu menghasilkannya.
Masih menurut Prof. Dr. Harun Nasution Walaupun UIN memuka fakultas umum, sudah pasti berbeda dengan Pendidikan Tinggi Umum lainnya yang mengajarkan ilmu pengetahuan barat yang sekuler, tidak dikaitkan dengan Agama, terutama tidak dikaitkan dengan Tuhan. Universitas Islam Negri semua ilmu-ilmu sains dikaikan dengan Tuhan, jadi yang dipakai adalah berangkat dari konsep Al-Quran dan Sunnah Rasul. Contohnya kenapa hujan turun, bukan hukum alam mengatur begitu, tetapi kita katakan karena sunatullah demikian, semua atas iradah dan kehendak-Nya. Allah sudah mengatur dan menetapkan sebelum sesuatu terjadi. Kemudian kacamata sains yang berangkat dari ilmu eksakta melihatnya seperti apa, keduanya bertemu dengan tanpa pertentangan. Ini baru bisa dipahmami secara utuh ketika pada diri seorang ilmuan perpaduan yang baik antara ilmu agama dan sains. Kita akan merekrut tenaga-tenaga pengajar (Dosen) yang tidak lagi menggunakan istilah –istilah barat yang sekuler, tetapi kita ganti dengan istilah-istilah Islam. Dengan demikian, ini cocok dengan akidah keimanan. Kita akan merubah filsafat sains barat yang sekuler menjadi filsafat sains yang bersumber dari Islam. Inilah yang dikembangkan oleh ulama-ulama yang mendalami sains. Kemudian berkembanglah Islam hingga Andalusia, Spanyol, dan oleh orang barat diambil dan dibawa ke eropah, lalu berkembanglah di eropa pemikiran rasional dan sains. Mereka tidak mampu memadukan agama dengan sains, sehingga sains berjalan dengan sekuler. Dengan Pendidikan tingkat tinggi Integratif, UIN bersama universitas Islam lainnya akan berjuang mengembalikan tujuan pendidikan Islam sebenarnya menuju manusia yang utuh lahir dan bathin. Sekarang sudah saatnya meluruskan pungsi ilmu, tidak lagi ada dikotomi dalam umat Islam jika kita menginginkan kembalinya kejayaan peradaban Islam masa lalu74.
Selain Prof. Dr. Harun Nasution atau Dr. Tarmizi Taher mantan Menag yang mendukug berubahnya IAIN menjadi UIN ialah salah seorang Tokoh wanita Indonesia yang bergerak di bidang da’wah dan pendidikan yakni Dr. Hj. Tuty Alawiyah. Menurut beliau sudah sepantasnya IAIN berubah menjadi UIN. Selama ini di IAIN yang ada hanya fakultas-fakultas ilmu agama yang mengatur persoalan-persoalan ibadah, syari’ah, ushuluddin, dan sebagainya. Dalam kondisi dunia penuh tantangan di masa depan, menurut saya, perubahan tersebut sudah sepantasnya dilakukan. Hanya saja dalam teknisnya, perlu ada proses pengalihan yang memadai. Itu melalui kesiapan perangkat SDM, kurikulum, perpustakaan, dosen, dan sebagainya sehingga menjadi Universitas Islam Negri yang berwibawa. Selama ini minat masyarakat terhadap IAIN masih cukup tinggi walaupun fakultas yang dimiliki masih terbatas pada fakulas agama. Dengan adanya perubahan tersebut, yang berarti menambah fakultas umum, maka minat masyarakat untuk berkuliah di UIN semakin tinggi dan luas.
Contoh yang nyata dalam masalah ini tampak dari Universitas Islam Antar-Bangsa di Kuala Lumpur yang tidak hanya memiliki Fakultas Agama saja, namun juga fakultas umum yang terintegrasi. Dahulu orang Malaysia jika hendak belajar datang ke Indonesia, namun dengan kehadiran Universitas Islam Antar-Bangsa, maka mereka tidak perlu datang belajar ke Indonesia, bahkan banyak orang kita yang datang untuk belajar kesana. Saya percaya jika UIN akan menjadi Universitas terkemuka karena sejajar dengan Universitas Islam di luar negri, yang sebelumnya masih berada di bawah standar. Sehingga para alumninya yang akan lebih berkualitas dan lebih mampu untuk bersaing di masyarakat dengan Universiats Negeri lainnya75.
Menurut Prof. Dr. H. Din Syamsuddin saya kira gagasan merubah IAIN menjadi UIN merupakan pemikiran sangat baik, sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu adanya intergrasi antara ilmu umum dan ilmu agama. Dalam Islam sebenarnya tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan agama Islam dengan ilmu umum. Oleh karena itu, adanya lembaga yang mengintegrasikan ilmu agama dan umum itu merupakan suatu kebutuhan dewasa ini. Selama ini, sebenarnya sudah dilakukan integrasi ilmu pengetahuan umum dengan ilmu agama cuma dalam skala kecil dan terbatas. , yaitu dengan diajarkannya ilmu sekuler. Gagasan pendirian UIN ini saya pikir merupakan pengembangan lanjut dari apa yang telah dilaksanakan selama ini. Gagasan pendirian UIN tidak bebrati sama dengan apa yang telah dilakukan oleh Uiversitas Islam swasta lainnya. Karena apa yang dilakukan oleh UIN merupakan integrasi nilai nilai Islam atau etika Islam ke dalam ilmu pengetahuan. Tidak hanya semata melakukan pembagian definisi fakultas tanpa ada perubahan. Pendirian UIN merupakan respon dan antisipasi terhadap modrenisasi, sehingga lembaga pendidikan agama mampu menampilkan peran profetik dan akademik sekaligus76.
Pendapat para tokoh pendidikan dan cendikian muslim tersebut di atas tentu saja tidak asal mereka ucapkan, namun mempunyai argumentasi yang kuat. Pendidikan yang terjadi pada bangsa ini, terutama di tingkat pendidikan tinggi termasuk pendidikan tinggi Islam masih tinggi ilmu pengetahuan sekuler masuk dan diserap oleh para mahasiswa muslim. Tentu saja hal ini sangat berbahaya, kerena karakter yang dibangun pada seorang mahasiswa akan mempengaruhi pola pikir dan sikap hidupnya kelak di masyarakat. Coba kita lihat para pejabat, konglomerat, politisi, ekonom, dokter serta status sosial lainnya mereka hidup sudah jauh dari nilai-nilai keislaman, padahal mereka sebagai seorang muslim. Kebijakan dan pola hidup yang ditampilkan bukan membela dan menghidupkan kebutuhan umat Islam, tetapi sebaliknya merugikan bahkan menjatuhkan. Jika kita kembali kepada konsep dan ajaran Islam hampir seluruh masalah dapat teratasi. Pada saat ini dunia Islam dilanda berbagai macam krisis yang sudah mencapai stadium tinggi. Seperti masalah kemiskinan, pendidikan, perekonomian, hukum, Ham, politik, kesehatan, semua itu penyebab yang utama adalah sudah lunturnya rasa ghirah dan kepedulian kita terhadap agama. Kenapa, karena dunia pendidikan kita terutama pada tingkat pendidikan tinggi yang mengorbitkan para teknokrat dan pemikirnya tertinggal jauh. Dari sisi akademis, dari sisi pembentukan karakter keislaman sudah melenceng dari ajaran Islam yang sebenarnya. Salah satunya adalah masuknya ilmu pengetahuan yang sekuler dalam proses pendidikan. Menurut Faruqi, berbagai konsep ilmu yang ada di barat dan diajarkan di dunia islam sangat bertentangan dengan ajaran Islam, terutama akidah tauhid. Beliau menunjuk ilmu pengetahuan yang ada di barat menafikan keberadaan Allah SWT. dalam peranannya sebagai sang pencipta utama. Karenanya menurut Faruqi, dunia pendidikan di negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam harus melakukan dekonstruksi bangunan ilmu yang diajarkan. Konsep-konsep ilmu pun harus mengalami peneyesuaian dengan nilai-nilai Islam, sehingga keracunan hubungan antara ilmu pengetahuan umum (Sains) dan agama (Syari’ah) tidak terjadi.
Ilmu pengetahuan sebenarnya berispat netral, demikian juga teknologi. Jadi tergantung siapa penggunanya. Dalam konteks pendidikan Islam agar ilmu itu menjadi mitra dalam membangun agama dan umatnya maka diperlukan pendidikan yang mampu mengantisipasi dan mengakomidasi kebutuhan keduanya. Demikian apa yang telah dilakukan oleh tokoh-tokoh besar ilmu pengetahuan dalam Islam, Para sarjana muslim tersebut mampu mengubah ilmu pengetahuan sekuler menjadi ilmu pengetahuan islami, ilmu pengetahuan yang sarat dengan nilai ketuhanan yang tidak menyimpang dari nilai-nilai ketauhidan. Sehingga disini yang menjadi ukuran dan pembentukan ilmu adalah faktor manusianya. Semakin jelas bahwa pendidikan yang salah membentuk para alumninya akan mengkibatkan dampak yang besar.
Jika diatas kita sudah memaparkan mereka yang pro dan sependapat dengan perubahan status IAIN menjadi UIN dengan berbagai dalih dan alasan yang cukup argumentatif. Bagaimana pendapat dan alasan mereka yang tidak sependapat dengan perubahan tersebut, diantaranya KH. Ma’ruf Amin sebagai Rois Syuriah PBNU yang mempunyai pengaruh besar karena konsep dan pandangan beliau tentang dunia Islam termasuk pendidikan. Saya kurang sependapat bila IAIN menjadi Universitas Islam Negeri. Menurut saya, sebaiknya IAIN tetap konsisten kepada pendidikan khusus masalah agama. IAIN lebih baik memfokuskan pada masalah-masalah agama dan tetap menghasilkan orang-orang khusus mengkaji masalah pendidikan, syari’ah, dan dak’wah. Ini penting, karena produk-produknya selama ini masih belum memadai. Kalau ada angapan IAIN diubah untuk menghilangkan dikotomi ilmu agama dan ilmu umum, saya kira tidak tepat. Lulusan ITB banyak yang saya lihat Islami dalam berpikirnya. Demikian juga lulusan kedokteran atau teknik.
Sesungguhnya, arti ilmu-ilmu agama itu jelas berbeda dengan ilmu-ilmu yang bermakna teknologi. Kalau memang hendak diarahkan seluruh ilmu-ilmu yang diajarkan pada perguruan tinggi umum kepada ilmu yang islami, kenapa tidak diminta seluruh perguruan untuk mengarahkannya ke sana. Atau kalau tidak, dosen-dosennya dibekali dengan perangkat-perangkat yang menjadikan ilmu itu islami. Toh, nantinya para mahasiswa akan bisa memahami ilmu-ilmu yang sudah diarahkan tersebut. Pernyataan saya tidak bermaksud menentang rencana perubahan. Saya juga tidak mempermasalahkan IAIN diperlebar ruang lingkupnya sehingga memiliki fakultas-fakultas umum. Tetapi, ada satu pertanyaan yang belum terjawab menyangkut IAIN selama ini. Apakah tugas IAIN yang dibebankannya sudah tercapai. Tugas utama itu adalah untuk mencetak sarjana-sarjana agama yang berkualitas, yang handal bagi peningkatan kualitas kehidupan beragama umat ini. Dalam pengamatan saya, kiprah IAIN dalam dunia pendidikan tinggi islam masih harus ditingkatkan. Umat ini memiliki tuntutan lebih kepada tamatan IAIN dari apa yang sudah dihasilkan selama ini. Ada kesan, tamatan IAIN belum memenuhi tuntutan yang diharapkan. Contoh nyata saja, masih tamatan IAIN yang tidak bisa berbahasa arab atau mengusai kitab-kitab kuning. Memang, banyak alumni pesantren yang masuk dan belajar di IAIN, tetapi tetap saja yang tidak berbahasa arab lebih banyak jumlahnya. IAIN sekarang ini belum menata diri secara baik. Karenanya, pembenahan yang harus dilakukan adalah menata seluruh perangkat pendidikannya mulai perbaikan kualitas dosen hingga peninjauan ulang kurikulum yang dipakai. Dengan demikian misi utama IAIN sebagai penghasil sarjana agama tetap terjaga dan semakin meningkat kualitasnya. Ini penting, karena di masa depan kebutuhan tentang sarjana agama akan semakin meningkat77.
Mantan menteri Agama Prof. Dr. Munawir Sazali pernah mengatakan tentang wacana perubahan ini. Bagi saya tujuan utama pendirian IAIN adalah menciptakan sarjana agama. Untuk itu, fakultas yang ada semuanya menyangkut agama mulai dari ushuluddin, syari’ah, dak’wah, tarbiyah dan adab. Karena itu, ketika saya mendengar adanya rencana perubahan IAIN, maka saya tidak tahu arah perubahan tersebut kalau mau dijadikan universitas seperti umumnya universitas islam yang ada, maka kenyataanya menunjukkan tidak ada bedanya dengan kondisi perguruan tinggi tersebut. Sebut misalnya, Universitas Muhamadiyah. Dari sekian banyak fakultas yang dimiliki, tetap saja fakultas agama cuma satu, lainnya adalah fakultas umum. Bila alasan itu adalah islamisasi ilmu, maka saya termasuk orang yang beranggapan ilmu itu bersipat netral. Karenanya tidak perlu islamisasi, ilmu itu bergantung kepada siapa penggunanya. Karenanya saya tidak yakin dengan adanya perubahan IAIN, kualitas outputnya juga semakin baik. Kemudian apakah mampu mempertahankan ilmuan-ilmuan agama secara baik, demikian pula bagaimana dengan dosen-dosen agama yang ada, dikemanakan mereka dengan perubahan tersebut. Terus terang kualitas mahasiswa IAIN masih belum memadai dan alumninya belum mencukupi untuk mengusai ilmu yang dipeljarinya.. Jadi yang diperlukan adalah pembenahan pengajarannya78.
Demikian juga Dr. H. M. Atho Mudzhar Pjs Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta merasa keberatan jika terjadi perubahan tersebut terjadi. Jika ide dasarnya adalah untuk mengaitkan ilmu-ilmu agama dengan iptek atau sebaliknya, maka tidak harus dilakukan dengan cara perubahan menjadi universitas. Yang diharapkan masyarakat adalah isinya bukan kulitnya. Untuk perubahan itu, selain diperlukan berbagai persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan sumber daya manusia, juga perlu pemilihan bidang study yang sesuai. Jika untuk mengkaitkan agama dengan iptek, atau sebaliknya bisa dengan cara memasukkan kurikulum iptek pada kurikulum IAIN, baik dalam muatan lokal, nasional, maupun kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler. Kedua dengan meningkatkan penelitian-penelitian agama tetapi terus lebih jauh dikembangkan kepada penelian yang ada kaitannya dengan iptek (Interdisipliner) ketiga mengembangkan pusat-pusat studi yang bertujuan meningkatkan mutu belajar mengajar, sehingga dosen tidak hanya megenal dunianya saja, tetapi juga mengenal dunia yang lain. Jelasnya tidak perlu mengubah IAIN menjadi Universitas. Masih ada cara lain yang bisa ditempuh, kalaupun terpaksa dilakukan, harus melalui kajian mendalam dengan melibatkan banyak pakar pendidikan, baik umum atau agama79
Kekhawatiran mereka yang tidak sependapat dengan perubahan itu, juga dapat dipahami tujuannya adalah mempertahankan eksistensi iAIN di masyarakat dari sisi akademis ataupun dari keterwakilan umat islam dalam mempersiapkan kader-kader Intektual islam di masa mendatang murni dengan menguasi ilmu keagamaan. Kekhawatiran juga akan terjadinya upaya meminggirkan fakultas agama, menghilangkan peran IAIN sebagai pencetak intelektual muslim yang handal. Jika yang pro mengatakan akan tetap meperthankan nilai-nilai keislaman terhadap mahasiswanya dengan mendalami dan mengintegrasikan dalam kurikulum, tetap saja hasilnya berbeda dengan yang memang kurikulumnya di buat untuk sarjana agama. Apalagi sifatnya sebatas usaha, sehingga keterkaitan itu putus di tengah jalan sangatlah memungkinkan. Jika dilihat kisaran persentasenya antara yang pro dan yang kontra terjadinya perubahan IAIN menjadi UIN, memang lebih banyak pro dan setuju serta mendukung. Ini menandakan adanya keinginan kuat dari para cerdik-pandai kita untuk mengembalikan kejayaan umat islam dalam peradaban ilmu pengetahuan. Waktu yang kita butuhkan cukup lama, tetapi harapan itu sudah ada karena kita sudah mulai melangkah. Apalagi langkah ini diikuti oleh IAIN lainnya. Langkah ini tentu mendapat tantangan, namun lambat laun akan terjadi kesamaan persepsi dan hilangnya perbedaan pendapat dan cara pandang dalam mempersiapkan sarjana yang ilmuwan, atau ilmuwan yang agamis. Kemajuan teknologi tumbuh seperti air, alirannya segitu deras, siapa yang tidak mampu mengantisipasi dengan mempersiapkan SDM yang komprehensif dengan tingkat kompetensi tinggi, bukan saja tertinggal dan terus menjadi umat yang tidak diperhitungkan, namun yang paling menghawatirkan generasi muda islam tidak lagi memiliki ghirah dan kecintaan terhadap agama. Mereka lebih senang dan konsen dengan umat lain. Gejala ini sudah terlihat pada banyaknya generasi muda islam yang kuliah dan menjadi sarjana bukan dari pendidikan tinggi islam. Mestinya kejadian ini bisa diantisipasi dan terdeteksi sejak dini yaitu dengan membuat pendidikan tinggi yang integratif. Inilah mungkin jawaban yang diberikan para tokoh intelektual muslim dengan merubah stutus Institut menjadi Universitas. Dengan fakultas yang lebih banyak dan pariatif diharapkan genersi muda islam lebih tertarik dan terpanggil untuk berkuliah di sisini. Apalagi sekarang masyarakat kita sudah mulai bergeser cara berpikirnya tentang Islam. Ada kemaun besar untuk memperjuangkannya. Peroalan yang mendasar adalah sejauh mana atau bagaimana kita mampu mengakomodir kemaun mereka. Dalam membangun pendidikan yang baik, pemerintah tidak bisa tinggal diam, tetapi harus ikut dan berpatsipasi aktif. Alasannya adalah dasar Negara kita sudah mengamanahakan begitu. Baik lewat Sisdiknas, Undang-undang dasar, atau pancasila sebagai ideologi bernegara, yaitu menghendaki warganya menjadi manusia sehat jasmani dan rohaninya. Bukan saja matang nilai keagamaannya, tetapi nilai sainsnya juga tidak kalah. Untuk menjaga terjelmanya keinginan diatas maka munculah Surat Keputusan Tiga Mentri (SKB) yang tujuannya adalah memberi kesempatan kepada lulusan umum untuk memperdalam agama, atau sebaliknya lulusan agama untuk memperdalam ilmu umum. Tentang nilai ijazahnya pun secara intrinsik tidak berbeda, baik dalam pekerjaan atau melanjutkan ke Pendidikan tinggi.
Pro dan kontra dalam masalah pendidikan tinggi integratif, sebaiknya jangan dijadkan alasan kita ragu mengambil sikap. Seharusnya menjadi cambuk untuk membuktikan kebenaran argumentasi kita, apalagi kita mampu menempatkan pendapat yang kontra, tentunya ini sangat elegen sebagai cendikiawan muslim, bahwa apa yang menjadi pilihan dalam pendidikan integratif didasari oleh keinginan kuat membela islam dalam banyak aspek keilmuan. Dalam konteks sejarah kita pernah mengalami masa kesuksesan yang luar biasa dalam peradaban ilmu pengetahuan. Inilah yang hendak kita munculkan kembali, dan itu baru bisa ditempuh lewat jalur Pendidkan Tinggi Integratif. yang telah dimotori oleh UIN dan Universitas Islam Swasta lainnya khususnya Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Al-Azhar Indonesia.

  1. Membentuk Ulil Albab
Dalam bahasa agama intelektual islam merupakan bagian dari profil sebutan seorang Ulul Albab. Dalam Al-Quran ulul albab disebut enam belas kali. Menurut Al-Quran ulul albab adalah sekelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Diantara keistimewaanya ialah mereka diberi hikmah, kebijaksanaan, dan pengetahuan, disamping pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan dan sipatnya empiris. Dalam Al-Quran dikatakan:
يؤتي الحكمة من يشاء ومن يؤت الحكمة فقد اوتئ خيرا كثيرا وما يذكر الا اولوا الالبب ( ال بقرة ( ال بقرة )
Artinya : Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya, dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebijakan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab (QS. 2: 269)80

Dalam terjemahan departemen Agama hikmah diterangkan adalah mereka yang diberi kependaian untuk memahami Al-Quran dan Hadis secara baik. Jadi ada kelebihan tersendiri bagi ulul albab dalam memahami persoalan. Karena memang diberikan daya cerna berpikir yang lebih tajam yang kebanyakan orang biasa tidak mampu membaca dan menginterpretasikannya. Seorang ulul albab dari sisi keilmuan bisa jadi mungkin tidak jauh dari pengertian intelektual muslim, tetapi ada pendektatan spritual yang lebih. Disamping ilmuan juga seorang ahli ibadah. Inilah yang menyebabkan hikmah diberikan kepadanya. Ketika mengaplikasikan pemikirannya tidaklah bertolak dari teori saja yang bersifat baku, tetapi unsur wahyu menjadi acuan utamanya.
Sebelum itu kita mengenal ulul albab, ada hal yang penting bagaimana tinjauan bahasa Indonesianya yaitu sarjana, ilmuan, intelektual. Sarjana yaitu mereka yang memperoleh gelar sarjana setelah selasai belajar di Universitas. Sementara ilmuan adalah seorang yang mendalami ilmunya kemudian mengembangkan ilmunya, baik dengan pengematan maupun dengan analisanya. Kemudian intelektual bukan sekedar seorang yang sudah melewati masa pendidikan pada pendidikan tinggi, tetapi juga berpikir, terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya. Seorang yang terlibat. secara kritis dengan nilai, tujuan, dan cita-cita yang mengatasi kebutuhan praktis81. Intelektual disebut juga kaum terpelajar, atau biasa disamakan dengan kelompok terpelajar82.
Di dalam masyarakat islam, seorang yang disebut intelektual bukan saja memahami serah bangsanya, dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan analitis normatif yang cemerlang, melainkan juga mengusai sejarah islam seorang Islomologis. Untuk penegrtian ini, Al-Quran mempunyai istilah khusus: Ulul Albab. Bagaiman tanda-tanda ulul albab, selain beberapa keistimewaan yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka. Ada tanda lain yang perlu diperhatikan pertama bersungguh-sungguh mencari ilmu, seperti disebutkan dalam Al-Quran:
والرسحون فئ العلم يقولون أ ما ن به كل من عند ربنا وما يذكر إلا اولواالا لبب ( ال عمران ( ال عمران )
Artinya : Dan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata kami beriman kepada ayat-ayat yang mutsyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami dan tidak dapat mengambil pelajaran(dari padanya) melainkan para ulul albab (QS. 3: 7) 83

Ketika mereka memperoleh ilmu pengetahuan tidaklah digunakan cuma untuk keperluan pribadi, atau golongan, tetapi ilmu yang dimiliki untuk kepentingan masyarakat luas. Sebab disadari bahwa ilmu merupakan amanah yang harus disampaikan kepeda yang memerlukannya. Perlu dikembangkan tentunya sesuai dan memperhatikan perkembangan ilmu itu sendiri. Seperti kemajuan teknologi dengan segala aspeknya. Mereka merenungi kejadian sekitar, sebab phenomena alam merupkan kekayaan dan merupakan sumber kehidupan yang besar dari Allah SWT. untuk keperluan manusia. Tanda lain ulul albab seperti sebagai berikut:
إن فئ خلق السموات والارض واختلف اليل والنهار لأ يت لإ ولئ الالبب (ال عمران )
Artinya : Sesungguhnya, dalam proses penciptaan langit dan bumi, dalam pergiliran siang dan malam, adalah tanda-tanda bagi ulul albab (QS. 3 : 190) 84

Abdus Salam, Seorang muslim pemenang nobel, melalui teori unifikasi gaya yang disusunnya, berkata Al-Quran mengajarkan kepada kita dua hal yaitu tafakur dan tasyakur. Tafakur adalah merenungkan ciptaan Allah SWT. di langit dan di bumi, kemudian menangkap hukum-hukum yang terdapat di alam semesta. Tafakur inilah yang disebut sebagai science. Tasyakur adalah memanfaatkan nikmat dan karunia Allah Swt. dengan menggunakan akal pikiran, sehingga kenikmatan itu makin bertambah, dalam istilah modern tasyakur disebut teknologi. Ulul albab merenungkan ciptaan Allah SWT. di langit dan di bumi, dan berusaha mengembangkan ilmunya sedemikian rupa, sehigga karunia Allah Swt. dilipatgandakan nikmatnya.
Tanda kedua mampu memisahkan yang jelek dari yang baik, kemudian ia pilih yang baik, walaupun ia harus sendirian mempertahankan kebaikan itu dan walaupun kejelekan itu dipertahankan oleh sekian banyak orang. Allah SWT. berfirman:
قل لايستوئ الخبيث والطيب ولوأعجبك كثرة الخبيث فا تقوا الله يا ولئ الالبب لعلكم تفلحون ( الما ئدة )
Artinya : Katakanlah, tidak sama kejelekan dan kebaikan, walaupun banyaknya kejelekan itu mencengangkan engkau. Maka takutlah kepada Allah, hai Ulul Albab agar kamu mendapat keberuntungan (QS. 5:100)85.


Tanda ketiga kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbang-nimbang ucapan , teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan orang lain:
الذين يستمعون القول فيتبعون احسنه اولئك الذين هد نهم الله واولئك هم اولوا الالبب ( الزمر ( الزمر )
Artinya : Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. , mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mmereka itulah orang-orang yang berakal – ulul albab (QS. 39:18)86.


Tanda keempat bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk memperbaiki masyarakatnya, bersedia memberikan peringatan kepada masyarakat; diancamnya masyarakat, diperingatkannya mereka kalau terjadi ketimpangan, dan di protesnya kalau tidak terdapat ketidakadilan. Dia tidak duduk berpangku tangan di laboratorium, dia tidak senang hanya terbenam dalam buku-buku di perpustakaan, dia tampil di hadapan masyarakat, terpanggil hatinya untuk memperbaiki ketidakberesan di tengah- tengah masyarakat.
هذا بلغ للنا س ولينذروا به وليعلموا أ نما هو إله واحد وليذكر أولوالا لبب ( ابراهيم )
Artinya : Al-Quran ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan dia , dan suapaya mereka mengetahui bahwasannya Dia adalah Tuhan Yang maha esa dan agar ulul albab mengambil pelajaran (QS. 14 : 52) 87
Dalam ayat lain dikatakan bahwa:
أفمن يعلم انما انزل إليك من ربك الحق كمن هو اعمى انما يتذكر أولواالالبب ( الرعد )
Artinya : Apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta, Hanyalah orang-orang yang berakal saja(ulul albab) yang dapat mengambil pelajaran (QS. 13:19)88.


Tanda kelima Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah Swt. Berkali- kali Al-Quran menyebutkan bahwa ulul albab hanya takut kepada Allah SWT. sebagaimana firmannya:
وتزودوا فاءن خير الزاد التقوى واتقون يا ولئ الالبب ( البقرة )
Artinya : Berbekalah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada Allah hai ulul albab (QS. 2:197)
فا فا تقوا الله يا ولي الالبب لعلكم تفلحون ( الما ئدة )
………. Maka bertaqwalah kepada Allah Swt. hai ulul albab, agar kamu mendapat keberuntungan (QS. 5 : 100).
Dalam ayat lain dikatakan:
أ عد الله لهم عذابا شديد ا فا تقوا الله يا ولئ الالبب ( الطلاق )
Allah SWT. menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertaqawalah kepada Allah SWT. hai ulul albab (QS. 65:10).


Dengan banyak dalil yang bersumberkan dari Al-Quran bahwa seorang ulul albab merupakan sosok manusia yang hidupnya untuk kepentingan perbaikan masyarakat, membangun kebaikan, menyebarkan ilmu pengetahuan, memperbaiki kondisi hukum agar berjalan dengan adil, dan mecegah kemungkaran yang dapat menjauhkan manusia dari tujuan sebenarnya.
Tampaknya seorang ulul albab walau masih berbeda dengan intelektual ada kesamaan seperti jika dilihat dari beberapa tanda ulul albab yang telah disebtukan seperti bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, mau mempertahankan keyakinannya, dan merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya. Namun dalam ayat lain, Allah dengan jelas membedakan seorang ulul albab dengan intelektual seperti firman Allah SWT. dalam ayat lain:
أ من هو قنيت أناء اليل ساجدا وقاءما يحذر الاخرة ويرجوا رحمة ربه قل هل يستوئ الذين يعلمون والذين لا يعلمون إ نما يتذكر أولوا ألالبب ( الزمر )
Artinya : Apakah orang yang bangun di tengah malam, lalu bersujud dan berdiri karena takut menghadapi hari kiamat, dan mengharapkan rahmat TuhanNya samakah orang yang berilmu seperti itu dengan orang orang yang tidak berilmu dan tidak memperoleh peringatan seperti itu kecuali ulul albab (QS. 39:9)


Dengan merujuk kepada firman Allah Swt. tersebut jelas sekali ciri atau tanda khas seorang ulul albab. Sehingga ada perbedaan jelas antara ulul albab, ilmuan, dan intelektual lainnya. Ulul albab seorang yang selalu membangun hubungan dengan Allah Swt. dengan banyak ibadah, terutama memperbanyak bangun malam, bersujud dimana sebagian besar manusia tidur nyenyak. Disini mereka mengadukan segala hal persoalan hidup terutama yang menyangkut kepentingan umat, mmengharapkan pertolongan Allah Swt. mengharapkan ampunan dan ridhoNya. Mereka selalu ingat baik dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring, sendiri, atau dalam beramai-ramai. Sehingga jika boleh disimpulkan ulul albab sosok muslim yang sempurna. Intelektual yang taqwa, soleh, ahli dzikir. Pemikir plus ketaqwaan, Intelektual plus kesalehan.
Inilah yang diharapkan oleh umat bahwa Pendidikan Tinggi Islam mampu menghasilkan, memproduk atau menerbitkan lulusan yang bersosok ulul albab. Bukan sekedar menjadi sarjana yang Cuma mampu menyelesaikan pekerjaan yang bersifat rutinitas, baku dan membosankan. Jika sekedar itu yang dituju, nampaknya tidak perlu kita bersusah-susah memeras otak dan dana yang besar, sebab itu bisa ditempuh dengan pendidikan ketrampilan. Lulusan yang dibutuhkan umat Islam adalah mereka yang mampu membangun masyarakatnya menjadi manusia yang cakap kehidupan beragamanya, dan canggih teknologinya. Dengan kata lain Islam mengharapkan dari jenjang pendidikan tinggi melahirkan ilmuan yang intelektual, berahlakul karimah, soleh, taqwa meskipun seperti apa yang dicapai pada peringkat ulul albab.
Kehidupan terpelajar atau dunia intelekual (kampus) pernah terjadi pergeseran nilai pada abad pertengahan dimana kaum terpelejar mencemoohkan tokoh dan kehidupan beragama. Sains menjadi idolanya, karena dianggap cuma berurusan dengan hal-hal yang empiris, mereka mengabaikan tuntunan dan ajaran agama. Tetapi dikala kelompok terpelajar mengidolkan sains, banyak juga yang mengkritisi sains dan mengajak orang kepada kepekaan agamawi. Banyak tokoh mulai berbicara tentang perasaan keagamaan, dan beberapa ahli fisika dengan yakin mengatakan: Kita sedang berjalan menghampiri ambang agama. Perasaan keagamaan mereka berbeda dengan perasaan keagamaan massa; perasaan keagamaan yang berada di atas sains- keyakinan keagamaan yang suprasains. Menurut Ali Syariati, masa depan dunia akan diwarnai oleh kelompok ini. Ia berkata, mazhab pemikiran masa depan berbeda dengan mazhab kaum terpelajar kini- adalah mazhab pemikiran yang agamawi- suatu keyakinan keagamaan yang tidak lebih tinggi dari pada sains89.
Kita tidak bisa menjawab dan membuktikan pemikiran ke depan Ali Syariati dengan tepat, sejarahlah yang akan membuktikannya. Belakangan ini banyak kita temuai terutama di kampus-kampus marak sekali dengan kehidupan dan kegiatan yang bernuansa keagamaan. Bukan saja dalam bentuk serimonial seperti peringatan hari-hari besar islam. Tetapi kajian keagamaan seperti diskusi, kuliah umum, lokakarya atau latihan kepemimpinan nuansa agamanya begitu kental. Belum cara berpakaian, terutama dari kaum wanitanya begitu islami. Fenomena ini terjadi juga justru diluar kampus Universitas Islam, kampus umum. Gerakan-gerakan islam umumnya dipimpin oleh kaum intelektual. Masjid hampir menggeser kampus sebagai markas pusat pemikiran dan pengembangan Islam. Ilmuan yang pernah belajar di barat dan mengelukan teknolgi, sains dan kemajuan budayanya, kini kembali dengan kecintaan kepada Islam. Para mahasiswanya lebih dalam penghayatannya kepada Islam ketimbnag pendahulunya. Dengan mengambil gaya bahasa Ali Syariati, kehidupan keislaman mereka berbeda dengan orang kebanyakan. Islam mereka adalah suprasains, sebuah potret pengamalan agama yang didasari oleh ilmu pengetahuan dan kesadaran yang tinggi. Apa yang mereka temui dalam dunia sains ternyata bersumber dari ajaran Islam. Inilah yang tambah kuat keyakinan, keimanan dan kebenaran Islam di mata mereka. Bila masa lalu banyak orang mencemooh Islam sebagai lambang keterbelakangan, dan merasa bangga meniru barat, kini muncul kaum intelektual yang fasih berbicara masalah Islam dan mengkritik barat. Mahasiswa sudah gencar membicarakan Al-Ghazali, Al-Madudi, Sayid Kutub, Mutahhari, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, Ibnu Sina dan pemikir-pemikir Islam lainnya. Jadi zaman baru Islam sudah mulai menyingsing. Akan lahir masyarakat yang memiliki keyakinan keagamaan yang suprasains.
Kelompok ini memang belum banyak dan meninggi atau mewarnai kehidupan Islam. Belum berada di atas atau di bawah kerucut, tetapi embriyo ini sudah jelas menghasilkan, tinggal bagaiman kita memupuk dan memeliharanya. Sebab kelompok ini didominasi kelompok muda yang membutuhkan semangat dari kaum seniornya. Karena yang tidak senang juga cukup banyak jumlahnya, atau paling tidak semangat keislamannya masih mengambang. Pada dinamika interaksi ini, dimanakah letak posisi kaum intelektual Islam, sebagai manusia yang dikaruniai dengan kelebihan ilmu. Maka apakah tanggungjawab mereka untuk membentuk masyarakat kampus yang tegak diatas nilai-nilai Islam. Penulis ingin menyampaikan dalam tulisan ini adalah membuktikan bahwa intlektual muslim, adalah manusia yang terikat dengan kewajiban menerapkan nilai-nilai Islam. Berikutnya adalah menjelaskan dengan merujuk kepada Al-Quran, kewajiban moralitas dan metode kaum intelektual muslim, dalam memikul tanggungjawab menjalankan syari’ah islam dan sekaligus memperjuangkannya.
Dalam masyarakat berbahasa inggeris, orang akan tercengang mendengar sebutan intelektual ditujukan kepada orang yang sama sekali tidak menaruh perhatian perkembangan budaya bangsanya, demikian tulis sastrawan Subagio Sastrowardoyo90. Bila kita mengambil pengertian intelektual seperti dalam bahasa Inggris, maka seorang ilmuan muslim yang tidak menaruh perhatian kepada perkembangan umat islam, tidaklah layak disebut sebagai intelektual muslim, mereka hanya sibuk mengajar di kampus, peneliti atau sebagai petugas administratif. Mereka tidak tertarik untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan kampus, tidak peka terhadap gairah masyarakat kampus menyerap nilai-nilai kampus. Serta sikap lainnya yang tidak mendatangkan kemajuan islam secara keseluruhan, tidaklah bisa disebut sebagai intelektual muslim91. Jadi seorang intelektual mereka yang peka dan sensitive terhadap perubahan yang terjadi masyarakatnya. Dalam dirinya ada semangat mengeritik, mencari jalan keluar, memberikan pedoman, memperjuangkan nilai-nilai yang berorientasi kedepan. Al-Gazali sebagai sufi pernah berkirim surat sebagai suatu protes kepada penguasa di negrinya, Ibnu Taimiyah bukan semata-mata ahli fiqih ketika ia memimpin perlawanan tentara mongol. Kyai Sentot, Kyai Maja, Imam Bonjol, Kyai Giri Kedaton, dan lainnya, menjadi intelektual ketika mereka mengubah umat yang pasif, meniupkan ruh jihad, dan menanamkan kepercayaan diri disamping mengerjakan syari’at Islam.
Tidaklah adanya jaminan mereka yang masuk kelompok kaum terpelajar menjadi intektual, atau seorang ilmuan muslim menjadi intelektual, susah memang kita memastikannya. Namun jika akan dibagi pembagian tugas bisa saja sebagian pengembang ilmu pengetahuan, dan yang lainnya terikat dengan perjuangan Islam. Yang pokok adalah bagaimana kita memaksimalkan kemampuan dan posisi kita untuk membela dan memperjuangkan islam. Bukankah yang menjadi ukuran adalah amal seseorang, bukan jabatan atau status sosialnya.
Apabila ada seorang intelektual muslim tidak mengamalkan atau tidak bekerja membangun masyarakat, kuranglah terpuji, sebab mereka memperoleh ilmu menggunakan sumber daya masyarakat muslim, atau pemerintah, atau dari keluarga muslim. Perkembangan ilmu bukan saja dibiayai swasta atau perseorangan, tetapi juga oleh pemerintah yang memperoleh dari masyarakat. Sekian juta uang rakyat dipakai untuk membiyai seorang sarjana setiap tahun. Milyaran rupiah uang rakyat digunakan untuk membiayai universitas, lembaga-lembaga pendidkan, atau lembaga ilmu pengetahuan lainnya. Sains bukan lagi urusan perorangan, tetapi juga urusan sosial. Karena itu, hanya ilmuan robot yang hati nuraninya tidak terusik untuk membaktikan ilmunya bagi peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Hanya ilmuan menara gading yang terbenam di laboratorium, dan melepaskan masyarakat di sekitar nya. Lebih-lebih ilmuwan Frankenstein yang memanfaatkan sumbangan masyarakat buat mengembangkan ilmu yang menindas masyarakat92.
Dengan begitu nampaknya kita mempunyai alasan yang sama bahwa tidaklah disebut sebagai ilmuan muslim bila tidak menghidupkan dan mempejuangkan Nilai-nilai keislaman dalam lingkungan masyarakatnya, padahal mereka dibesarkan dan mendapat pendidikan oleh masyarakat. Pada masa lalu ketika mereka belajar masyarakat mempunyai tanggungjawab, sekarang waktunya menunjukkan tanggungjawab kepada masyarakat.
Bila kita membicarakan tanggung jawab, kita harus merujuk kerangka etis tertentu, tentu saja harus mengacu dari sumber-sumber nilai Islam. Bagaimana ahlaknya dalam melaksanakan kewajiban di masyarakat serta metodenya yang sesuai dengan kedudukannya sebagai intelektual muslim.
Dr. Muhammad Mahmud Hijazi menyebutkan delapan sifat ulul albab. Menurut saya, dua sipat pertama menunjukkan kewajiban, tiga sifat berikutnya menunjukkan ahklaq, dan sifat-sifat terakhir merinci metode ulul albab dalam melaksanakan kewajibannya. Butir-butir ini juga saya anggap mendasari pembicaraan tentang tanggungjawab intelektual muslim dalam menerapkan nilai-nilai Islam93.
Al-Quran menyebutkan dua kewajiban intelektual muslim: memenuhi janji Allah SWT. Dan menyambungkan apa yang Allah SWT. perintahkan untuk menyambungkannya. Perjanjian Allah ini disebut Mistaq. Dr. Muhammad Mahmud Hijazi mendefinisikannya sebagai apa yang mengikat dari mereka dalam hubungan antara mereka dengan Tuhan mereka, antara mereka dengan mereka, dan antara mereka dengan manusia94. Seorang intelektual muslim harus menjaga komitmen nya dengan menjalankan dan membela nilai-nilai islam, karena keberadaan mereka di masyarakat sebagai konsultan problematika yang menyangkut banyak aspek kehidupan. Termasuk menghubungkan iman dan amal cinta kepada Allah dengan cinta kepada manusia. Menghubungkan dengan kelompok-kelompok islam yang bertentangan, sehingga tumbuh ukhuwah islamiyah, menghubungkan umat dengan imam mereka, menghubungkan ulama diniah dengan ulama ukhrawiyah, menghubungkan ilmu dengan agama, menghubungkan ibadah dengan muamalah. Sehingga kedudukan intelektual islam mempunyai tugas mempersatukan umat apabila terjadi perbedaan baik yang disebabkan masalah fiqih, atau muamalah atau perbedaan mazhab. Disamping itu juga mempersatukan aliran pemikiran yang terjadi pada tingkat antar intelektual, terutama di Pendidikan Tingginya, agar antara ilmu dan akal, sains dan syari’ah, atau ibadah dengan muamalah selalu kesemua itu terkondisikan dengan baik.
Segala apa yang menjadi daerah operasionalnya diatas hanya didasari oleh satu sikap yaitu cuma takut kepada Allah SWT. Sikap ini menunjukkan disamping tanggungjawabnya sebagai intelektual muslim, apa yang dilakukan jangan sampai keluar dari ketentuan Allah SWT; jika itu yang terjadi. Maka bukan saja di dunia kerugian itu ditemui tetapi diakhirat tanggaungjawab itu lebih besar resikonya.
Untuk mencapai semua tujuan yang menjadi tanggungjawabnya seorang intelektual muslim yang pertama diperhatikan adalah salat. Karena dari sinilah akan terlihat apakah ia seorang muslim yang taat atau tidak. Sebab banyak mengaku sebagai intelektual muslim namun cuma fasih berbicara diatas mimbar atau forum diskusi saja, jarang ke masjid atau musholla. Sementara itu kita tahu masjid sebagai sentral dan sumber kegiatan umat islam yang utama. Coba perhatikan ketika Rasul hijrah dari Mekkah ke Madinah yang paling pertama beliau bangun adalah masjid bersama para sehabat. Dari sinilah berangkat nilai-nilai keislaman dan konsep perjuangan umat islam dibicarakan dan dijadikannya sebagai jantung pusat islamisasi kampus. Masjid kampus juga bisa dijadikan sebagai gerakan mobilisasi dan menggalakan infaq. Sikap ini harus terlihat sehingga sehingga gerakan keislaman tidak lagi mengandalkan keuangan dari anggaran lembaga kampus yang minim dan jauh dari kebutuhan. Cara Islam mengumpulkan dana dari umatnya banyak sekali ragamnya, tinggal bagaimana membangun kesadaran umatnya sendiri. Dalam Al-Quran banyak ditemuai ayat yang memerintahkan kita mencari dana atau menggalakan infaq dan sudah tersedia konsep itu, bahkan boleh dan bisa dilakukan secara tersembunyi (antar perorangan) atau bisa juga dilakukan dengan cara terbuka (semacam fund raising campaign). Banyak kegiatan dan program umat islam tersendat karena masalah biaya (financial). Sikap lain yang harus ditunjukkan sebagai intelektual muslim adalah berani berkata dan beriskap baik dalam hal yang baik dan buruk. Dengan kata lain berani menolak yang jelek dengan yang baik. Tentu saja bisa dijabarkan secara lebih jauh lagi. Sekian method tersebut haruslah menjadi acuan bagi inteklektual muslim baik di kampus, atau di tempat lain, terlebih di masyarakat yang persoalannya jauh lebih kompleks dibandingkan persoalan yang timbul di kampus.
Pendidkan Integratif khususnya yang berada pada Pendidikan Tinggi Islam, haruslah mampu memproduksi dan mengkader Intelektual Muslim secara sistematis berdasarkan kerangka akademis dan nilai-nilai keilmiyahan kampus yang ada disetiap pendidikan tinggi islam. Sikap seperti ini mestinya mengkristal pada setiap pribadi muslim terpelajar. Sebab pertanggungjawaban intelektual muslim sangat berat, apalagi dimasa mendatang, dimana persaingan global tidak bisa dihindari. Mana mungkin kita mampu bersaing dengan orang lain (non muslim) jika tidak didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan mampu berkompetitif. Jangan sampai masyarakat islam mempunyai sikap apatis, skeptis, pasif, dan netral terhadap perkembangan dan permasalahan yang dihadapi oleh dunia islam secara mikro, atau dunia kampus secara makro.
Keberhasilan umat islam dan mengusai peradaban dunia di masa lampau, karena para intelekualnya mampu menunjukkan tanggungjawabnya terhadap agama dengan cara melakukan banyak penelitian dan kejian keilmuan serta praktek-praktek ilmiyah lainnya. Disamping ketekunan mereka mengkaji sains, namun tidak mengurangi ketekunan mereka dalam mengkaji ilmu syari’ah, bahkan mereka menjadi pemikir yang cukup sufistis, baik dalam konsep pendidikannya atau dalam aplikasi kehidupannya di masyarakat. Janganlah kita menolak perubahan selagi perubahan itu mendatangkan nilai-nilai kehidupan yang lebih baik. Menimbulkan dampak yang positif, tidak sebaliknya memunculkan dampak negatif. Apabila kemajuan teknologi yang berangkat dari ilmu pengetahuan umum dihadapi dengan perpaduan kekuatan ilmu agama dan umum (Syari’ah-Sains) semakin terbuka umat islam mengusai peradaban dunia kembali. Karena kehidupan dan cara mereka membangun umat dengan cara yang sudah benar yaitu melalui pendekatan yang berngkat dari Al-Quran dan Al-Hadis, di mana keduanya merupakan pedoman hidup bagi setiap muslim dan Rasulullah SAW. menjamin umatnya tidak akan tersesat jalan hidupnya selama berpegang teguh pada kedua ajaran pokok islam tersebut.

Metodologi penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam pengumpulan dan menganalisa data yang diperlukan guna menjawab permasalahan yang dihadapi. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menemukan dan mengumpulkan data yang valid , akurat serta signifikan dengan permasalahan yang diangkat, sehingga dapat dipergunakan sebagai pengungkap masalah yang dihadapi.

  1. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian dilakukan pada dua lokasi, pertama di Universitas Muhamadiyah Jakarta, yang berlokasi Jl. KH. Ahmad Dahlan Cirendeu Ciputat Kabupaten Tangerang. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu mulai tanggal 1 Oktober sampai dengan 31 Nopember 2009. Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) adalah salah satu Lembaga Pendidikan Tinggi yang barada di bawah Persyarikatan Ormas Islam Muhammadiyah yang berada di perbatasan antara Wilayah DKI Jakarta dengan Wilayah Tanggerang Jawa Barat, yang dipimpin oleh Dr. Hj. Masyitoh, M.Ag. Sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta yang didirikan pada tanggal 18 Nopember 1955.
Kedua Universiats Al Azhar Indonesia yang beralamat di kompleks masjid agung Al Azhar Jl. Sisingamangaraja kebayoran baru jakarta selatan. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu mulai tanggal 20 Oktober 2009 samapai dengan 20 Desember 2009. Universitas Al Azhar Indoensia juga merupakan suatu lembaga pendidikan tinggi yang dibawah ormas Muhammadiyah yang berada dibawah Yayasan Pesantren Islam Al Azhar yang berlokasi dikawsan elit jakarta di tengah kota madya jakarta selatan Uiversiatas tersebut sekarang dipimpin oleh Prof.Dr.Ir. Zuhal , M.Sc,E.E. sebagai rektor Universitas Al Azhar Indonesia yang didirikan pada tahun 2000. UAI merupakan bagian dari amal usaha muhammadiyah seperti UMJ.
Tahapan penelitian dilakukan sebagai berikut:
  1. Tahapan persiapan yang meliputi kegiatan proposal, studi pendahuluan, penyusunan instrumen, izin penelitian dan uji coba instrumen.
  2. Tahap pengumpulan data, penulis berusaha mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dari obyek penelitian.
  3. Tahap pengolahan, penulis melakuka pengolahan data yang telah diperoleh .
  4. Tahap penyusunan laporan, setelah data diolah dan dianalisis, penulis penyusun laporan.
  5. Laporan hasil penelitian diberikan kepada dosen pembimbing disertai dengan konsultasi dan arahan-arahan dari beliau.

  1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode yang bersifat pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualiatatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan1.
Pendekatan kualitatif selalu berusaha memahami pemaknaan individu subyektif meaning dari subyek yang ditelitinya. Karena itu dilakukan komonikasi atau interaksi yang intensif dengan pihak yang diteliti, termasuk didalamnya peneliti harus mampu memahami dan mengembangkan kategori-kategori, pola-pola dan analisis terhadap proses-proses perkuliahan yang terjadi di tengah UMJ dan UAI yang diteliti.
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Penelitian ini mempergunakan metode studi Komparatif, suatu studi inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam kehidupan nyata,khususnya UMJ dan UAI. Bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tidak dapat tampak dengan jelas, dimana multi sumber bukti dimanfaatkan. Metode ini sangat tepat untuk mendiskripsikannya baik tentang komponen kurikulum, manajemen akademik, manajemen Universitas, mahasiswa, dosen, sarana prasarana, kampus. Sementara data kualitatif meliputi sejarah Universitas, filosifis, visi dan misi, Respon mahasiswa terhadap penomena perkuliahan dan interaksi sosial lain serta tujuan Uinversitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Al Azhar Indonesia.

  1. Teknik Pemilihan Informan
Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposiv sampling yaitu memilih orang yang dianggap paling memahami kerena terlibat langsung dan dapat memberikan data serta informasi penelitian 2
Kemudian selain menggunakan teknik purposif, peneliti juga menggunakan teori snowball yaitu teknik mengumpulkan data yang pada awalnya sedikit, lama kelamaan menjadi besar3 dan angket kepada responden terutama yang berasal dari mahasiswa dan dosen serta pimpinan Universitas.untuk menemukan sumber yang akurat, dan membandingkannya dengan data dokumentasi. Dari data yang terkecil sampai memperoleh data yang besar. Apabila terjadi benturan dan pengulangan data maka pencarian data dibatalkan.
  1. Populasi dan Sampel
  1. Populasi
Populasi adalah sejumlah massa (manusia) yang terdapat dalam satu kawasan tertentu atau berada dalam suatu unit kesatuan, Atau dengan kata lain jumlah dari keseluruhan obyek yang karakteristiknya hendak diduga4. Polpulasi adalah keseluruhan subyek penelitian5.Menurut Supranto, populasi adalah kumpulan yang lengkap dari elemen yang sejenis, tetapi dapat dibedakan karena kerakteristiknya, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan fokus penelitian6.
Populasi target dalam penelitian ini adalah mahasiwa Universitas Muhammadiyah jakarta dan mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia yang masih aktif mengikuti kuliah dari enam fakultas.
Menurut Sevilla, sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang didapat dari populasi7. Dalam penelitian ini diambil sebanyak 120 mahasiwa dari enam fakultas yang tekah ditentukan, agar distribusi frekwensi dari data dengan jumlah sampel besar dan tidak kurang dari 30 orang akan mendekati penyebaran sampel.
Untuk mengambil sampel, peneliti menggunakan teknik sampel random sampling yaitu dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dapat dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi8.

  1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik merupakan alat bantu atau cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi data. Adapun untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitan dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
  1. Angket, dalam istilah penelitian biasa disebut juga sebagai kuisioner, yaitu peneliti mengajukan pertanyaan – pertanyaan tertulis yang bertujuan merekam atau menggali informasi dari para responden9 Dalam hal ini penulis mengajukan pertanyaan sebanyak 15 buah yang berhubungan dengan kehidupann keagamaan di kampus dan 15 pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan perkuliahan di UMJ dan UAI untuk mengtahui tanggapan atau respon mereka terhadap kehidupan keagamaan dan pelaksaan perkuliahan di kampus mereka, baik yang berkenaan dengan ahlak ,mata kuliah, pergaulan mahasiswa, kegiatan keagamaan,Sumber daya manusia, lingkungan , interaksi sosial serta hal lain yang menggambarkan terciptanya penerapan konsep pendidikan integratif di kedua kampus tersebut. Bentuk angket yang digunakan adalah angket langsung dan bersipat tertutup dengan bentuk pilihan, responden diminta untuk memilih salah satu jawaban yang tersedia dalam setiap pertanyaan.
  2. Observasi, secara sempit diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistimatik fenomena-fenomena yang diselidiki, fenomena tersebut diamati kemudian direkamnya. Dalam arti luas observasi sebenranya tidak terbatas pada pengamatan yang langsung tetapi juga pada yang tidak langsung10 . Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung guna mengamati penomena kampus untuk melihat apakah pendidikan integratif telah terselenggara melalui proses belajarnya serta hal lain yang mempunyai keterkaitan .
  3. Interviu (wawancara), yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab antara penanya dan responden11. Dalam hal ini penulis melakukan secara langsung dengan para Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Al Azhar Indonesia.
  4. Dokumentasi, yaitu suatu penyelidikan dokumen- dokumen tertulis untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penelitian ini.

  1. Teknik Analisa dan Intepretasi Data
Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, katagori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan12.
Analisis data pada dasarnya bagaimana menyederhanakan data yang dikumpulkan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersimpan dari berbagai sumber, selanjutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Kemudian menyusun data dalam satuan-satuan lalu dikatagorikan dengan cara membuat tabulating. Tahap akhir dari analisis data mengadakan pemeriksaan keabsahan dan kemudian mengadakan penafsiran dalam mengolah hasil penelitian. Namun sebelumnya menjadi final hasil penelitian, peneliti melakukan pengecekan ulang terhadap data yang diterima dengan cermat, mengadakan diskusi dengan responden, orang yang dianggap layak serta koreksi dosen pembimbing.
Setelah upaya dilakukan dengan maksimal dengan langkah-langkah tersebut diatas, maka ada dua data yang simpulkan yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Dengan demikian untuk menganalisa data yang diperoleh dilakukan upaya sebagai berikut dibawah ini .
  1. Kualitatif yaitu dengan cara menguraikan ke dalam bahasa yang sudah dipahami dan logis sesuai dengan masalah yang dimaksud.
  2. Kuantitatif yaitu dengan cara mengadakan:
  1. Editing yaitu memeriksa angket dan wawancara yang telah diisi , diutarakan dan dikembalikan oleh responden satu per satu yang di urut dari nomer satu sampai nomer tarakhir.
  2. Tabulating yaitu memindahkan jawaban rersponden ke dalam tabulasi atau blanko yang disusun secara rinci dalam bentuk tabel.
  3. Mengadakan perhitungan rata-rata dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah yang dianalisa13.
  1. Processing yaitu mengolah data dari hasil perhitungan rata-rata.
  2. Menganalisa data dan menafsirkannya.
Tabel 1
Variabel Penelitian
Kisi-kisi Kehidupan Beragama di Kampus

No
Variabel Penelitian
Dimensi Penelitian
Indikator
No. Item
Total
1
Kehidupan Beragama
Di Kampus
Agama


  • Kegiatan agama di kampus
  • Sholat Jamaah di kampus
  • Ketika mendengar azan
  • Menyikapi kagiatan agama di kampus
1, 2, 4, 6 4
Akhlak
  • Menyikapi teman sakit
  • Jajan di kantin kampus
  • Jujur, seenaknya, sesuai harga
7, 15 2


Lingkungan

  • Kampus di masuki oknum merusak agama
  • Pelayanan mahasiswa di kampus
  • Interaksi pergaulan mahasiwa/i, dosen
  • Kebersihan sekitar kampus

8, 9, 10, 11 4
Etika

  • Ucapan bila bertemu teman/dosen
  • Pergaulan mahasiswa/i di kampus.
  • Cara berpakaian mahasiswa/i di kampus.

12, 13, 14 3
3

Pendidikan



  • Kampus menyediakan/tidak sarana diskusi agama
  • Mengisi/ memanpaatkan waktu di luar jam kuliah



3, 5 2
Sumber: Hasil Penelitian dan pengamatan Lapangan


Tabel 2
Variabel Penelitian
Kisi- kisi Pelaksanaan Perkuliahan
No
Variabel Penelitian
Dimensi Penelitian
Indikator
No. Item
Total
1
Pelaksanaan Perkuliahan
Emosional keagamaan


  • Alasan kuliah di Universitas Islam
  • Materi kuliah bertentangan dengan nilai-nilai islam
  • Reaksi Materi kuliah dimasuki unsur-unsur keislaman
  • Ruangan kuliah dihiasi hal-hal yang islami
  • Fanatisme nilai keislaman dalam perkuliahan
3, 10, 12, 9, 2 5
Citra Pendidikan Tinggi Islam


  • Kepuasan kuliah di Universitas Islam
  • Penyebab kalahnya Universitas Islam bersaing dengan PT non Islam
  • Penyebab generasi muda Islam enggan di PT Islam
4, 13, 15 3
2

Ilmu Pengetahuan

  • Mata Kuliah favorit dalam kuliah
  • Mata kuliah agama diberikan setiap Semester
  • Ilmu yang diperlukan bagi generasi muda islam kedepan
  • Penyebab umat islam tertinggal dalam Iptek
1, 8, 11, 14 4
Ahlak

  • Sikap dosen/mahasiwa ketika memulai perkuliahan
  • Ucapan dosen/mahasiwa ketika selesai perkuliahan
  • Sikap mahasiwa ketika mengikuti UTS / UAS
5, 6, 7 3
Sumber: Hasil Peenelitian dan pengamatan Lapangan




Berdasarkan data yang Penulis dapati dilapangan melalui penyebaran angket terhadap mahasiswa kedua kampus yaitu Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Al Azhar Indonesia, selanjutnya penulis akan menganalisanya sesuai dengan data yang telah di buat dalam tabel berikut.

Tabel 17
Respon Responden tentang Kegiatan Keagamaan di Kampus

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Ya
17
26
28. 33%
43. 33%
V
2
  1. Sedang Saja
28
29
46. 66%
48. 33%
V
3
  1. Tidak
12
3
20%
5%
V
4
  1. Tidak Tahu
3
2
5%
3. 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Dari data tersebut diatas menggambarkan bahwa tingkat kemarakan keagamaan dari kedua kampus tidak terlalu jauh bedanya baik bagi mahasiwa UMJ atau mahasiswa UAI. Respon itu cukup baik yaitu berkisar 28, 33% – 43, 33%. sementara yang bersikap sedang saja yaitu 46, 66% - 48, 33%. dalam pada itu yang tidak mendukung tidak terlalu besar yaitu 5% - 20%, sementara yang tidak tahu 3, 33% - 5%. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan di UMJ yaitu membentuk manusia yang keimanan dan ketaqwaannya meningkat melalui pendidikan Al Islam1, mengembangkan spritual manusia2. Dari pengamatan langsung yang Penulis perhatikan memang kegiatan tersebut marak terutama yang bersifat insidental, terlebih pada bulan suci ramadhan dengan pesantren ramadhannya dan acara ospek mahasiswa baru. Disamping itu juga jika terjadi bencana alam mereka aktif mencari dana dari masyarakat atau dari kalangan mahasiswa sendiri, dalam upaya membantu meringankan deritanya temasuk juga santunan anak tidak mampu.
Sikap ini mencerminkan bahwa kepedulian mereka sudah mencerminkan dan mereflesikan bagaimana cara bersedekah yang baik dan mempunyai nilai ibadah yang tinggi. Jika jiwa ini terus terbawa ketika mereka bermasyarakat sangat membantu perkembangan Islam, sebab kegiatan keagaaman cara ini sangat efektif untuk membangun duinia islam secara lebih komprehensif. Pada respon lain jika ada perbedaan lebih banyak pada pemahaman dan penilaian kegiatan, bukan pada substansinya, secara umum respon itu positif.








Tabel 18
Respon Responden Kebiasaan Salat Berjamaah

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Ya
23
15
38, 33%
25%
V
2
  1. Sesekali
18
15
30%
25%
V
3
  1. Jarang
18
27
30%
45%
V
4
  1. Tidak Pernah
1
3
1, 66%
5%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Kegiatan sholat berjamaah yang dilakukan para mahasiswa kedua kampus tersebut baik UMJ atau UAI terlihat ada perbedaan tetapi secara umum perhatian sholat berjamaah cukup baik dan mendapat respon dan perhatian yang cukup menggembirakan yaitu 25% - 38, 33%, sementara yang sesekali saja 25% - 30%, dan yang jarang melakukannya sebesar 30% - 45%. Sebab ditengah kegiatan kuliah dan kegiatan ilmiah kampus, mereka masih menyempatkan diri sholat berjamaah.Karena sholat berjamaah lebih baik atau afdhol dari sholat sendiri sampai dua pulu drajat3
Indikasi tersebut terlihat pada ponit jawaban D yaitu 1, 66% berbanding 5%. Jumlah ini sangat kecil bila dibandingkan jumlah mahasiswa yang berjumlah ribuan. Ini bisa jadi merupakan pertanda tingkat kedisiplinan kedua kampus tersebut baik. Karena salah satu hikmah sholat berjamaah adalah meningkatkan dan memperbaiki tentang kedisiplinan hidup seorang muslim, baik secara organisatoris atau secara pribadi. Coba diperhatikan ketika imam ruku semua jamaah ruku, tidak ada yang berbuat lain begitu rukun seterusnya, ini merupakan tingkat kedisiplinan antara pemimpin dan rakyatnya harus dibangun secara bersama. Sebab jika tidak seimbang, tidak akan terjadi keharmonisan kerja, dalam konteks usaha sulit mencapai tujuan kesuksesan dan mendatangkan keuntungan
Dalam membangun dunia islam sangat sulit membentuk peradaban yang membanggakan, kerena tidak ada dukungan, masing-masing berjalan sendiri, tidak ada kata dan perbuatan yang sama sehingga konsep dan rencana perjuangan selalu kandasa ditengah jalan
Tabel 19
Respon Responden Tentang Mengadakan Diskusi Agama

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Ya
26
40
43, 33%
66, 66%
V
2
  1. Tidak
16
5
26, 66%
8, 33%
V
3
  1. Cari Inisiatif
11
7
18, 33%
11, 66%
V
4
  1. Tidak Tahu
7
8
11, 66%
13, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Maju dan mundurnya suatu pengembangan pendidikan terutama pada tingkat pendidikan tinggi diskusi merupakan ukuran yang tepat. Disinilah mahasiswa terlihat kreatifitasnya dalam mengkaji dan memberikan wawasan dengan standar akademik. Dalam kegiatan ini sepertinya kedua kampus baik UMJ atau UAI melaksanakan kegiatan diskusi agama sebesar 43, 33% – 66, 66%, sementara itu yang tidak melakukan 8, 33% – 26, 66%, dan yang mencari inisiatif juga baik yaitu sebesar 11% – 13, 33%, ada juga yang tidak tahu sebesar 11, 66% – 13, 33%. Bila kita perhatikan kreatifitas mahasiswa melakukan diskusi agama merupakan awal kebangkitan generasi islam kedepan, sebab kematangan seorang dalam menegmbangkan ilmu agama memerlukan waktu dan tempat serta methode yang benar. Didalam diskusi proses belajar mengajar terjadi dimana interaksi antara dua atau lebih saling menukar pengalaman dan infomasi dan memecahkan masalam4 .Dari kegiatan semacam diskusi menghasilkan rumusan dan opini dalam rangka memperkaya khasanah keislaman terutama dalam dunia kampus. Jadi kemarakan tersebut diatas suatu pertanda juga ada kemauan besar dari mahasiswa untuk menggali terus kekayaan intelektual mereka, apalagi mereka mencari inisiatif sendiri. Dalam forum inilalah semua persoalan yang tidak jelas menjadi jelas, yang jelas bertambah yakin, yang salah menjadi benar. Sekarang bagaimana kajian ilmiyah ini bisa dikembangkan pada tingkat yang lebih jauh lagi agar hasilnyapun bisa terakomodir lebih besar.

Tabel 20
Respon Responden Ketika Mendengar Adzan

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Ke Masjid
25
17
41, 66%
28. 33%
V
2
  1. Bermain
1
0
1, 66%
0
V
3
  1. Acuh
2
2
3, 33%
3, 33%
V
4
  1. Lihat Kondisi
32
41
53, 33%
68, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Salah satu ukuran baik tidaknya seorang muslim dalam menjalankan agama dapat dilihat bagaimana reaksinya ketika mendengar azan, bila merespon dengan segera melakukan sholat itulah muslim yang menghargai panggilan. Hai orang-orang yang beriman, apabila di seru untuk menunaikan sholat jum’at ( sholat pardu ) maka bersegeralah kamu mengingat kepada Allah dan tinggalkan jual beli5 ,tetapi yang dimaksud buknlah sholat jum’at saja, sholat yang wajib lalinnya juga jika azan sudah terdengar kita harus cepat mengerjakanlainnya sebagai muslim yang kurang baik. Bila kita perhatikan kesensitifan mahasiswa dari kedua kampus tersebut cukup baik yaitu mereka langsung ke masjid ketika berkumandang azan sebesar 28, 33% – 41, 66%, yang mempertimbangkan dengan melihat kondisi sebanyak 53, 33% – 68, 33%, sementara yang acuh dan bermain hampir tidak ada Cuma 3, 33% Dengan begitu kehidupan beragama cukup hidup dan mendapat perhatian besar di kalangan mahasiswa, bisa jadi ini dampak dari semakin seringnya dilakukan diskusi dan pengkajian agama. Perlu dijelaskan bahwa mestinya kita malu jika mendengar azan tidak respek, sementara jika manusia yang memanggil kita langsung direspon, sikap ini cukup ironis jika terjadi pada diri seorang muslim, apalagi dalam komonitas besar seperti di kampus tentu saja akan berdampak jauh lebih berbahaya. Paling tidak akan mendatangkan sifat meremehkan orang lain dan kurang menghargai hak dan kewajiban. Jika karakter ini terbawa sampai ke masyarakat tentu saja banyak orang yang dirugikan baik secara materi atau jasa dan prestise. Nilai yang terkandung dalam merespon panggilan azan bukan saja besar nilai syariahnya tetapi nilai psikologis dan sosiologisnya.

Tabel 21
Respon Responden Ketika Tidak Ada Jam Kuliah

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Baca Al-Quran
0
0
0
0
V
2
  1. Diskusi Agama
14
3
23, 33%
5%
V
3
  1. Bermain
44
54
73, 33%
90%
V
4
  1. Diam
2
3
3. 33%
5%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Melihat kondisi tabel diatas menggambarkan bahwa memanfaatkan waktu luang ketika berada di kampus itu baik di UMJ atau di UAI masih belum produktif, masih banyak waktu terbuang yang tidak termanfaatkan secara maksimal.Sesungguhnya manusia itu benar-benar bearada dalam kerugian, kecuali orang yang beriman dan beramal sholeh6. Orang mu’min yang baik meninggalkan yang tidak membawa manfaat7. Hal dapat dibuktikan dengan bermain sebesar mendekati seratus prosen yaitu 73% – 90%. Sementara yang mengisi dengan hal yang produktif dan positif sebesar 5% – 23, 33%, namun yang pasif dan diam saja sebanyak 3, 33% - 5%. Jumlah ini memang sangat variatif artinya tidak semua bermain dan menghabiskan waktunya tanpa hasil, ada juga yang mengisi dengan diskusi agama, biasanya mahasiswa yang seperti ini biasanya bukan saja kerena didorong oleh penguasaan ilmu yang kuat, tetapi kondisi lingkungan seperti lingkungan keluarga, teman, organisasi, profesi mereka giat dalam diskusi. Secara umum mahasiswa indonesia berbeda dengan mahasiswa jepang, singapura, malaysia, dll yang suka dan gemar diskusi, penelitian, dan observasi. Perpustakaan bagi merupakn tempat yang mengasikkan dalam mengsi waktu luang atau istirahat, maka jangan membuat kita terperanga jika perpustakaan di kampus-kampus luar negeri selalu penuh dengan krumunan mahasiswa, apalagi jika memasuki masa liburan konon lebih ramai. Jadi kegemaran membaca mereka memang sudah diatas rata-rata bahkan mendekati fanatisme yang kuat. Berbeda memang dengan mahasiswa kita yang lebih santai dan giat belajarnya ketika musim ujian saja. Sikap ini tidak sejalan dengan tujuan pendididkan Islam yang mengisi waktu mereka demgan kegiatan yang mendatangkan nilai positif.

Tabel 22
Respon Responden Ada Kegiatan Kegamaaan di Kampus

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Mendukung
44
37
73, 33%
61, 66%
V
2
  1. Biasa Saja
14
23
23, 33%
38, 33%
V
3
  1. Terganggu
2
0
3, 33%
0
V
4
  1. Tidak Simpati
0
0
0
0
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Salah satu untuk mengetahui aktifitas mahasiswa adalah dengan melihat sejauh mana kemarakan kegiatan yang diseponsori mahasiswa di lingkungan kampus. Ternyata kegiatan keagamaan di kedua kampus ini baik UMJ atau UAI mendapat tanggapan yang baik dan dukungan yang penuh, mereka bersimpati dan tidak tergaganggu kalaupun ada sangat minim yaitu Cuma 3% itupun bukannya tidak simpati, namun lebih banyak pada kondisi. Penomena yang mendukug kegiatan keagmaan kampus sangat besar yaitu 61% - 73%, sementara yang biasa saja artinya tetap mendukung namun tidak terlibat langsung sebanyak 23% - 38%. Kegiatan keagamaan di kampus di samping bertujuan untuk mensosialisasikan dan da’wah ajaran Islam di tengah-tengah komonitas mahasiswa, Sampaikanlah dari Aku walaupun satu ayat8 juga untuk belajar bagaimana dan seperti apa kiat agar acara yang dibuat mendapat sambutan dan sukses mendapat sambutan baik. Semua ini didapat bukan di bangku kuliah, tetapi melalui lapangan dengan terjun langsung. Namun yang lebih peneliti soroti adalah rasa memiliki agama dan tanggungjawab serta rasa simpatinya terhadap ajarandan nilai keagmaan masih tinggi, ini merupakan prestasi besar yang perlu dipertahankan agar tetap bersemi di jiwa dan hati mereka, jangan sampai hilang, apalagi dilingkungan kampus yang berada di bawah ormas islam harus menjadi pelopor dan mercu suar dalam mengkampanyekan ajaran islam di tengah masyarakat.

Tabel 23
Respon Responden Ketika Teman Sakit

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Menjenguk
52
40
86, 66%
66, 66%
V
2
  1. Berdoa
8
15
13, 33%
25%
V
3
  1. Mencari Dana
0
3
0
5%
V
4
  1. Birkan Saja
0
2
0
3, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Tingkat kebersamaan, sosial atau ukhuwah sesama muslim begitu besar diantara mahasiswa seakan menyatu baik yang terjadi dilingkungan UMJ atau UAI terutama ketika ada diantara mereka yang terkena musibah khususnya sakit,Apabila masuk menemui ( menjenguk ) orang sakit maka lakukanlah doa,maka sesungguhnya doanya itu seperti doa malaikat9 perhatian mereka sangat membanggakan, Seperti yang terlihat dalam tersebut diatas menjenguk teman yang sakit sebesar 66, 66% - 86, 66%, sementara yang berdoa juga cukup baik dikedua kampus tersebut 13, 33% - 25%, kemudian diantara mencari dana atau membiarkan saja sangat kecil prosentasinya yaitu 3, 33% - 5%. Menjenguk teman yang sedang sakit adalah perbuatan mulia dan sangat dianjurkan oleh Islam, malah mereka yang menuju menjenguk saudaranya yang sakit berada di taman-taman surga. Seorang muslim dengan muslim lainnya seperti sebuah tubuh, jika satu anggota sakit maka terasa seluruh tubuh. Ini menggambarkan bahwa apa yang menjadi persoalan umat islam seharusnya diatasi secara bersama, saling menumbuhkan rasa simpati dan partisipasi diantara mereka, bukan sebaliknya acuh dan tidak peduli. Kepedulian sosial yang ditunjukkan mereka dalam berinteraksi sosial di lingkungan kampus dengan cara menjenguk dan mendoakan teman yang sakit sangat mulia, perbuatan ini bukan sekedar berkunjung dan membantu, tetapi ada nilai pembentukan karakter seorang mahasiswa muslim menuju masnusia yang peduli dan mempunyai kepekaan tinggi terhadap lingkungan. Karakter inilah yang harus dibangun oleh kampus-kampus islam agar lulusannya bukan saja peka terhadap kemampuan jasmani seperti perkembangan teknologi, tetapi kepekaan rohani berupa mengedepankan nilai keagamaan dalam bermasyarakat sangat dibutuhkan untuk membangun suasa islami.






Tabel 24
Respon Responden oknum Merusak Agama di Kampus

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Tidak Senang
31
31
51, 66%
51, 66%
V
2
  1. Senang
0
0
0
0
V
3
  1. Mencegah
29
27
48, 33%
45%
V
4
  1. Tidak Peduli
0
2
0
3, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Dalam menilai sejauh mana keimanan dan panatisme seorang muslim terhadap agamnya terlihat ketika melihat agamanya di rusak apapun bentuknya, dilihat bagaimana respon dan sikapnya, diam atau bereaksi. Nampaknya rasa kecintaan dan panatisme mahasiswa baik di UMJ atau di UAI sangat tinggi dan peduli terhadap oknum yang mencoba merusak dan mengganggu terhadap islam. Dalam tabel tersebut diatas mereka tidak senang melihatnya sebesar 51, 66%, sementara ketidakrelaan dalam bentuk mencegah kedua kampus itu juga sangat baik dan berimbang yaitu sebanyak 45% - 48, 33%, dan yang menyatakan senang tidak ada sama sekali, 0%, dan yang menyatakan tidak peduli sangat tipis yaitu 3, 33%. Pemandangan ini sangat membanggakan, karena rasa kepedulian dan ghiroh keagamaan mereka masih cukup baik, meskipun mereka pada usia yang masih muda dan terkadang hidup masih belum sesuai denagn ajaran Islam, namun pembelaan terhadap agama begitu melekat dalam diri mereka. Barang siapa yag melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu dengan lidah, jika tidak mampu maka dengan hati, yang demikian selemah-lemahnya iman10 Ini merupakan modal bagi kampus untuk mengembangkan dan membangun rasa kepedulian mereka terhadap perkembangan islam kedepan. Menghadapi perkembangan zaman yang begitu pesat manusia bukan saja membutuhkan teknokrat dan para intelektual yang prima, namun harus dibarengi dengan kemampuan spritual yang prima juga, agar sikap dan kebijakan yang di buat tidak semata berdasarkan petrimbangan material, tetapi juga mengedepankan aspek keagamaan. Universitas merupakan lahan subur untuk memupuk dan menumbuhkan keterpaduan ilmu tersebut di tengah masyaharak islam, khususnya mahasiwa sebagai subyek langsung dan produk pendidikan intelektual sebagai pemimpin masa depan. Jika ini terpadu dengan baik tidak susah kita membangun negeri menjadi bangsa yang tinggi peradabannya.

Tabel 25
Respon Responden Kampus Sudah Islami dalam interaksi sosial

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Sudah
8
32
13, 33%
53, 33%
V
2
  1. Belum
44
18
73, 33%
30%
V
3
  1. Masih Jauh
6
4
10%
6, 66%
V
4
  1. Tidak Tahu
2
6
2, 33%
10%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Dalam mengukur kampus islami adalah sejauhmana penerapan nilai-nilai islam dalam interaksi sosial sesama warga kampus seperti memberi salam,sopan santun,murah senyum,kepekaan sosial,disiplin waktu dan sikap terpuji lain yang diajarkan islam.Hal ini dapat dilihat dari intensitas interaksi sosialnya. Dalam kampus seperti UMJ dan UAI tentu saja yang menjadi ukuran bukan saja besar – kecil reaksi hubungan itu, tatapi adalah yang menjadi ukuran sudah sesuai belum dengan ajaran islam, karena inilah yang akan menjadi barometer utamanya. Menyikapi penomena ini di UMJ dengan UAI ada perbedaan yaitu sebesar 13, 33% - 53, 33%, lebih banyak di UAI, demikian pula yang belum berjalan dengan baik juga perbedaan cukup tinggi yaitu 30% - 73, 33%, sementara yang beranggapan masih jauh dari nilai interaksi sosial yang islami agak berimbang yaitu 2, 33% - 10%, hampir sama dengan yang tidak dapat membedakan atau tidak tahu 2, 33% - 10%. Sebaiknya kedua kampus memperbaiki kondisi ini terutama UMJ yang mempunyai tujuan mempertahankan dan menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat dan civitas akademika yang dinamis dan fro aktif11 sebab lambat laun kondisi ini akan mempengaruhi keberadaan dan eksitensi universitas di mata mahasiswa secara interen dan masyarakat luas secara eksteren, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nama baik universitas dan artinya rasa simpati dan keinginan kuliah di UMJ bisa berkurang. Sekarang yang mesti dilakukan baik UMJ atau UAI adalah berupaya menciptakan dan meningkatkan suasana interaksi sosial yang islami seperti banyak menggunakan simbol islam dalam berpakaian, berbicara, berjanji, bertemu dan berpisah, bergaul,taat aturan akademik, penataan taman dan interior ruangan dts. Hal-hal seperti inilah yang akan mendatangkan simpati baik dari atau luar kampus.

Tabel 26
Respon Responden Pelayanan Mahasiswa Sudah Islami

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Sudah
14
37
23, 33%
61, 66%
V
2
  1. Belum
31
10
51, 66%
16, 66%
V
3
  1. Terkadang
15
13
25%
21, 66%
V
4
  1. Tidak
0
0
0
0
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Pelayanan universiats kepada mahasiswanya merupakan bagian yang sangat menentukan baik tidaknya pengelolaan administrasi. Disamping itu menjadi tolak ukur profesionalisme yayasan dalam menyelenggarkan pendidikan tinggi di masyarakat. Kerap kali calon mahasiswa bisa menjadi mahasiswa disebabkan pelayanan administrasinya baik dan pegawainya disiplin dalam bekerja. Tidak mungkin suatu Universtas menjadi besar dan mempunyai nama harum jika tidak dibarengi dengan layanan yang prima. Dalam persoalan pelayanan ini kedua kampus itu baik di UMJ dan UAI sebagian besar sudah melayani mahasiswa secara baik yaitu 23, 33% - 61, 66%, sementara yang beranggapan belum sebanyak 16, 66% - 51, 66%, dan yang melakukan terkadang saja masih lumayan besar yaitu 21, 66% - 25%. Dari ketiga tipe pelayanan tersebut sebanarnya secara umum masih bisa dikatakan baik, tinggal lagi peningkatan harus dilakukan secara terus menerus jangan bersifat insidental dan musiman sifatnya.UMJ bertujuan meningkatkan manajmen profesional ,Islami dan bertanggungjwab12 , UAI meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap pemakai jasa pendidikan 13 Islam mengajarkan kepada umatnya agar bejerja disiplin dan menempatkan pekerja memang orang yang mempunyai kemampuan baik dalam bidangnya, bukan karena keluarga atau satu kolega. Jadi islam mengedepankan propesionalisme dan memiliki kompensi yang tinggi dalam merekrut tenaga kerja. Jika pola menajmen yang ditawarkan islam sudah berjalan dengan baik di kampus-kampus islam tidak ada lagi mahasiswa yang merasa dirugkan dalam pelayanan. Sebaliknya akan timbul layanana pekerjaan yang serba menguntungkan, karena yang bekerja benar-benar didasari oleh tuntutan tugas yang menjadi tanggungjawabya bukan karena ada aturan. Suasana kerja Inilah yang perlu diciptakan oleh kampus-kampus islam yaitu memberikan pelayanan islami.
Tabel 27
Respon Responden Tentang Kebersihan Kampus

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Baik
31
53
51, 66%
88, 33%
V
2
  1. Buruk
14
5
23, 33%
8, 33%
V
3
  1. Kotor
12
1
20%
1, 66%
V
4
  1. Tidak Terurus
3
1
5%
1, 66%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Kebersihan dalam islam merupakan bagian dari keimanan seorang muslim, dengan kata lain seorang muslim yang patuh dengan ajaran agamanya sudah pasti menjadikan kebersiahan bagian dari perjalanan hidupnya kapan dan dimanapun mereka berada..Barang siapa yang memiliki tanah maka hendaklah menanaminya tau memberinya kepada saudaranya,apabila enggan maka hendaklah ia memelihara tanahnya14 Kampus sebagai bagain masyarakat yang berbudaya sudah sepentansnya memelihara kebersihan lingkungan. Melihat tabel diatas menunjukkan bahwa kebersihan di kedua kampus tersebut menujukkan angka yang sangat baik yaitu 51, 66% - 88, 33%, sementara yang menyatakan buruk sebesar 8, 33% - 23, 33%, lingkungan kampus dianggap kotor sebesar 1, 66% -20%, dan yang menilai tidak terurus cukup kecil yaitu Cuma 1, 66% - 5% saja. Kebersihan kampus merupakan persyaratan yang tidak bisa ditawar lagi, bukan saja berpungsi sebagai menambah keindahan lingkungan, tetapi dapat menambah motivasi belajar mahassiswa dan senang melakukan berbagai aktifitas. Untuk menciptakan suasana seperti ini bukan saja menjadi kewajiban pihak universitas dan sivitas akademiknya, tetapi juga mahasiswa sangat berperan bersih dan kotornya lingkunngan kampus. karena mahasiswa bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas kampus. Persoalan yang mendasar biasanya terletak pada kedisplinan menjaga lingkungan yang bersih, oleh karena itu jika ada responden kampus kotor dan tidak terurus bukannya pihak universitas tidak serius mengurus kebersihan, namun kesadaran menjaga lingkungan itulah yang belum melekat pada setiap individu kampus. Jika kampus sudah mampu membudayakan kebersihan lingknungan itu pertanda bahwa kesadaran beragama sudah baik, .

Tabel 28
Respon Responden Bertemu Dosen atau Teman

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Salam
44
45
73, 33%
75%
V
2
  1. Selamat Pagi/Sore
3
1
5%
1, 66%
V
3
  1. Senyum
11
14
18, 33%
23, 33%
V
4
  1. Cuek
2
0
3, 33%
0
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Mengucapkan salam bagi seorang muslim bukan saja mendapat pahala tetapi juga membawa dampak positif yang besar, sebab salam merupakan doa bagi yang memberi salam atau yang menjawabnya, oleh karena itu sangat disunahkan untuk menebarnya sesama muslim baik terhadap yang kita kenal atau tidak.Wahai manusia sebarkanlah salam15, dalam hadis lain dikatakan baik kepada yang dikenal atau belum. Kenyataan yang terlihat di kedua kampus baik UMJ atau UAI mengucapkan salam termasuk sudah terbiasa diucapkan jika saling bertemu. Hal ini terlihat dari tabel diatas yaitu sebesar 73, 33% - 75%, sementara yang Cuma senyum sebesar 18, 33% - 23, 33%, yang mengucapkan selamat pagi dan sore 1, 66% - 5%, dan yang cuek dan tidak bereaksi 3, 33%. Kehidupan kampus yang tumbuh dengan nilai-nilai keislaman sangat menguntungkan bagi masyarakat terutama dalam membina dan menumbuhkan rasa persaudraan sesama muslim. Masa sekarang ini rasa ukhuwah di kalangan umat islam sudah mulai memudar. karena terkotak oleh perbedaan politik, oraganisasi, profesi, menebarkan salam menuju salah satu jalan untuk mengembalikan rasa kerenggangan diantara sesama umat islam. Begitu penting peranan mengucapkan salam, maka menjawabnya salam menjadi wajib hukumnya. Disampng itu menebar senyum bukanlah sesuatu yang tidak baik, ini juga merupakan dari bagian perintah agama, bahkan senyum adalah sodakoh bagi seorang muslim. Jadi jika ada dua amalan ini yakni salam dan senyum selalu menjadi bagian dari pergaulan keseharian di lingkungan kampus, maka suasana islami sudah terasa, dengan demikian keharmonisan dan kedamaian selalu mengiringi aktifitas baik di UMJ atau di UAI sebagai model kampus islamai yang sarat dengan pendidikan integratif.
Tabel 29
Respon Responden tentang Pergaulan Mahasiswa

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Baik
35
22
58, 33%
36, 66%
V
2
  1. Mengkhawatirkan
15
13
25%
21, 66%
V
3
  1. Bebas
6
16
10%
26, 66%
V
4
  1. Tidak Tahu
4
9
6, 66%
15%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Apabila diperhatikan tingkat dan model pergaulan di kedua Universitas tersebut seimbang dan tidak ada perbedaan yang terlalu menyolok, seperti pada tingkat baik 36, 66% - 58, 33%, sementara yang menghatirkan sebesar 21, 66% - 25%, dan yang bebas sebanyak 10% - 26, 66%, malah yang tidak mengethui sebesar 6, 66% - 15%. Penemona tersebut mengindikasikan masih terjadi pergaulan yang sebenarnya tdak pantas dilakukan dan terjadi di tengah dan komoditas kampus islami. Baik UMJ atau UAI menerapkan sistem etika – moral sebagai modal dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia , lingkungan yang Islami16. Tidaklah berkhalwah ( bersepian ) seorang laki dan wanita kecuali syaitan yang ketiganya yang akan masuk diantara keduanya17 Hal ini akan membawa dampak yang tidak baik terhadap perkembangan universitas di mata masyarakat. Sebab jika cara pergaulan mahasiwa/ i sudah melampaui batas sesuai yang diatur dalam islam, kita khawatir ada oknum dari luar yang memanfaatkan memontum ini masuk dan bertujuan merusak pergaulan mahasiswa/i di kedua kampus tersebut. Karena kelompok yang tidak simpati dengan islam selalu ada dan mencari kelemahan islam terutama dari para pemudanya, termasuk pakaian yang modis sarat dengan misi orang lain guna merusak akhlak dan pergaulan generasi muda islam, dan kampus islam merupakan salah satu sasaran target yang utama. Jika diperhatikan yang peneliti saksikan cara bergaul mereka cukup mengusap dada, sebab memang kurang ada perhatian kusus dari pihak universiats untuk mengatur ruang gerak mereka, minimal ada alat kontrol yang membuat mereka merasa risih dan malu jika melebihi pergaulan yang melanggar norma ketimuran, terlebih ajaran islam. Usaha ini memeng berat dan akan berdampak, karena akan timbul pro-kontra, tetapi ini suatu keharusan guna menjaga keberadaan kampus islami. Kita yakin usaha ini mendapat dukungan yang luas, terutama dari orang tua para mahasiswa, karena dari awal mereka mengharapkan jika anaknya bukan saja bagus kemampuan intelektualnya tetapi jiwa spritualnya juga dapa dibanggakan.

Tabel 30
Respon Responden Cara Berpakaian Mahasiswa/i

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Menutup Aurat
27
11
45%
18, 33%
V
2
  1. Terbuka
9
4
15%
6, 66%
V
3
  1. Modis
23
44
38, 33%
73, 33%
V
4
  1. Seronok
1
1
1, 66%
1, 66%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Aurat dalam ajaran islam merupakan bagian yang sangat pital, bahkan berdampak sah dan tidaknya ibadah seorang muslim. Memang ada perbedaan aurot seorang muslimah dengan seorang muslim jiak muslimah harus tertutup seluruh tubuh dari kepala sampai kaki, kecuali muka dan dua tapak tangan. sementara jika lelaki dari lutut sampai pusat (puser). Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan keseluruh tubuhnya.18 Kampus islami seperti UMJ dan UIA harus menjadi contoh dalam berpakaian terutama para mahasiswinya. Ternyata yang termasuk menutup aurot cukup lumayan yaitu 18, 33% - 45%, sementara yang modis dan mengitkuti trendy zaman cukup signifikan yaitu sebesar 38, 33%-73, 33%, namun yang seronok sangat kecil Cuma 1, 66%, sementara yang terbuka sebanyak 6, 66% - 15%. Ternyata perbandingan kedua kampus tersebut tidak berbeda jauh, yang menjadi sorotan adalah perlu adanya kampanye dan pengertian dari pihak univeritas perlunya berpakaian sesuai dengan ajaran islam. Memang modis belum tentu tidak menutup aurot, sebab modis lebih berkonotasi pada perkembangan mode, banyak memang pakaian yang menutup aurot tetapi sangat modis. Yang perlu mendapat perhatian dan memprihatinkan kita mahasiswi yang berpakaian tetapi nampak tidak berpakaian seerabab aurotnya terlihat dengan jelas. Tidak mudah memang mengatur mereka, namun jika diberi pengertian yang mendidik dan penuh kelembutan melalui pendekatan personal, baik melalui pertemuan kelembagaan atau ceramah agama kita yakin mereka akan merubah siakp dirinya dalam berpakaian. Sebab ada juga yang tidak mengetahui manfaat berpakaian menutup aurot, atau bisa juga tidak memahami secara benar sebatas mana aurot seorang muslimah.

Tabel 31
Respon Responden Jajan di Kantin Kampus

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Jujur
55
52
91, 66%
86, 66%
V
2
  1. Suka Bohong
0
0
0
0
V
3
  1. Semaunya
5
8
8, 33%
13, 33%
V
4
  1. Tidak Bayar
0
0
0
0
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Salah satu kegiatan anak kampus yang menjadi ciri khas mereka adalah bercengkrama di kantin kampus.Kantin bukan saja tempat makan dan minum atau jajan mahasiswa, tetapi merupakan tempat yang strategis untuk ngobrol seputar pengelaman, atau hoby sampai pengalaman pribadi mereka sesama mahasiswa. Melihat tabel diatas tingkat kejujuran mereka dalam jajan di kantin kampus sangatlah tinggi, baik mahasiswa UMJ atau UAI dalam mempersiapkan insan yang profesional di bidangnya percaya diri,bertanggungjawab yang berkarakter sipat shiddiq (jujur)19 .Mereka tidak berbohong atau curang dalam membayar, selalu sesuai dengan harga yang dimakan. Hal ini terlihat pada jawaban yang meraka tampilkan yaitu 86,66 % - 91,66 %, Sikap jujur sangatlah diperlukan bagi seorang manusia dalam bergaul ditengah masayarakat, bahkan ada kata hikmah yang berbunyi kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Artinya jujur membuat seorang bisa diterima oleh lapisan masyarakat manapun baik dari golongan tingkat atas sampai tingkat bawah. Dalam islam jujur merupakan ahlak mulia yang merupakan ukuran taqwa tidaknya seseorang. Mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan sudah seharusnya memelihara sipat ini agar tidak lepas dari diri mereka, melekat seperti menyatunya kulit dengan daging. Sebagai lembaga pendidikan tinggi islam UMJ atau UAI seharusnya menjadi pelopor membentuk para mahasiswanya menjadi manusia yang jujur baik kata dan perbuatan. Jika ini dapat dipertahankan akan mendatangkan beberuntungan bagi kedua kampus tersebut.






Tabel 32
Respon Responden Porsi Mata Kuliah Agama

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. 2 SKS
26
38
43, 33%
63, 33%
V
2
  1. 3 SKS
20
8
33, 33%
13, 33%
V
3
  1. 4 SKS
8
9
13, 33%
15%
V
4
  1. 0 SKS
6
5
10%
8, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Mencermati sipat jujur atau sipat terpuji lainnya yang telah diperlihatkan oleh kedua kampus baik UMJ atau UAI adalah bagian dari dampak positif dan pembinaan keagamaan yang diberikan kedua kampus tersebut kepada para mahasiwa baik melalui perkuliahan formal di dalam klas atau melalui aktifitas dan kegiatan keagamaan. Langkah ini upaya membangun UAI dan UMJ sebagai pusat pendidikan Islamisasi pengetahuan, Yusuf Qardawi,Fazlurahman,Umer Chafra, Malik B Badri adalah tokoh-tokoh penggerak islamisasi pengetahuan yang menegmukakan berbagai ide-ide alternafif yang bersumber dari ajaran Islam20 Melihat tabel diatas jawaban mereka tentang porsi pendidikan agama yang mereka terima selama seminggu sudah sangat mencukupi yaitu sebanyak 43,33 % - 63,33 %. Yang menjadi kegembiraan adalah meraka sudah mampu mengimplementasikan nilai-nilai agama pada peraulan sehari- hari terutama dalam lingkungan kampus. Pendidikan agama bagi UMJ dan UAI merupakan salah satu keunggulan dan mempunyai nilai tersendiri di masyarakat, terutama dari para wali murid mahasiswa.Sebab yang menjadi pertimbnagan utama para orang tua adalah agar anaknya menjadi seorang ilmuan yang bukan saja bagus saitisnya tetapi juga pengamalan agamanya tidak kalah, terutama ahlak dan ibadah mahdohnya. Jadi misi dan visi kedua kampus yang berangkat dari ormas islam tersebut mengusung pendidikan integratif semakin menjadi kenyataan. Banyak alumninya yang berkiprah di masyarakat baik swasta atau pemerintah pertimbangan utama mereka adalah karena pembinaan mental dan nilai keislamannya sudah baik, tidak diragukan lagi. Apalagi pada sekarang ini perusahaan atau instansi membutuhkan pekerja yang kuat spritualnya.

Tabel 33
Respon Responden Adakah Nilai Keislaman dalam Kuliah

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Ada
49
39
81, 66%
65%
V
2
  1. Sedikit
11
15
18, 33%
25%
V
3
  1. Samar-samar
0
4
0
6, 66%
V
4
  1. Tidak Ada
0
2
0
3, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Pendidikan integratif yang menjadi penelitian penulis adalah untuk mengetahui secara akurat di lapangan apakah konsep pendidikan integratif sudah terlaksana penerapannya baik di UMJ atau di UAI sebagai Pendidikan tinggi islam swasta . Ternyata penerapannya sudah terlaksana secara baik yaiitu 65% - 81, 66%, disamping itu yang menurut mahasiswa masih samar sangat kecil yaitu 6, 66%, yang berpendapat masih sedikit tidak besar jumlahnya berkisar 18, 33% - 25%, yang mengatakan tidak ada nilai keislamannya sangat kecil sekali yaitu sebesar 3, 33%. Sebenarnya tidak ada dikotomi antara pengetahuan agama Islam dengan umum.Oleh karena itu adanya lembaga yang mengintegrasikan ilmu agama dan umum merupakan suatu kebutuhan dewasa ini21 Pendidikan tinggi islam mempunyai misi dan visi yang jelas yaitu membentuk mahasiswa atau lulusannya kuat iman dan imtaqnya, bukan saja bagus kemampuan intelektualnya, tetapi juga kuat nalar spritualnya. Dengan kata lain ulama yang intelektua dan intelektual yang ulama. Pada masa sekarang ini dimana dunia terus mengglobal sehingga kemajuan teknologi tidak bisa terhindari, bahkan terkadang lebih cepat dari pergerakan manusia itu sendiri. Jadi dampaknya begitu besar, jika positif akan membawa manusia bahagia, namun yang negatifnya akan menyusahkan manusia itu sendiri. Disinilah peranan ilmu sangat berperan terutama yang berkaitan dengan iman dan akidah. Banyak pejabat yang bergelar sarjana tetapi ilmunya digunakan untuk menipu dan merugikan orang lain, tidak amanah, korupsi dan manipulasi data. Ini terjadi sisebabkan mereka kurang menghayati nilai-nilai agama. Yang ada cuma hawa nafsu dan kepentingan pribadi yang bersifat material, jika dari awal sudah dibekali ilmu agama kemungkinan tersebut dapat dihindari atau paling tidak bisa diminimalisasi.







Tabel 34
Respon Responden Alasan Kuliah di Kampus Islam

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Membela Islam
21
12
35%
20%
V
2
  1. Orang Tua
30
39
50%
65%
V
3
  1. Jabatan
9
9
15%
15%
V
4
  1. Ikut-ikutan
0
0
0
0
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Menilik tabel diatas menggambarkan bahwa kuliah yang merupakan pendidikan tingkat tinggi seorang seharusnya dilakukan dengan kemauan dan bakat si anak, bukannya dipaksakan atau ada intervensi dari orang luar termasuk keluarganya. Didiklah anak-anak kalian ilmu pengethuan tidak seperti yang pernah diajarkan kepada kalian karena mereka diciptakan untuk generasi zaman yang berlainan dengan generasi zaman kalian 22. Tingkat belajar di universitas mempunyai persoalan yang sangat berbeda dengan di sekoah menengah umum baik sistem belajar atau kurikulum, lingkungan dan aturan akademik lainnya, jadi memerlukan kemampuan yang mandiri dan bisa memecahkan persoalan yang diberikan oleh dosen. Mengikuti hasrat orang tua berdasarkan tabel diatas masih tinggi baik di UMJ atau UAI yaitu sebesar 30% - 39%, dan yang bermotivasikan membela islam 12% - 21%, sementara yang bertujuan mencari jabatan antara mahasiswa kedua kampus seimbang yakni 15%, Secara umum dapat dikatakan bahwa mereka yang berkuliah di kedua kampus itu sudah baik, jika ada yang mengikuti kehendak orang tua pertimbangannya adalah agar si anak akhlaknya tetap terjaga dan tidak terkontiminasi dengan lingkungan yang sudah mulai jauh dari nilai keagamaan, namun mengenai bakat dan kebebasan memilih jurusan diserhkan kepada si anak, dengan begitu secara akedemik tidak ada kekangan. jika akhlak sudah baik maka perusahaan atau lembaga manapun bisa menerima mereka bejerja sarjana muslim.

Tabel 35
Respon Responden Kepuasan Kuliah di Kampus Islam

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Ya
26
33
43, 33%
55%
V
2
  1. Belum
26
21
43, 33%
35%
V
3
  1. Tidak
2
3
3, 33%
5%
V
4
  1. Tidak Tahu
6
3
10%
5%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Kepuasan mahasiswa menimba ilmu dalam universitas merupakan pertanda bahwa lembaga pendidikan tinggi tersebut sudah berhasil memberikan pelayanannya kepada masyarakat. Secara umum proses belajar pembelajaran baik yang menyangkut layanan akademis, kwalitas dan Sumber daya manusia baik tenaga administrasi atau tenaga edukatif, kurikulum, methode pembelajaran, akreditasi prodi baik, sarana pisik dan penunjang mencukupi bahkan sampai dengan layanan sekunder mahasiswa kesemua itu terpenuhi, sesuai dengan visi dan misi kedua kampus tersebut berkarakter sipat amanah, profesional dalam layanan jasa pendidikan23. Data tabel diatas tersebut menunjukkan bahwa kepuasan itu sudah nampak baik di UMJ atau UAI yaitu melebihi dari lima puluh prosen yaitu 43, 33% – 53%, sementara yang merasa belum sejumlah 35% – 43,%, dan yang merasa tidak kecil sekali yaitu 3, 33% – 5%. Ini menunjukkan bahwa pelayanan kedua universitas tersebut sudah memenuhi harapan mahasiswa. Menurut pengamatan yang peneliti perhatiakn memang lingkungannya sudah sangat mendukung terciptanya pelayanan yang prima kepada mahasiaswa sebagai pemakai langsung jasa pendidikan tersebut. Prestasi ini janganlah membuat terlena sebab saingan pendidikan tinggi semakin ketat, apalagi akan datang persaingan global, dimana orang luarpun boleh menyelenggrakan pendididkan di negeri ini. Jelas langkah mereka merupakan tantangan baru bagi dunia kampus terutama yang dikelola umat islam. Disamping itu kepuasan mahasiswa tersebut dijadikan cambuk untuk menyempurnakan kekurangan.

Tabel 36
Respon Responden Dosen Memulai Kuliah

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Basmalah
54
38
90%
63, 33%
V
2
  1. Doa
2
5
3, 33%
8, 33%
V
3
  1. Al-Fatihah
0
0
0
0
V
4
  1. Diam Saja
4
17
6, 66%
28, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Dalam ajaran islam dalam mengerjakan sesuatu yang baik harus dimulai dengan menyebut nama Allah SWT. yang maha pengasih dan maha penyayang bagi seluruh mahluknya, dengan demikian semua pekerjaan dan usaha kita akan menuai keberkahan. Setiap amal yang ada kebaikannya tidak dimulai dengan ucapan menyebut nama Allah, maka tidak ada keberkahan24. Banyak kita melupakan atau kerena belum terbiasa atau juga lalai padahal amalan ini sangat penting dan merupakan pertanda bahwa itu bagian dari hamba yang pandai bersyukur. Dari tabel diatas ternyata ajaran ini sudah berjalan dengan baik dengan jumlah 38 – 54%, sementara yang membaca doa berkisar 2 – 5%, tetapi yang diam saja juga masih ada sekitar 4 – 17%. Gambaran temuan ini baik di UMJ atau di UAI tidak terpaut perbedaan yang jauh, semua dosen sudah membiasakan diri memulai kuliah dengan membaca asma Allah SWT. jika ada yang belum melaksanakan mungkin itu cuma terlupa bukannya tidak mengetahui hukumnya, atau bisa dosen tersebut membacanya dengan sir, bukan tidak membaca. Kebiasaan ini bukan saja itu memang perintah agama, tetapi juga ada unsur dawah yang besar pengaruhnya bagi mahasiswa. Kampus islami harus menunjukkan diri dan selalu eksis dengan aturan yang ada dalam islam, jangan sampai sikap kita akan mengundang orang lain padahal itu tidak baik, terlebih dihadapan mahasiswa yang mempunyai daya kritis tinggi terhadap penomena yang ada di sekitarnya, disamping itu akan membawa citra yang tidak indah di tengah masyarakat sebagai mitra universitas yang cukup penting.
Tabel 37
Respon Responden Dosen Menyudahi Kuliah

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Hamdalah
50
39
83, 33%
65%
V
2
  1. Doa
1
0
1, 66%
0
V
3
  1. Keluar Saja
9
17
15%
28, 33%
V
4
  1. Diam Saja
0
4
0
6, 66%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan


Salah satu hal penting untuk mengetahui akhlak seorang muslim adalah dengan cara melihat apa yang diucapkan ketika habis mengerjakan kebaikan. Jika yang keluar pujian kepada Allah, maka itulah pertanda mereka seorang muslim yang baik, karena itulah ajaran Islam. Maha suci Allah Tuhan singgasana (arasy) yang agung. Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta25 Dalam kedua kampus tersebut baik UMJ atau UAI masih kental dan kuat nilai keislamannya yaitu sampai 39-50% angka ini cukup tinggi. Sementara dosen yang diam dan langsung keluar ruangan berjumlah 4 – 17%. Sebagai kampus yang berlabel islam mestinya para dosen memberi contoh kepada mahasiswa dengan membumikan ajaran islam dalam segala aktipitasnya terutama di dunia pendidikan sebagai corong dalam menyuarakan dakwah islam. Untuk merealisasikan itu semua diperlukan kerja sama yang baik antara pihak yayasan, karyawan, dosen dan mahasiswa sebagai sasaran utamanya. Harus ada yang mengkampanyekan dan mensosialisasikannya secara baik, jangan sampai terjadi kampus islami tetapi penghuninya tidak memahami aturan dan akhlak islam. Dalam aspek akhlak mestinya selalu dikedepankan karena dari sinilah akan terukur sampai dimana seorang muslim berinteraksi dengan lingkungan dengan baik. Seorang ilmuan yang berakhlak tinggi tentunya semakin dekat mereka dengan Allah SWT. sebab sadar bahwa ilmu yang diperolehnya tidak seberapa dibandingkan dengan kekuasaan Allah SWT. demikian pula terhadap sesama manusia tidak timbul rasa sombong dan besar diri kerena marasa pintar sendiri.

Tabel 38
Respon Responden Menyontek Dalam Ujian

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Pernah
23
25
38, 33%
41, 66%
V
2
  1. Sering
6
9
10%
15%
V
3
  1. Sesekali
22
22
36, 66%
36. 66%
V
4
  1. Tidak Pernah
9
4
15%
6, 66%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Fenomena yang hampir boleh dikatakan umum dalam dunia kampus adalah aktifitas mahasiwa sering kali mengelabui pengawas dalam mengikuti ujian, dengan bahasa mereka dikenal dengan ngepe. Melihat tabel diatas kejujuran mahasiswa dalam mengikuti ujian tengah smester atau ujian akhir smester pernah melakukan nyontek, prosentasenya cukup besar yaitu 23 – 25%, untuk yang sifatnya insidental sebesar 22%, ada yang menghawatirkan yaitu sering nyontek itu dilakukan mahasiswa 6 – 9%. disamping sikap mental yang baik, ternyata masih ada mahasiswa yang mempunyai idelisme tinggi yakni mereka tidak pernah menyontek dalam ujian. Salah satu tanda sipat tercela dalam seorang muslim adalah hianat,karena ini bagian dari sipat tanda orang munafik Tanda orang munafik tiga bila bicara dusta,bila janji berbohong, bila diamanahkan hianat26 Kejadian ini mestinya harus ada upaya maksimal dari pihak universitas agar kegiatan ini tidak lagi nampak di kampus islam, karena biarbagaimanpun sikap ini akan menghantarkan mahasiswa bersikap tidak jujur ketika mengatasi persoalan, atau diberi amanah. Harus ada pembentukan karakter yang bersifat kesinambungan, dan ini bisa dimulai dari kampus sebagai dunia ilmiah yang menjujung tinggi nilai-nilai sportipitas akdemis. Menyontek merupakan sikap mental yang terjadi secara spontanitas, tetapi diakui atau tidak sikap ini terbawa dari produk pendidikan sebelumnya. Oleh karna itu dampak negatifnya juga akan merambah dan biasanya berkepanjangan. Jadi menyontek bukan saja akan mendatangkan sikap malas yang merugikan bagi mahasiswa, namun mereka yang jujur dalam ujian bisa tergusur prestasinya.

Tabel 39
Respon Responden Mata Kuliah Favorit

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Agama
10
6
16, 66%
10%
V
2
  1. Sosial
20
32
33, 33%
53, 33%
V
3
  1. Eksakta
12
5
20%
8, 33%
V
4
  1. Gabungan
18
17
30%
28, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan
Setiap mahasiswa memang bebas untuk memilih ilmu yang akan ditekuninya sebab banyak berkaitan dengan bakat dan kebutuhan pribadi, atau bisa juga kebutuhan pasar. Namun begitu kesenangan pada mata kuliah favorit mampu menimbulkan persaingan positif sesama mahasiwa. Dari tabel diatas ditemui mata kuliah sosial menjadi mata kuliah terfavorit yaitu sebesar33,33 %- 53,33 %, disusul dengan mata kuliah gabungan yaitu mencapai 28,33% -30% sementara mata kulia eksakta masih besar yaitu 8,33 %-20 % , disusul mata kuliah agama sebanyak 10%. -16,66 % Al Ghazali tidak memandang antara ilmu agama dengan ilmu umum bertentangan , karenanya keduanya saling melengkapi27, Jika dilihat perbandingan dari kedua Universitas tersebut cukup berimbang, artinya keterwakilan mereka dalam memilih mata kuiliah menggambarkan adanya pemerataan dalam mempelajari ilmu pengetahuan, tidak didominasi dengan mata kuliah tertentu. Inilah yang menyebabkan akan terjadinya wawasan yang luas dan daya analisa yang tinggi bagi seorang mahasiwa.
Sementara itu yang menjadi sasaran utama penelitian yaitu untuk mengtahui sejauah mana pendidikan integratif bisa terselnggara cukup berhasil terbukti penggabungan mata kuliah umum dan agama masih menjadi pilihan favorite dikalangan mahasiswa. bisa disimpulkan bahwa mereka menginginkan bukan saja kesuksesan intelektual yang diperoleh, tetapi juga kekayaan spritualnya bisa terpenuhi, jadi ada nilai keseimbangan nya. Jiwa mereka tidak kering walaupun berhadapan dengan kemajuan teknologi yang serba mekanis, semua dikembalikan pada nilai-nilai Islam.






Tabel 40
Respon Responden Hiasan Dinding di Ruang Kuliah

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Kaligrafi
8
5
13, 33%
8, 33%
V
2
  1. Pahlawan Islam
0
0
0
0
V
3
  1. Ilmiwan Islam
2
1
3, 33%
1, 66%
V
4
  1. Kosong
50
54
83, 33%
90%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Respon responden tentang interior pada ruangan kuliah masih minim sekali terisi dengan kata atau foto yang dapat membangkitkan rasa dan memotifasi mahasiwa dalam mencari ilmu pengetahuan. Ini terlihat responnya mencapai 50 - 54%. Sementara dalam bentuk kaligrafi cuma 5- 8%, dan foto ilmuan islam sebesar 2%. Kondisi ini sebenarnya cukup disayangkan Sebab untuk memperoleh ilmu tidak saja kemampuan intelektual yang tinggi, tetapi juga kemampuan seni cukup membantu bahkan pada waktu-waktu tertentu bisa menjadi pilihan utama guna memompa semangat kerja menggeluti ilmu pengetahuan. Ibnu Sina memandang bahwa pendidikan seni akan mampu menajamkan pikiran , perasaan, mencintai dan meningkatkan daya khayal ( imajinasi ) yang kuat28
Otak manusia terbagi dua yaitu otak kiri dan otak kanan salah satunya membuthkan kehalusan rasa hati dan membentuk rasa sensifitas, disinilah seni dibutuhkan. Disamping itu gambar merupakan media pendidikan yang berpengaruh besar bagi peserta didik, dari sini bisa timbul inspirasi yang menimbulkan berbagai kreatifitas bagi seseorang, bukan saja bisa mendatangkan nilai material, tetapi juga menghasilkan yang tidak didapati di bangku kuliah. Jadi pengaruh interior ruang kuliah sebagai hiasan dinding menjadi bagian dari proses pembelajaran yang efektif, terlebih dalam bentuk kaligrafi baik pesan Al-Quran atau Hadist atau juga kata-kata hikmah cepat sekali membangkit kan rasa keislaman seorang mahasiwa. Sekilas hal ini ringan, tetapi mempunyai dampak begitu besar sekalipun pada tingkat pendidikan tinggi, terutama nilai filosifisnya.

Tabel 41
Respon Responden Materi Kuliah yang Kontra dengan Islam

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Menegur
17
9
28, 33%
15%
V
2
  1. Meluruskan
30
34
50%
56, 66%
V
3
  1. Memperingatkan
6
5
10%
8, 33%
V
4
  1. Biarkan Saja
7
12
11, 66%
20%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Menurut data yang peneliti dapati di lapangan bahwa rasa keislaman para mahasiswa masih cukup mengembirakan, rasa ghiroh dan fanatisme dalam beragama tidaka perlu diragukan. Hal ini terlihat pada sensitifisme jika terjadi penyimpangan atau kontra dengan ajaran islam mereka langsung meluruskan sebesar 30 - 34%. Sementara yang langsung menegur dan mengambil tindakan spontanitas juga masih signifikan yaitu 9 – 17%, di samping itu terdapat juga mahasiswa yang memperingatkan dosennya yaitu 5 – 6%, dan yang membiarkan dalam jumlah menengah sampai 12%. Melihat fenomena ini sangat variatif tanggapan mereka, tetapi secara umum predikat sebagai mahasiwa islam masih memiliki rasa tanggungjawab beragama yang baik. Ini dapat dicermati pada emosional mereka yang bisa dibanggakan.
Jika kampus mereka sudah terbentengi dengan baik terhadap anasir materi kuliah yang menyimpang dari ajaran islam maka diharapkan pembentukan mental dan jiwa spritualnya bisa terus terbawa ketika mereka beradaptasi di tengan masyarakat. Timbulnya sikap tidak terpuji dari para sarjana muslim di tengah komonitas tertentu bisa jadi ketika masa kuliahnya tidak mendapatkan pendidikan spritual yang optimal, atau bisa juga memang lingkungan format perkuliahannya belum integrated.

Tabel 42
Respon Responden Pendidikan Generasi Muda Islam ke Depan

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Umum
2
4
3. 33%
6, 66%
V
2
  1. Agama
19
18
31, 66%
30%
V
3
  1. Perpaduan
39
36
65%
60%
V
4
  1. Terserah
0
2
0
3, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Tantangan umat manusia semakin kedepan semakin berat kerena perkembangan ilmu pengetahuan terus maju seolah tanpa batas, konsekuensi adalah kehidupan manusia bisa semakin baik, dalam bahasa agama semakin taqwa atau bisa jadi semakin rusak dan jauh dari nilai-nilai agama. Oleh karena itu pendidikan yang merupakan pusat pembentukan manusia menjadi ukuran krusial keberadaannya. Dengan kata lain kurikulum sebagai pilot proyek sebuah pendidikan tinggi harus memadukan nilai-nilai keislaman dengan kemajuan teknolgi sesuai dengan perkebangan zaman. Mantan rektor IAIN Harun Nasution berujar Sejarah membuktikan, sarjana-sarjana muslim di masa lalu mampu mengusai ilmu-ilmu agama sekaligus ilmu umum , bahkan mengusai ilmu filsafat seperti Ibnu Sina,Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd29 Ternyata konsep ini mendapat suara mayoritas dari mahasiswa yaitu 36 – 39%. Namun begitu pendidikan agama juga masih mendapat dukungan baik yaitu 18 – 19%, hal ini semakin menguatkan konsep penerapan pendidikan integratif pada pendidikan tinggi islam sebagai persiapan generasi islam yang lebih baik di masa depan.
Banyak terjadi pada masa sekarang kemajuan teknologi menjadikan manusia terancam aqidahnya bahkan ada upaya pendangkalan yang bersifat sistemik, coba perhatikan sajian media massa baik cetak atau elektronik penuh dengan pengelabuan yang jika tidak jeli membuat umat islam tertipu karena dibungkus oleh dunia hiburan. Kejelian dalam memfilter itu semua memerlukan ilmu yang terpadu antara ilmu agama dan umum. Semua ini menjadi pekerjaan dan tugas umat islam dari semua kalangan, sebab dalam membentuk pendidikan membutuhkan
semua kekuatan dan banyak unsur didalamnya seperi ilmuandan persatuan umat islam.
Tabel 43
Respon Responden Memasuki Unsur Keislaman Ketika Kuliah

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Setuju
52
49
86, 66%
81, 66%
V
2
  1. Kurang Setuju
6
3
10%
5%
V
3
  1. Tidak Setuju
2
7
2, 33%
11, 66%
V
4
  1. Tidak Tahu
0
1
0
1, 66%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Mahasiwa kedua kampus sepakat secara baik bahwa dalam perkuliahan dimasuki unsur dan nilai-nilai keislaman, terutama mata kuliah bersifat terapan dan eksakta, sebab selama ini ada anggapan ilmu tersebut merupakan ilmu duniawi yang sifatnya tidak terkait dengan nilai-nilai ibadah. Anggapan ini harus diluruskan sebab semua ilmu bersumber dari Allah SWT. Naquib al- Atas dan Ismail Raji’ al Faruqi berpendapat bahwa umat Islam akan maju dan dapat menyusul barat manakala mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan dalam memahami wahyu, atau sebaliknya mampu memahami wahyu untuk mengembnagkan ilmu pengetahuan30 Dalam mencarinya tetap mendapat pahala, ada nilai ibadahnya, tidak ada dikotomi ilmu. Pendapat ini mendapat respon 81, 66% – 86, 66%. Ini menandakan pendidikan integratif dalam pendidikan tinggi islam sudah berlangsung baik. Dengan cara inilah islam akan memiliki ilmuan yang bukan saja pandai dalam teknologi (para saintis) tetapi juga memiliki keimanan (ulama) dan aqidah yang kuat, semakin banyak ilmunya semakin dekat dengan Allah SWT. karena sadar manusia lemah dan tidak mempunyai kekuatan, tidak sekuler seperti yang terjadi di dunia barat ilmu membuat mereka sombong dan berbangga diri, akal dijadikan segalanya dalam memutuskan persoalan.
Sementara yang kurang dan tidak setuju serta tidak tahu sangat kecil yaitu berkisar 1, 66% – 11, 66% saja itu pun kerena kekurangan pahaman saja atau ada alasan lain yang sebanarnya memerlukan pemikiran orang lain. Dengan demikian pendidikan integratif merupakan cara dan media yang ampuh untuk membangkitkan kembali pembentukan ilmuan yang ulama dan ulama yang ilmuan. Cara yang ditempuh oleh UMJ dan UAI serta pendidikan tinggi islam lainnya sudah tepat yaitu membuka fakultas atau prodi umum. Karena islam harus kuat dari segala lini.

Tabel 44
Respon Responden Penyebab Pendidikan Islam tertinggal

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Kurikulum
10
15
16, 66%
25%
V
2
  1. Manajemen
16
17
26, 66%
28, 33%
V
3
  1. Sumber Daya Manusia
18
19
30%
31, 66%
V
4
  1. Fasilitas
16
9
26, 66%
15%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Menurut responden berdasarkan tabel diatas bahwa penyebab utama tertinggal nya umat islam pada pendidikan tinggi islam dengan yang lain terutama dari kalangan non-muslim disebabkan masih minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki yaitu 30%- 31, 66%, kalaupun ada banyak yang berkiprah diluar negeri seperti yang ditemui pada Tabel 29. Sementara itu untuk alasan lain seperti manajemen 26, 66% - 28, 33% dan kurikulum 16, 66% - 25% , Al Syaibani memberikan empat kerangka dasar kurikulum Islam, terdapat aspek dasar agama, dasar falsafah, dasar psikologis,dan dasar sosial, keempat dasar tersebut berpadu ( berintegrasi) dan saling melengkapi satu sama lainnya31. Persoalannya adalah bagaimana para tokoh pendidikan islam mampu meningkatkan sumber daya manusia sebagai tenaga akademik dimasa mendatang yang berangkat dari empat dasar tersebut. keseimbangan spritual -intelektual , jika tidak, banyak generasi muda Islam yang lari dari kampus-kampus Islam karena dianggap ketinggalan dengan zaman..
Disamping itu juga pendidikan tinggi islam harus memperhatikan fasilitas dan segala sarana pembelajaran yang baik terhadap mahasiswanya. Kasus ini cukup besar yaitu 15% – 26, 66% menimpa mahasiswa. Mana mungkin prestasi belajar dapat berhasil dengan baik jika tidak didukung oleh fasilitas yang memadai, terutama perpustakaan sebagai pusat kajian literatur disamping laboratorium sebagai alat experimen mendapatkan temuan dan aplikasi keilmuan mahasiwa yang diperoleh di bangku perkuliahan. Semua penyebab tersebut diatas perlu segeranya direspon dengan baik menuju kearah yang lebih baik.

Tabel 45
Respon Responden Kemunduran Ilmu dala Islam

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Lari dai Konsep Islami
19
12
31, 66%
20%
V
2
  1. Terbuai Konsep Barat
24
28
40%
46, 66%
V
3
  1. Tidak Bersatu
12
10
20%
16, 66%
V
4
  1. Kurang Perhatian
5
10
8, 33%
16, 66%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Sejarah mengakui dan menjadi bahan rujukan yang tidak terbantahkan jika umat islam pernah mengusai ilmu pengetahuan yang mendunia banyak tokoh yang diabadikan namanya baik dari ilmu kedokteran, filsafat, ekonomi, keagamaan, fisika, matematika, biologi dan ilmu terapan lainnya. Tetapi prestasi itu tidak dapat dipertahankan oleh generasi berikutnya, bahkan banyak karya umat islam yang di klaim oleh non-muslim sebagai temuan mereka. Salah satu penyebabnya responden adalah umat islam lari dari konsep Islam yaitu sebesar 20% – 31, 66%. Alasan yang lebih ironis adalah terbuai oleh konsep barat yaitu sebesar 40% – 46%. Padahal orang barat sendiri banyak temuan ilmiah atau metode penelitiannya yang mengacu dari tokoh ilmuan islam. Hal ini terjadi kerena kurangnya rasa kesatuan dan perhatian terhadap ilmuan islam masih minim yaitu sebesar 8, 33% – 16, 66%. Perginya para ilmuan islam keluar negeri mencari popularitas atau materi diantaranya disebabkan faktor tersebut diatas.32 Peradaban Islam tegak diatas dialog yang konstruktif dan prinsip memberi dan mengambil,33 sehingga menghasilkan peradaban gemilang dan cemerlang dalam segala bidang ilmu pengetahuan 34
Untuk mengatasi persoalan tersbut jangan sampai berlarut, dunia pendidikan tinggi adalah sebuah instrumen yang sangat tepat untuk mengkampanyekan dan menjelaskan kepada genarsi muda islam khususnya bahwa islam mempunyai potensi besar untuk mengembangakan sains dan itu pernah ditunjukkan oleh ilmuan islam masa lampau, bukannya orang barat yang menjadi idola. Disamping itu juga perang pemikiran (Gozwatul fikri) dengan dunia barat perlu diantisipasi secara cermat.

Tabel 46
Respon Responden Enggan Kuliah di Kampus Islam

No
Alternatif Jawaban
Frekuensi Mahasiswa
Persentase Jawaban
Ket
UMJ
UAI
UMJ
UAI
1
  1. Kurang Populer
28
31
46. 66%
51, 66%
V
2
  1. Tidak Bonafid
19
12
31, 66%
20%
V
3
  1. SDM Minim
4
9
6, 66%
15%
V
4
  1. Susah Cari Kerja
9
8
15%
13, 33%
V

Total
60
60
100%
100%
V
Sumber: Diolah dari data lapangan

Dari gambaran data tersebut diatas dapat dipahami bahwa keengganan mereka sebagai generasi muda islam harapan bangsa dan perkembangan islam kedepan kuliah di pendidikan tinggi berlabel islam kurang populer yaitu 46, 66 – 51, 66%, sementara alasan mencari kerja dan SDM masih minim dan tidak menjadi pertimbangan yang signifikan yaitu cuma 6, 66% -15% saja. Sementara yang beranggapan tidak bonafid lumayan banyak yaitu 20% - 31, 66% Jika demikian tuntutan mereka maka umat islam terutama dari ormas islam terutama muhammadiyah untuk berupaya agar pendidikan tinggi islam bisa mempunyai nama yang sejajar dengan perguruan tinggi favorit baik negeri atau swasta. Harus ada keberanian untuk meninjau kembali, dan diperkaya agar sesuai dengan tuntutan pendidikan muthakhir35, Seperti dengan banyak mengikuti event-event nasional apalagi internasional dalam bidang ilmu pengetahuan, penelitian, Study banding , pertukaran mahasiswa, seminar dan sebagainya. hal ini sesuai dengan visi dan misi UMJ dan UAI yang dinamis dan proaktif. Islam kaya dengan konsep pendidikan. Banyak negara telah mengambil alih tujuan pendidikan yang terdapapat dalam pendidikan Islam36, kita lebih banyak terlena dan merasa cepat puas.
Sebab secara kualitas mahasiswa dari Pendidikan Tinggi islam tidak kalah keintelektualnya, banyak sudah karya yang mereka tunjukkan, cuma kurangnya sosialisasi dan penghargaan terutama dari kalangan intern kampus berbagai prestasi hilang dan akhirnya tidak terekspos masmedia, ini yang menyebabkan kurangnya populer, padahal ini merupakan media yang cukup akurat untuk mensosialisasikan pendidikan tinggi islam dikalangan masyarakat terutama generasi muda islamnya yang pemikiran masih lebih dodominasi dari hal-hal yang berlabel dibandingkan isinya. Tetapi masalah ini menjadi bahan pemikiran berharga dan serius bagi pengelola Pendidikan tinggi Islam.
  1. Interpretasi Data
Setelah penulis selesai melakukan analisa data berdasarkan temuan di lapangan yang didukung oleh berbagai buku refrensi, baik di UMJ atau di UAI. Maka untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, penulis melakukan akan melakukan penafsiran (interpretasi) dengan cara mengumpulkan pada persoalan yang mempunyai substansi kasus yang sama atau mendekati sesuai dengan instrumen yang penulis buat. Semua jawaban yang penulis terima yang diajukan melalui angket menghasilakn respon positif artinya tidak ada jawaban yang cacad atau rusak, Bila diperhatikan substansi jawaban yang dilakukan kedua kampus tersebut baik UMJ atau UAI tidak ada perbedaan yang jauh pada setiap persoalan, kalaupun ada perbedaan itu sangat kecil prosentasenya. Sehingga dapat dikatakan persoalan dan penomena kehidupan kampus keduanya tidak ada perbedaan yang signifikan. lebih jauh penulis akan melakukan penafsiran (interpretasi) sebagai berikut.
  1. Agama
Kemarakan kampus dengan berbagai kegiatan keagamaan kedua kampus tersebut cukup menggembirakan dan ini suatu pertanda bahwa civita akademika, terutama dari pihak mahasiswa peduli dan mempunyai semangat tinggi dalam menumbuhkan nilai-nilai ajaran islam di tengah dunia pendidikan tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan persoalan yang diajukan kepada mereka seperti kegiatan keagamaan di kampus, intensitas sholat jamaah, reaksi mahasiswa ketika mendengar panggilan sholat (azan), respon mahasiswa bila ada kegiatan agama di kampus. lihat butir soal (1, 2, 4, 6). tidak didapati respon negatif, secara umum bisa dikatakan baik. Kegiatan sholat jamaah, merespon panggilan azan, mendukung kemarakan kegiatan keagaman, semua merupakan cara dalam peningkatan dan menumbuhkan rasa cinta terhadap islam kepada mahasiwa. Penanaman agama kepada mahasiswa harus komprehensif dan tidak tekstual, tetapi harus dijalani dengan aplikasi nyata 37 Sikap seperti ini akan membentuk karakter muslim yang kuat spritualnya, bertanggungajwab, memiliki rasa sosial tinggi, peka lingkungan, dan ada ghiroh keagamaan yang kuat. Dalam sisi lain semua kegiatan tersebut mempunyai silaturahmi yang kuat dalam rangka membangun kesatuan dan solidaritas umat, walaupun mereka berangkat dari keluarga dan status sosial yang berbeda. Jika ini sudah terbentuk sejak masa kuliah, maka ketika terjun di masyarakat sudah terbiasa. Salah satu kegagalan umat islam dalam membangun pendidikan, ekonomi, politik atau hukum, khususnya dalam mencerdaskan umat tidak adanya kesatuan, visi dan misi yang sama. Kepentingan agama dikalahkan dengan fanatisme golongan atau lainnya.
  1. Pendidikan
Salah satu keberhasilan proses bekajar seorang mahasiwa adalah terlihat pada intensitas kwaltas diskusinya, baik yang dilakukan di klas secara struktural atau pada kegiatan extra kurikuler lainnya. Banyak mahasiwa yang lebih senang bermain game, facebook, twitter dan lainnya, waktu mereka terbuang percuma. Jarang diantaranya yang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan hal-hal yang produktrif dalam menggali potensi yang ada dalam pribadi mereka. Ketika penulis menanyakan apakah universitas menyediakan tempat berdiskusi, bagaimana mereka mengisi waktu ketika tidak ada kuliah lihat nomer (3 dan 5). ternyata tanggapan dan respon mereka sangat baik, mahasiswa dari UMJ atau UAI mengisi waktu luangnya dengan melakukan diskusi, terutama yang berkaitan dengan masalah agama, pada tempat yang telah disediakan oleh pihak kedua universitas tersebut, bahkan mereka berinisiatif mencari tempat guna kepentingan diskusi. Kesadaran seperti ini menandakan keberhasilan metode perkuliahan yang mereka terima dari pihak universitas.Semua ini dalam upaya menciptkan SDM yang kuat iptek dan imtaq yang dilandasi keislaman kuat38 .Hal ini dapat terkihat dari intensitas dan kemarakan berdiskusi yang menyangkut berbagai disiplin ilmu terutama ilmu agama khususnya dalam mengsi waktu luang. Sudah pasti kegiatan ini akan menambah wawasan mereka tentang pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunai kampus, apalagi yang menjadi topik diskusi mereka perpaduan antara ilmu agama dan umum, ini akan membentuk jiwa yang kuat baik kualitas spritual atau ilmu saintisnya sebagai bekal sebelum mereka bermasyarakat
  1. Akhlak Sosial
Perbuatan manusia yang didasari oleh akhlakul karimah adalah salah satu misi penting dalam islam. Karena mansua yang mempunyai akhlakul karimah bukan saja akan menguntungkan pribadinya, tetapi juga orang lain dan lingkungan masyarakat. Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan ahlak manusia39 Coba kita perhatikan komonitas masyarakat tertentu bahkan negara tidak akan berhasil membangun umat dan bangsanya dengan baik jika tidak dilandasi oleh akhlak yang prima. Perhatikan bangsa arab sebelum islam datang, kehidupan mereka gelap, memprihatinkan, jauh dari norma dan aturan yang mendatangkan ketentraman. Dewasa ini negara kita ditimpa krisis akhlak yang sudah kronis, munculnya perampasan uang rakyat lewat praktek korupsi yang sistemik, kolusi yang Cuma menguntungkan golongan, nepotismen yang merusak sistem. semua adalah dampak dari tidak suburnya akhlak sosial. Kehidupan hampir tidak lagi rasa soaial dan kejujuran. Dalam konteks kehidupan kampus ketika masalah ini penulis tanyakan bagaimana sikap mereka ketika teman sakit, dan ketika jajan di kampus kantin lihat nomer (7, 15) ternyata jawaban mereka baik dari UMJ atau UAI cukup positif, lebih dari mayoritas mempunyai rasa sosial dan kebetsamaan yang sangat tinggi sesama mahasiswa contohnya ketika temannya sakit mereka menjenguk, ada yang berdoa, dan ada juga yang mencari dana. Ini menunjukkan bahwa akhlakul karimah mereka terlihat. Contoh lain ketika jajan di kampus, mereka jujur dalam membayar sesuai dengan yang dimakan, padahal kesempatan membohong terbuka. Semua merupakan pertanda kedua universitas tersebut berhasil membentuk generasi yang dibentuk menjadi pemimpin yang mempunyai akhlak sosial yang prima.
  1. Lingkungan
Baik dan tidaknya seorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana mereka berada, tidak terkucuali kampus. Hal ini berdampak juga bagi kesuksesan atau kegagalan mahasiwa/i dalam menggeluti ilmu pengetahuan. Karnanya banyak kampus yang berlokasi jauh dari keramaian. Dalam konteks pendidikan yang dimaksud lingkungan juga berarati mahasiswa sangat dipengaruhi oleh mata kuliah yang diterima dalam perkuliahan. Jadi pembinaan mental sripitual akrab sekali dengan lingkungan, baik dalam arti pisisk atau mental. Pertanyaan yang diajukan penulis dalam kaitan ini bagaimana jika kampus mereka dimamasuki oktum yang merusak agama, apakah lingkungan kampus sudah islami, bagaimana pelayanan universitas kepada mahasiswa/i dan apakah lingkungan kampus sudah bersih. lihat nomer (8, 9, 10, 11) Jawaban yang mereka berikan sudah baik dan sangat mendudkung guna menciptakan kampus yang sesuai dengan nilai islam, baik pisik atau mental. Hal ini terlihat ketika kampus disusupi oknum yang bisa merusak agama, mereka langsung mencegah dan tidak senang/, menurut mereka kampus yang menuju penampilan islami perlu diperjuangkan terus oleh mahasiswa. Demikian juga kebersihan disekitar kampus sudah baik dan sejuk perlu dijaga baik, UMJ atau UAI ada perbedaan ketika mengenai pelayanan terhadap mahasiswa administrasi yang islami, namun itu lebih banyak menyangkut hal yang bersifat teknik saja. Segala yang mereka hadapi dan harapkan dalam pembentukan manusia yang berjiwa lengkap, nampak sudah terpenuhi walau belum penuh, tetapi mereka meresponnya dengan positif.
  1. Etika
Seorang manusia yang berinteraksi di tengah masyarakat yang paling menjadi ukuran bukan karena kecakapakan pisik, ilmu yang mereka miliki dengan sederat gelar, atau juga kekayaan yang melimpah, tatapi ukurannya adalah etika yang melakat dalam diri sseorang. Banyak orang yang merendahkan kemampuan orang lain, sombong dan merasa superior di tengah kahiduapan masyarakat. mereka akan terisolir hidupnya. Etika yang baik dimulai cara berpakaian, sikap ketika bertemu dengan teman, dosen, dst. yang berkaitan erat dengan pergaulan lihat nomer (12, 13, 14) Semua jawaban yang diberikan mengarah pada pembentukan etika yang baik pada pribadi setiap mahasiswa/i kedua kampus. seperti sebagai mahasiswi muslimah mereka sudah menutup aurot dengan benar sesuai aturan agama walau dengan gaya pakaian yang variatif (modist) Disampign itu merka mengucapkan salam ketika bertemu atau berpapasan dengan teman atau dosen, tebaran salam mempunyai makna yang sangat dalam. Wahai manusia tebarkanlah salam 40selain sebagai doa, juga akan mendatangkan tetentraman dan keharmonisan dalam berkomnikasi, suasa menjadi damai, sejuk dan ada kebersamaan sesama muslim. Islam sangat mengajarkan kepada umatnya baik yang dikenal atau belum, salam terus ditebarkan. Disamping itu senyum juga bagian dari etika bergaul ketika bertemu orang lain, bahkan juga berpahala.
  1. Akhlak Belajar
Akhlak bagi seorang muslim bukan saja diperlukan ketika berinteraksi dengan manusia yang bersifat sosial saja, tetapi ketika belajarpun diperlukan akhlak, mengapa begitu, sebab akan mempengaruhi keberkahan ilmu yang diperolehnya. Sebagai contoh ketika akan melakukan hal yang baik termasuk belajar islam memerintahkan umatnya supaya meyebut nama Allah, atau baca bismillah, dan setelah selesai melakukan pujian terhadap Allah, dengan membaca hamdallah41. seorang yang belajar ilmu harus jujur. Dalam konteks jujur seorang mahasiswa namanya bisa harum ditengah temannya, juga bisa jatuh terjerembab. tergantung kejujuran, terutama dalam ujian. Itulah jawaban mahasiswa ketika penulis mengajukan Pertanyaan apa yang mereka dan dosen baca sebelum dan seudah kuliah, bagaimana sikapnya menghadapi ujian lihat nomer (20, 21, 22) Dari jawaban yang diterima sangatlah positif. Akhlak belajar seperti ini harus tersu ditingkatkan dikalangan mahasiswa kedua kampus tersebut agar mereka terbiasa hidup dengan nuansa islam yang kental. Banyak masih seorang sarjana muslim yang mentalnya terutama kejujuran masih lemah sehingga rentan dengan perbuatan yang melanggar ajaran agama. Ini suatu indikasi bahwa pendidikan integratif belum berjalan secara penuh. Oleh karena itu zaman dimana manusia sudah sangat dipengaruhi oleh nilai mateial yang konsumtif dibutuhkan cara untuk mempilter jangan sampai lepas tidak terkendali. Salah satunya pembentukan itu melalui pendidikan tinggi, terutama yang berangkat dari kampus islam. Meraka yang harus berdiri di gardu depan untuk mempelopori pendidikan yang benuansa integratif.
  1. Emosional keagamaan
Besar dan kecil, atau tinggi dan rendahnya kehidupan beragama seorang muslim dapat dilihat seberapa jauh rasa emosional keagamaan yang melakat dalam diriya, semakin besar rasa itu, maka semakin besar pula keadaan keberagamaan seseorang. Jelasnya jika seorang muslim sudah baik mematuhi ajaran islam, mereka akan membela memperjuangkan kapan, dimana dan saat bagaimanapun juga. Ketika penulis mengajukan pertanyaan apakah ada nilai keislaman dalam kuliah, setujukah mereka jika unsur keislaman masuk materi mata kuliah, sikap ketika mata kuliah kontra dengan islam, apakah alasan kuliah di universitas islam, sampai dengan apa dinding ruang kuliah dihiasi. lihat tabel (17, 18, 24, 25, 27) Jawaban mahasiswa dari kedua kampus sangat responsif terhadap exintensi dan pemeliharaan ajaran islam ditengah kampus islami. Sebagai lembaga pendidikan islam tingkat tinggi baik UMJ atau UAI sudah memberikan cara dan wadah yang benar dalam melestarikan dan mempertahankan bahkan memperlihatkan ajaran islam kepada masyarakat khususnya dilingkungan kampus dengan cara memasukkan unsur atau ajaran islam pada setiap mata kuliah agar mahasiswa mengerti bahwa islam agama yang tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi yang menjadi ukuran peradaban manusia dan masyarakat moderen sekarang ini. Tujuan tersebut mendapat dukungan penuh dari pihak mahasiwa, bahkan karena begitu besar emosional keagamaan yang menyatu dalam dirinya mereka menegur dan meluruskan apabila terjadi jika dosen dalam memberikan penjelasan bertentangan dengan nilai keislaman. Panatisme dan emosinal beragama yang sudah tumbuh secara baik di kalangan mahasiswa melalui jalur akademis, mestinya didukung oleh hal-hal yang sifatnya seni, yaitu menghidupkan ruangan kuliah dengan pesan-pesan keagamaan, baik melalui gambar atau tulisan. Ini mempunyai arti tersendiri bagi seseorang karana pengaruh otak kirinya. karena jawaban yang penulis terima mayoritas menjawab ruangan kuliah mereka sunyi dari gambar-atau tulisan islami.
  1. Ilmu Pengetahuan
Kemajuan suatu peradaban bangsa adalah terlihat pada tingkat kemampuan seberapa jauh keluasan ilmu pengetahuan yang mereka milki, baik ilmu umum atau ilmu agama. Sejarah mencatat bahwa islam pernah menjadi pioner dan mampu mengembangkan peradaban dunia karena kewdua ilmu tersebut maju pesat pada zamannya terutama pada masa Abasiah memerintah. Salah satu tempat ideal dan dipercaya untuk mengembangkan ilmu pengetahan adalah kampus. Disinilah tempatnya mahasiswa sebagai calon ilmuan merintis bakat yang menjadi favoritenya menuju dan menggapai berbagai profesi yang mareka minati. Jadi untuk membentuk generasi yang lebih baik sekian tahun mendatang harus dipelopori kampus sebagai lembaga ilmiyah dan murni mengembangkan ilmu pengethauan. Tentu saja ilmu yang dimaksud bukan saja pandai dalam ilmu terapan yang berangkat dari ilmu eksakta, tetapi juga ilmu yang membangun rohani manusia, Dalam pandangan Islam tidak ada dikotomi ilmu, semua ilmu bersumber dari Allah SWT.42 sesuai dengan tujuan islam. agar melalui ilmu tersebut dapat menghantarkan manusia bahagia dunia- akhirat. Untuk itu mahasiswa memerlukan pembinaan yang jelas dan terstruktur pada masa kuliah. Pertanyaan yang penulis ajukan kepada mahasiswa seperti berapa Sks pendidikan agama, mata kuliah apa yang menjadi favorit, ilmu apa yang cocok dibekali untuk generasi islam kedepan, dan kenapa islam tertinggal dari ilmu pengetahuan, lihat tabel (16, 23, 26, 29) ternyata jawaban mereka sangat rapi dan mengena pada sasaran dan tujuan pendidikan integratif. Misalnya untuk mempersiapkan generasi islam yang kuat iman dan saintnya harus dibekali ilmu umum dan agama yang seimbang, harus ada perpaduan, jika tidak akan mengalami kegagalan seperti yang terjadi pada masa lampau, terpaku pada ilmu agama saja, padahal islam mendidik umatnya agar menjauhkan sifat pendikotomian ilmu, antara ilmu agama dan umum sama diperlukan dalam membetuk muslim yang kaffah. Inilah yang dilakukan oleh kedua universitas tersebut terhadap mahasiswanya.
  1. Citra Universitas Islam
Sebuah pendidikan tinggi atau badan lain bisa maju dan berkembang atau sebaliknya hancur berantakan karena citra atau nama baiknya di masyarakat. Dengan kata lain seberapa jauh penilaian masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut. Untuk menciptakan citra bukanlah perkara mudah secepat membalik telapak tangan, tetapi memerlukan perjuangan yang komprehansif, seperti SDM yang profesional di bidangnya, penerapan manajmen yang sesuai porsinya, kurikulum yang berwawasan kedepan, disamping itu harus didukung oleh pengelola yang mempunyai dedikasi tinggi serta kemauan yang kuat dalam membangun pendidikan tinggi yang menjadi idola masyarakat islam di tengah masyarakat metropolis yang pragmatis dan penuh persaingan yang ketat. Salah satu penyebab generasi muda islam enggan kuliah di universitas islam adalah kurang atau minimnya sumber daya manusia yang dimiliki, kurang populer, disamping alasan manajmen dan kurikulum. Itulah jawaban yang mereka sampaikan terhadap pertanyaan yang penulis berikan kepada mereka lihat tabel (19, 28, 30) Respon dan tanggapan mereka memang sangat variatif didukung oleh argumentasi yang menantang pengelola kedua kampus tersebut segara berbenah diri. Secara umum mereka menyatakan puas kuliah di universitas islam, namun begitu tetap banyak catatan yang perlu mendapat pehatian bersama, terutama kepada pimpinan universitas sebagai pengelola agar lebih profesional. Jika penyebab dan faktor – faktor tersebut diatas sudah teratasi, secara otomatis citra pendidikan tinggi islam akan menjadi universitas unggulan, melekat, populer dan menjadi tempat kuliah generasi muda islam yang membanggakan.

  1. Kesimpulan
Kesimpulan terhadap penerapan konsep pendidikan integratif pada pendidikan tinggi islam swasta di bawah ormas Islam studi komparatif Universitas Muhammadiyah Jakarta Cirendeu – Universitas Al-Azhar Indonesia Kebayoran Baru.
Berdasarkan pada hasil peneletian dan pembahasaan adalah sebagai berikut:
  1. Penerapan pendidikan integratif yang dilakukan terhadap mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta Cirendeu dan Universitas Al-Azhar Indoensia Kebayoran Baru sudah mendapatkan respon yang baik di masyarakat. Hal ini terindikasikan dengan meningkatnya minat masyarakat memberikan putra-putrinya kuliah di UMJ dan UAI. Karena cara yang ditempuh oleh kedua Universitas tersebut memenuhi harapan masyarakat yaitu menghasilkan lulusan sarjana muslim yang kuat iman dan imtaqnya, seimbang antara tingkat pengetahuan ilmu umum dan ilmu agama.
  2. Konsep pendidikan integratif yang dilakukan oleh UMJ dan UAI berangkat dari aturan formal pemerintah melalui Mendiknas di samping tuntutan pasar tetapi tetap mengedepankan perpaduan ilmu agama dan umum dengan proses pembelajaran yang kreatif, jujur, amanah, dan profesional dengan sasaran utamanya adalah generasi muda Islam.
  3. Konsep pendidikan integratif yang diselenggarakan di UMJ dan UAI berangkat dari Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Keputusan Mendiknas Republik Indonesia No. 232/U/2000 Pedoman Penggunaan Kurikulum Perguruan Tinggi, Keputusan Mendiknas No. 45/U/2000 Tentang Kurikulum Inti. Metode kuliah menggunakan metode informasi, diskusi, dan pemberian tugas yang membuat mahasiswa kreatif, inovatif dan diperkaya dengan menerapkan sistem etika yang bercirikan nilai-nilai universal Islam seperti model pendidikan yang dilakukan oleh para ilmuan Islam terdahulu seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd.
  4. Para lulusan kedua universitas tersebut mendapat sambutan positif dimasyarakat ketika berkiprah dan berkarya sesuai dengan kompetensinya, disebabkan kemampuan intelektual dan spritualnya sudah teruji dan dapat diandalkan.
  5. Peran serta persyarikatan Muhammadiyah melalui majlis pendidikan tingginya serta pemerintah kota DKI jakarta untuk terus membantu terselenggaranya pendidikan integratif yang dikelola UMJ dan UAI.
  1. Saran-saran
Berdasarkan dari pembahasan dan kesimpulan dari penelitian disarankan kepada pihak-pihak terkait sebegai berikut:
  1. Universitas Islam perlu menigkatkan kinerjanya dalam penerapan konsep pendidikan intgratif dengan kegiatan seminar, workshop, pelatihan dan mengembangkan kajian pendidikan integratif guna menghadapi perkembangan zaman modren dan era globalisasi.
  2. Masih minimnya penelitian dan wacana pendidikan integratif dewasa ini sehingga belum tersosialisasi dengan baik. Oleh karena itu sudah semestinnya Universitas Islam swasta atau negri bekerja sama dengan pemerintah berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan dan membantu terwujudnya model pendidikan integratif dalam mempersiapkan generasi yang lebih baik.
  3. Kepada peneliti lain diharapkan bisa meneliti kembali tentang pendidikan integratif yang bukan hanya berorientasi pada kampus swasta, agar terdapat perbandingan yang semakin kaya dalam upaya penyempurnaan hasil penelitian.
  4. Diperlukan pendekatan yang intensif kepada seluruh sivitas akademika universitas dalam rangka mencari dukungan, kritik konstruktif, saran dan masukan sebagai bahan evaluasi dan penyusunan program pendidikan.